Jalan Raya Pos, Jalan Daendels
Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Lentera Dipantara, 2005
145 hal.
Membaca buku tersebut diatas jadi teringat penyanyi negeri jiran sana yang melantunkan..
…
Antara Anyer dan Jakarta
Kita jatuh cinta
Antara anyer dan Jakarta…
…
Iya. Lha untung lagunya masih antara Anyer Jakarta, kalau Anyer Panarukan, lha kan jadi cinta rodi.
Kesadaran akan betapa banyak nyawa manusia hilang dalam pembuatan jalan Daendels ini membuat kita sadar, betapa tiada harganya nyawa manusia pada jaman penjajahan Belanda yang ratusan tahun tersebut.
Data jumlah yang sebenarnya tidak pernah terungkap. Jika memang dapat diungkap, pastilah akan menggemparkan dunia, betapa demi sebuah jalan pos, terjadi pembunuhan tidak direncanakan terjadi di pulau Jawa ini.
Mengikuti deskripsi sejak anyer sampai dengan panarukan membuat ingatan kita melayang ke wajah kota kota tersebut yang pernah kita singgahi.
Kota besar. Kota kecil. Kota sedang. Desa kecil. Semua terlintas di benak kita.
Secara keseluruhan, buku ini memang hanya berisi deskripsi kota kota yang dilewati jalan pos tersebut. Sedikit diberi uraian sejarah kota, jika memang terdapat sejarah kota yang dilewatinya. Bahkan diberi sedikit riwayat pembangunan jalan saat melintasi kota tersebut, jika memang ada data sejarah yang mendukung. Namun om pram tidak memberikan detail sejarah kota yang dilewati oleh jalan pos, karena memang bukan hal tersebut focus penulisan buku ini.
Secara sekilas, saya dapat membayangkan bagaimana perkembangan dan perjalanan penulis dalam menyusuri jalan tersebut. Apalagi jalan tersebut adalah jalan urat nadi pulau Jawa bagian utara. Namun satu hal yang meleset dari perkiraan saya. Ternyata jalan pos itu membelok ke selatan setelah sampai Jakarta. Kalau menurut urutan kota kan harusnya lurus ke Cirebon ya?. Ternyata tidak.
Jalan tersebut membelok ke Bogor, Priangan, Cianjur, Cimahi, Bandung, Sumedang, Karangsembung, dan kemudian Cirebon. Satu bagian jalan yang terkenal sampai sekarang adalah daerah yang disebut Cadas Pangeran di Sumedang. Terkenal karena pembangkangan Pangeran Kornel terhadap Daendels.
Gila memang Daendels itu. Gugur gunung dengan alat alat yang kita tahu sendiri.. belum ada alat berat saat itu untuk membuat jalan baru. Rakyat setempat dikerahkan habis habis sampai titik darah penghabisan demi obsesi Daendels ini.
Dari Cadas Pangeran, jalan menuju ke Cirebon, dan kemudian seterusnya lurus ke arah timur seperti jalan yang kita kenal sekarang ini yang mengarah ke Surabaya.
Pembuatan Jalan dari Tegal mengarah ke timur tidak menemui kesulitan, karena memang dari Tegal hanya meningkatkan dan melebarkan jalan yang ada. Pada saat itu Mataram sudah membuat sarana jalan demi tujuannya untuk ekspansi ke wilayah Barat.
Cirebon menuju Semarang, rutin selalu dilewati semua orang saat akan mudik lebaran. Jadi,..semua orang mengenal masing masing kota yang dilewati.
Anehnya, mengapa Daendels dulu tidak membuat jalan dari Jakarta langsung Cirebon ya???
Dari Semarang sampai Sidoarjo, saya juga beberapa kali melewatinya. Sehingga kota kota kecil yang disebutkan oleh om Pram saya mengenalnya dengan baik. Semua. Kota kota dari semarang ke Surabaya merupakan kota kota yang mempunyai sejarah yang cukup panjang, dan dengan dukungan data sejarah yang akurat juga. Namun, kenyataannya kota kota tersebut mengapa tidak bisa berkembang menjadi lebih besar daripada yang ada sekarang ya?
Saat ini Semarang ke Kudus, jalan yang melintasinya merupakan jalan lebar dan bagus yang merupakan jalan 6 lajur pada beberapa bagian, dan 4 lajur pada beberapa bagian yang lain. Sekilas pandang, merupakan jalan yang asyik untuk dilalui.
Namun begitu keluar dari Kudus mengarah ke Surabaya, jangan ditanya lagi. Jalan dua lajur untuk dua arah. Jadi kita hanya dapat berjalan beriringan sepanjang jalan tersebut. Jika ingin mendahului kendaraan di depan, jangan harap bisa seenaknya. Harus benar benar menunggu jalanan kosong dari arah yang berlawanan.
Mengherankan juga ya, mengingat jalan tersebut kan merupakan jalan utama di bagian utara pulau Jawa.
Om pram, menceritakan sedikit kisah yang terjadi pada masa lalu yang merupakan latar belakang sejarah masing masing kota tersebut.
Betapa kayanya wilayah tersebut jika memang tidak dijadikan rayahan oleh para pengusaha nakal. Dahulu wilayah tersebut dapat memproduksi kapas dalam jumlah besar. Demikian juga kayu jati. Wah…!!!
Sesampainya di Surabaya, jalan tersebut mengarah ke timur melewati Sidoarjo, Porong, Bangil, Pasuruan, Probolinggo, Besuki dan berakhir di Panarukan. Beberapa kota terakhir saya mungkin pernah melintasinya saat melakukan perjalanan darat ke Bali, namun hanya lamat lamat ingatan akan gambaran kota kota tersebut.
Jadi, begitu panjangnya jalan (lebih kurang 1000 km) yang mengorbankan ratusan ribu bahkan mungkin jutaan nyawa manusia. Tragedi kerja paksa pada jaman Daendels.
Entah kita harus berterima kasih atau menghujat Daendels untuk programnya tersebut.
Dari berpuluh kota yang dilewati jalan pos tersebut, beberapa kota yang membuat saya tertarik adalah kota kota setelah Kudus yang menuju Surabaya. Saya sering melewati jalan darat dari Semarang ke Surabaya, dan tiap kali melewati jalan tersebut berpuluh tanda Tanya menghiasi benak pikiran saya. Dan saya memang sengaja memilih perjalanan darat dengan mobil daripada dengan kereta api, karena ada perasaan ketertarikan saya dengan kota kota yang terlewati tersebut.
Mengapa? Sepertinya terdapat misteri di balik kota kota kecil yang pada masa lalu mempunyai peranan yang cukup penting bagi eksistensi nusantara ini. coba bayangkan, kota yang di kitab kitab kuno baik dari nusantara maupun dari Cina tertulis dengan jelas dan gagah, sekarang hanya menjadi kota kota persinggahan kecil kurang begitu raya.
Bayangkan saja, Tuban dengan pelabuhan yang besar di masa lalu, bahkan jadi tempat pendaratan pasukan Kubilai Khan yang akan menyerang Singosari. Pati dengan Adipati Pragolanya, dan bahkan cerita Roro Mendut nya juga menjadi trade mark.
Demak dengan Kerajaan Islam pertama nya di Jawa. Jepara dengan pelabuhannya saat Pati unus akan menyerang portugis di melayu sana. Hebat kan?
Sekarang???
Mau menyalip kendaraan yang ada di depannya saja, sulitnya bukan main. Harus urut urutan panjang. Mana kondisi jalannya juga bikin duduk di mobil jadi tidak jenak, karena permukaan jalan yang kurang halus.
Akhirnya, hanya ingatan kerja rodi pembuatan jalan anyer panarukan sajalah yang meninggalkan kesan akan kejamnya Daendels, kejamnya para penjajah Belanda tersebut.
Para penguasa wilayah pada masa tersebut benar benar tidak punya gigi untuk melawan kesewenang wenang an tersebut. Entah mengapa.
Om Pram bilang, bisa jadi kejadian kerja paksa di balik pembuatan Jalan Raya Pos Daendels ini adalah sebuah genosida kemanusiaan paling besar pada masanya.
“Indonesia adalah negeri budak. Budak diantara bangsa dan budak bagi bangsa lain”.
Sekarang???
Bagaimana Indonesia ku saat ini???
Tuesday, November 28, 2006
Monday, November 27, 2006
NOVEMBER Rain
November Rain by Guns N Roses.
lha.. november udah mau habis... november rain belum dateng juga..
yang ada.. hujan kicik kicik... ndak niat gitu..
tik tik tik... sudah seneng nih... bau tanah yang khas sudah tercium..
eh... baru berapa menit terus berhenti...
gimana sih ini...
mana sumur sudah mengering pula...
....
lha.. november udah mau habis... november rain belum dateng juga..
yang ada.. hujan kicik kicik... ndak niat gitu..
tik tik tik... sudah seneng nih... bau tanah yang khas sudah tercium..
eh... baru berapa menit terus berhenti...
gimana sih ini...
mana sumur sudah mengering pula...
....
Labels:
rerasan
Thursday, November 23, 2006
Ndak Mau .."Insya Allah" ..!!!!
My lil sweetie, alias si bontot, sekarang lebih kritis. Dia bisa menilai kapan ibu nya serius jawab pertanyaan dia atau Cuma basa basi saja.
* kiri : si bontot sekarang, kanan : aku 33 tahun yang lalu
Suatu hari terjadi percakapan berikut ini:
Sweetie : Bu, liburan sekolah nanti boleh ndak aku liburan ke semarang?
Saya : Ya,.. insya allah, kita lihat nanti..
Sweetie : Ah.. ndak mau Insya Allah Insya Allah… Boleh atau tidak!
Saya : Lho.. kan kata bu guru juga selalu bilang Insya Allah kalau bisa to?
Sweetie : Ndak mau. Boleh atau tidak!!!
Saya : ………….????
Kadang kadang dalam percakapan percakapan yang lain pun, my lil sweetie ini tidak mau jika diberi jawaban Insya Allah. Kepada kakaknya juga begitu, jika kakaknya menjawab Insya Allah, malah dia laporan "bu.. ini lho danang insya allah - insya allah terus..". Harus ya atau tidak boleh,!" katanya disertai dengan nada galaknya…
Entah, apa yang ada di benak si bontot. Sepertinya dia tahu, kalau jawaban Insya Allah itu jawaban yang tidak pasti alias basa basi. Terutama untuk jawaban jawaban dari pertanyaan dia yang sifatnya meminta. Hahaha….
Jadi inget diri sendiri.. kalau dapat jawaban dari seorang teman yang berbunyi “Insya Allah”… saya biasanya bilang.. “jangan Insya Allah lah..yang pasti gitu bisa atau ndak”.
Dan jika tetap hanya mendapat jawaban “Insya Allah”.. biasanya saya cuma bisa bilang.. ya sudah. Lha sudah bilang Insya Allah mosok mau maksa.
Hanya kepada teman teman terdekat, saya tidak mentolerir jawaban Insya Allah. Jawaban harus pasti. Ya atau tidak. Karena didalam jawaban Insya Allah tersebut, bisa terkandung jawaban positif dan negatif dengan ukuran prosentase yang sama besarnya. Jadi.. harus yang pasti. Ya.. orang kadang menghindar dari sesuatu dengan jawaban “Insya Allah.. aku usahakan”.. begitu biasanya.
Jadi… sekarang kalau menjawab pertanyaan anak anak… saya selalu memilih jawaban yang pasti. Ya atau tidak. Boleh atau tidak. Atawa tidak sekarang. Jika mereka diberi jawaban tidak, biasanya berlanjut dengan pertanyaan “mengapa?” dari mereka…untuk itu saya selalu sudah mempersiapkan alasan alasannya. Begitu kan?…
Susahnya punya anak kriting... eh kritis.....
* kiri : si bontot sekarang, kanan : aku 33 tahun yang lalu
Suatu hari terjadi percakapan berikut ini:
Sweetie : Bu, liburan sekolah nanti boleh ndak aku liburan ke semarang?
Saya : Ya,.. insya allah, kita lihat nanti..
Sweetie : Ah.. ndak mau Insya Allah Insya Allah… Boleh atau tidak!
Saya : Lho.. kan kata bu guru juga selalu bilang Insya Allah kalau bisa to?
Sweetie : Ndak mau. Boleh atau tidak!!!
Saya : ………….????
Kadang kadang dalam percakapan percakapan yang lain pun, my lil sweetie ini tidak mau jika diberi jawaban Insya Allah. Kepada kakaknya juga begitu, jika kakaknya menjawab Insya Allah, malah dia laporan "bu.. ini lho danang insya allah - insya allah terus..". Harus ya atau tidak boleh,!" katanya disertai dengan nada galaknya…
Entah, apa yang ada di benak si bontot. Sepertinya dia tahu, kalau jawaban Insya Allah itu jawaban yang tidak pasti alias basa basi. Terutama untuk jawaban jawaban dari pertanyaan dia yang sifatnya meminta. Hahaha….
Jadi inget diri sendiri.. kalau dapat jawaban dari seorang teman yang berbunyi “Insya Allah”… saya biasanya bilang.. “jangan Insya Allah lah..yang pasti gitu bisa atau ndak”.
Dan jika tetap hanya mendapat jawaban “Insya Allah”.. biasanya saya cuma bisa bilang.. ya sudah. Lha sudah bilang Insya Allah mosok mau maksa.
Hanya kepada teman teman terdekat, saya tidak mentolerir jawaban Insya Allah. Jawaban harus pasti. Ya atau tidak. Karena didalam jawaban Insya Allah tersebut, bisa terkandung jawaban positif dan negatif dengan ukuran prosentase yang sama besarnya. Jadi.. harus yang pasti. Ya.. orang kadang menghindar dari sesuatu dengan jawaban “Insya Allah.. aku usahakan”.. begitu biasanya.
Jadi… sekarang kalau menjawab pertanyaan anak anak… saya selalu memilih jawaban yang pasti. Ya atau tidak. Boleh atau tidak. Atawa tidak sekarang. Jika mereka diberi jawaban tidak, biasanya berlanjut dengan pertanyaan “mengapa?” dari mereka…untuk itu saya selalu sudah mempersiapkan alasan alasannya. Begitu kan?…
Susahnya punya anak kriting... eh kritis.....
Labels:
dinda
Saturday, November 18, 2006
Dia pikir saya ........ PADAHAL
Hari Jumat sore, jam 16.00.
Sambil menunggu jam pulang kantor, saya berbincang bincang dengan teman. Pembicaraan berkisar tentang kendaraan umum.
Dia pikir saya tidak pernah naik kendaraan angkutan umum, jadi dia memberikan tip tip kecil praktis untuk naik kendaraan umum, PADAHAL saya kan juga kadang kadang naik kendaraan umum saat mobil harus diservis rutin.
Dia pikir saya manja tidak mau naik kendaraan umum, jadi dia bilang bahwa orang yang miliarder saja masih mau naik busway, PADAHAL saya kan tidak manja, wong jutawan juga bukan, apalagi miliarder, dan saya hanya cerita, bukan mengeluh. Bukannya mengeluh naik kendaraan umum, hanya cerita. Hanya cerita.
Dia pikir saya tidak berani berjalan di jembatan penyeberangan sendirian, jadi dia memberi nasihat agar saya pe-de aja kalau mau jalan di jembatan penyeberangan, PADAHAL saya juga kan kadang kadang lewat jembatan penyeberangan sendirian.
Dia pikir saya mencari teman untuk jalan di jembatan sore itu, PADAHAL kan saya pikir lebih menyenangkan jika jalan bersama teman, daripada sendirian jalan sambil manyun plus mecucu.
Dan saat bis teman ini sudah datang, dia meninggalkan saya. Tinggallah saya sendirian menunggu bus jurusan rawamangun ac 16.
17.30, masih menunggu dengan bersemangat, berharap bus tersebut segera lewat.
17.45, patas ac 16 lewat, tp penuh nuh nuh.
18.00, masih belum ada bus yang kutunggu. Telpon satpam, selain ac 16 bisa naik apa lagi? Tunggu 32, katanya.
18.15, masih menunggu… belum ada yang lewat juga, hari mulai surut.
18.30, sudah gelap… belum dapat kendaraan, air mata sudah mau menetes. Telpon satpam lagi, selain ke rawamangun, naik bis apa lagi? Patas ac 50 ke kampung melayu, katanya.
18.45, memutuskan, jika sampai jam 19.00 tidak ada bus yang lewat, saya naik taxi
18.50, lewat juga patas ac 50, untunglah… masih banyak kursi kosong…
alhamdulillah!!!!
Melamun di dalam bus, tiba tiba tersadar, rasanya pengin balik tinggal di yogya lagi….!!!
Sambil menunggu jam pulang kantor, saya berbincang bincang dengan teman. Pembicaraan berkisar tentang kendaraan umum.
Dia pikir saya tidak pernah naik kendaraan angkutan umum, jadi dia memberikan tip tip kecil praktis untuk naik kendaraan umum, PADAHAL saya kan juga kadang kadang naik kendaraan umum saat mobil harus diservis rutin.
Dia pikir saya manja tidak mau naik kendaraan umum, jadi dia bilang bahwa orang yang miliarder saja masih mau naik busway, PADAHAL saya kan tidak manja, wong jutawan juga bukan, apalagi miliarder, dan saya hanya cerita, bukan mengeluh. Bukannya mengeluh naik kendaraan umum, hanya cerita. Hanya cerita.
Dia pikir saya tidak berani berjalan di jembatan penyeberangan sendirian, jadi dia memberi nasihat agar saya pe-de aja kalau mau jalan di jembatan penyeberangan, PADAHAL saya juga kan kadang kadang lewat jembatan penyeberangan sendirian.
Dia pikir saya mencari teman untuk jalan di jembatan sore itu, PADAHAL kan saya pikir lebih menyenangkan jika jalan bersama teman, daripada sendirian jalan sambil manyun plus mecucu.
Dan saat bis teman ini sudah datang, dia meninggalkan saya. Tinggallah saya sendirian menunggu bus jurusan rawamangun ac 16.
17.30, masih menunggu dengan bersemangat, berharap bus tersebut segera lewat.
17.45, patas ac 16 lewat, tp penuh nuh nuh.
18.00, masih belum ada bus yang kutunggu. Telpon satpam, selain ac 16 bisa naik apa lagi? Tunggu 32, katanya.
18.15, masih menunggu… belum ada yang lewat juga, hari mulai surut.
18.30, sudah gelap… belum dapat kendaraan, air mata sudah mau menetes. Telpon satpam lagi, selain ke rawamangun, naik bis apa lagi? Patas ac 50 ke kampung melayu, katanya.
18.45, memutuskan, jika sampai jam 19.00 tidak ada bus yang lewat, saya naik taxi
18.50, lewat juga patas ac 50, untunglah… masih banyak kursi kosong…
alhamdulillah!!!!
Melamun di dalam bus, tiba tiba tersadar, rasanya pengin balik tinggal di yogya lagi….!!!
Labels:
kegiatan harian
Wednesday, November 15, 2006
Our dangerous mind
Duluuuuu sekali, teman saya bilang bahwa saya ini ada kecenderungan atheis. Menurut saya dia salah besar. Terlalu cepat dia mengambil kesimpulan.
Beberapa waktu yang lalu, teman saya yang lain bilang bahwa saya ini dapat dimasukkan kategori semi atheis. Entah dari sudut pandang mana muncul kategori semi atheis ini.
Menurut saya, dia salah besar juga.
Teman saya yang lain bilang, bahwa apa yang saya lakukan dan pikirkan bisa dibilang seperti sufi.
Kemarin siang , teman saya menggeleng-gelengkan kepalanya saat saya bilang, mana ada yang pernah ke sorga atau ke neraka.
Hari ini?…seorang teman berkomentar bahwa saya itu sebenarnya bukan atheis.. tp skeptis.
Yang pasti, saya bukan atheis. Jikalau banyak ungkapan pemikiran saya terlihat agak keluar jalur dari yang biasanya, ya maklumlah.. pikiran kita ini kan seperti kuda liar. Yang jika tidak di rem akan meloncat dan meronta ronta tanpa kendali.
Pikiran kita memang berbahaya. Jadi.. memang lebih baik tidak usah bermain main dengan pikiran. Jalani saja hidup apa adanya.
Beberapa waktu yang lalu, teman saya yang lain bilang bahwa saya ini dapat dimasukkan kategori semi atheis. Entah dari sudut pandang mana muncul kategori semi atheis ini.
Menurut saya, dia salah besar juga.
Teman saya yang lain bilang, bahwa apa yang saya lakukan dan pikirkan bisa dibilang seperti sufi.
Kemarin siang , teman saya menggeleng-gelengkan kepalanya saat saya bilang, mana ada yang pernah ke sorga atau ke neraka.
Hari ini?…seorang teman berkomentar bahwa saya itu sebenarnya bukan atheis.. tp skeptis.
Yang pasti, saya bukan atheis. Jikalau banyak ungkapan pemikiran saya terlihat agak keluar jalur dari yang biasanya, ya maklumlah.. pikiran kita ini kan seperti kuda liar. Yang jika tidak di rem akan meloncat dan meronta ronta tanpa kendali.
Pikiran kita memang berbahaya. Jadi.. memang lebih baik tidak usah bermain main dengan pikiran. Jalani saja hidup apa adanya.
Labels:
rerasan
Tuesday, November 14, 2006
Kompor Meleduk di Ciledug
Entah untuk keberapa kalinya dalam satu minggu ini, saya mendengar berita kebakaran di pemukiman lewat radio elsinta. Sepertinya lebih dari 3 kali kebakaran untuk kebakaran dalam satu pemukiman padat, dan mungkin beberapa kali lain kebakaran satuan dalam skala besar.
Wuih!! Prihatin saya mendengarnya, apalagi jika yang terbakar adalah pemukiman padat yang dihuni beratus ratus orang. Yang terbayang otomatis adalah, hari ini bakalan ada lagi orang orang yang kehilangan tempat bernaung dari panas terik, kasihan anak anaknya.
Bahan bangunan yang mudah terbakar pada area pemukiman padat tersebut menyebabkan, satu kebakaran kecil saja bisa dengan cepat melahap satu area yang cukup luas.
Berita tadi pagi yang saya dengar adalah kebakaran yang disebabkan oleh kompor meleduk. Iya kompor meleduk, bukan meledak.
Seharusnya jika pemilik kompor merupakan orang yang rajin dan selalu memeriksa keaadaan kompor, jangan sampai minyak tanah di wadah kompor tersebut habis sama sekali, sepertinya peristiwa kompor meleduk bakalan jarang terjadi.
Ah, kompor meleduk membawa ingatan saya kembali ke masa kecil.
Dulu, saat saya kecil, kompor bersumbu merupakan bagian dari dapur kecil dari rumah tempat tinggal saya yang juga kecil. Saya ingat sekali, dengan rutin ibu selalu membersihkan kompor tersebut, biasanya seminggu sekali atau dua minggu sekali, saya tidak begitu ingat. Namun, proses pembersihan kompor itu merupakan hal rutin yang saya lihat saat itu. Saya sendiri tidak ambil bagian dalam proses tersebut, maklum masih kecil, paling Cuma melihat prosesi tersebut.
Membersihkan kompor bersumbu merupakan hal penting jika kita memakai kompor model tersebut. Bagian jajaran sumbu yang melingkar, harus bersih dari arang arang kecil bekas sumbu yang terbakar. Sumbu yang sudah pendek harus diganti yang panjang. Kemudian sumbu tersebut harus memenuhi lubang sumbu dengan padat. Tidak boleh ada yang longgar, karena jika longgar, dikhawatirkan bisa terjatuh ke wadah minyak tanah, dan kemudian api dapat menyambar minyak tanah dari lobang sumbu tersebut.
Riskan sekali memakai kompor minyak tanah kalau tidak rajin membersihkannya.
Saya senang memperhatikan ibu kala proses pembersihan kompor berlangsung. Sambil berjongkok di sebelah ibu, Tanya ini Tanya itu. Atau ibu bercerita tentang apa saja sambil membenarkan kembali sumbu sumbu yang ada di lobang. Rasanya kangen juga dengan masa masa tersebut.
Tangan ibu yang kotor, alas Koran yang hitam karena jelaga, lap lap kotor di sebelah ibu. Dan akhirnya, kompor menjadi bersih kembali. Senang rasanya melihat kompor bersih. Nyala api kemudian menjadi biru kembali di kompor yang bersih tersebut.
Pada perkembangannya, model kompor bersumbu kemudian berubah,menjadi kompor dengan sumbu dari asbes, dengan wadah minyak tanah berada di samping dari gelas bening. Jadi, ada dua kompor dengan satu wadah minyak tanah di bagian tengah. Kompor seperti ini mungkin sedikit lebih aman daripada kompor yang bersumbu panjang dan banyak tersebut.
Walaupun demikian, ibu tetap rutin membersihkan kompor asbes tersebut, terutama di bagian nyala api, karena sumbu asbes juga dapat habis lama kelamaan, dan harus diganti dengan yang baru.
Yang pasti, proses pembersihan kompor sudah berubah ritualnya, tidak seperti saat kompor bersumbu banyak.
Usia yang bertambah, tidak otomatis membuat saya jadi lebih senang membantu ibu di dapur. Proses pembersihan jadi terlewatkan oleh saya. Sepertinya dapur merupakan bagian yang paling jarang saya jamah. Sehingga urusan kompor mengompor ini saya jadi tidak mengikuti dengan baik.
Sekarang, ibu di rumah sudah memakai kompor gas. Saya ingat sekali, sekitar 20 tahun yang lalu ibu sudah memakai kompor gas. Namun proses pergantian dari kompor minyak tanah ke kompor gas ini melalui proses yang sangat sangat a lot.
Ibu bertahan dengan kompor minyak tanahnya, sedang bapak ingin ganti kompor gas, karena memang saat itu kompor gas sudah mulai banyak di pakai di kalangan rumah tangga.
Ibu khawatir dengan urusan ledak meledak kalau pakai kompor gas, apalagi proses penyalaannya yang sedikit mengkhawatirkan. Sedang bapak ingin supaya dapur bersih, karena bakalan tidak ada panci atau wajan dengan pantat hitam lagi, lagian kan memang kompor gas sudah memasyarakat saat itu.
Ya.. begitulah. Saya ingat sekali proses itu. Saya sendiri pro yang mana coba? Ya pro yang pakai kompor gas lah. Kan lebih modern. Dan tidak repot beli minyak tanah dengan rutin beberapa hari sekali.
Proses perubahan pemakain kompor tersebut tidak saya ikuti dengan baik, karena saat itu saya sudah jadi anak kost di ngayojakarta. Dan jadilah saya bertambah jauh dari urusan dapur.
Kompor gas sendiri juga sebenarnya berbahaya, jika pemakai masih takut takut saat menyalakan apinya. Saat menyalakan api, jika api tidak keluar, yang keluar malah gas nya saja to. Sehingga kadang menyebabkan bau gas menyebar di rumah jika kelamaan tombol api tersebut buka, namun tidak keluar apinya. Selang gas yang bocor juga riskan.
Ya begitulah.
Semua hal yang berurusan dengan api memang riskan.
Tiba tiba jadi teringat, beberapa saat lalu tetangga depan keluar dengan teriak an kebakaran kebakaran. Dan ribut menanyakan nomor telepon pemadam.
Saya panik, apa yang terbakar? Ternyata kompornya terbakar. Bukan kompor yang terbakar sih sebenernya. Namun, di atas kompor yang wajannya penuh minyak goring, menyala api karena loncatan api dari bawah wajan. Nah, berhubung wajan penuh minyak, jadilah apinya agak besar dan kemudian menyambar kitchen set di atasnya.
Berhubung panik, oleh mereka tadi, itu api ditutup oleh anduk basah. Entah sudah berapa handuk basah ditutupkan di kompor tersebut. Namun api tetap menyala.
Lah… ?
Satu hal penting saat terjadi hal seperti itu adalah, jangan panik. Dan copot selang gas dari tabungnya. Then, api pasti akan padam karena sudah tidak ada gas yang mengalir.
Satu hal. Jangan panik. Kemudian, copot selang gas. Itu penting.
Untunglah, ibu tetangga depan tidak terburu-buru memanggil pemadam kebakaran, masalah sudah dapat diatasi dengan kedatangan saya dan satpam.
Dari kejadian tersebut, satu hal lagi yang perlu dicatat. Jangan menaruh kompor di bawah kitchen set. Ya… jika kita bikin kitchen set, kan memang di atas kompor seharusnya tidak ada apa apa. Namun, kan ada itu ibu ibu yang memaksakan diri menaruh kitchen set di atas kompor. Hal tersebut sangat berbahaya. Sangat sangat berbahaya, sudah beberapa kasus yang saya lihat dengan mata kepala sendiri, kitchen cabinet di atas kompor terbakar hangus di dapur.
Dan dari masalah kitchen set terbakar tersebut, beberapa orang yang saya kenal (terutama laki laki), jadi takut menyalakan kompor gas. Sumpah. Beneran. Adik ipar saya sama sekali tidak berani menyalakan api kompor gas. Bahkan hanya untuk memasak air untuk membuat mi instan. Yang kasihan kan anak anaknya, kalau pas ibunya pergi, pengin bikin mi, jadi bengong. Adik ipar saya ini benar benar trauma.
Sedang bude saya di pondok kopi sana, walaupun rumahnya gede magrong magrong, sampai sekarang tetep memakai kompor minyak tanah. Takut katanya. Jadi, jika saya ke dapur di rumah bude, terlihat tiga kompor minyak tanah dari ukuran besar sampai ukuran kecil. Dengan lokasi dapur di ruang dengan area terbuka di sampingnya, membuat saya teringat kembali dapur rumah saya saat kecil.
Ah.. dari urusan kompor minyak tanah sampai ke kompor gas. Cukup panjang ya ceritanya. Sepanjang orang orang yang antri akan membeli minyak tanah seperti yang terlihat di berita berita televisi. Tragis ya.
Walau bagaimanapun, ibu di rumah masih menyimpan kompor minyak tanah lho. Jarang dipakai, hanya dipakai saat: gas sedang langka (tahu sendiri lah, kadang kadang ada masa disaat gas jarang di pasaran dan membutuhkan mobilitas tinggi untuk berburu gas), atau untuk membuat ketupat atau lontong saat lebaran.
Kata ibu, kalau membuat ketupat atau lontong pakai kompor gas, tidak enak. Tidak gempi (bhs.Jawa), dan kenampakan lontongnya jadi tidak hijau cantik begitu. Nah lho!!!
Wuih!! Prihatin saya mendengarnya, apalagi jika yang terbakar adalah pemukiman padat yang dihuni beratus ratus orang. Yang terbayang otomatis adalah, hari ini bakalan ada lagi orang orang yang kehilangan tempat bernaung dari panas terik, kasihan anak anaknya.
Bahan bangunan yang mudah terbakar pada area pemukiman padat tersebut menyebabkan, satu kebakaran kecil saja bisa dengan cepat melahap satu area yang cukup luas.
Berita tadi pagi yang saya dengar adalah kebakaran yang disebabkan oleh kompor meleduk. Iya kompor meleduk, bukan meledak.
Seharusnya jika pemilik kompor merupakan orang yang rajin dan selalu memeriksa keaadaan kompor, jangan sampai minyak tanah di wadah kompor tersebut habis sama sekali, sepertinya peristiwa kompor meleduk bakalan jarang terjadi.
Ah, kompor meleduk membawa ingatan saya kembali ke masa kecil.
Dulu, saat saya kecil, kompor bersumbu merupakan bagian dari dapur kecil dari rumah tempat tinggal saya yang juga kecil. Saya ingat sekali, dengan rutin ibu selalu membersihkan kompor tersebut, biasanya seminggu sekali atau dua minggu sekali, saya tidak begitu ingat. Namun, proses pembersihan kompor itu merupakan hal rutin yang saya lihat saat itu. Saya sendiri tidak ambil bagian dalam proses tersebut, maklum masih kecil, paling Cuma melihat prosesi tersebut.
Membersihkan kompor bersumbu merupakan hal penting jika kita memakai kompor model tersebut. Bagian jajaran sumbu yang melingkar, harus bersih dari arang arang kecil bekas sumbu yang terbakar. Sumbu yang sudah pendek harus diganti yang panjang. Kemudian sumbu tersebut harus memenuhi lubang sumbu dengan padat. Tidak boleh ada yang longgar, karena jika longgar, dikhawatirkan bisa terjatuh ke wadah minyak tanah, dan kemudian api dapat menyambar minyak tanah dari lobang sumbu tersebut.
Riskan sekali memakai kompor minyak tanah kalau tidak rajin membersihkannya.
Saya senang memperhatikan ibu kala proses pembersihan kompor berlangsung. Sambil berjongkok di sebelah ibu, Tanya ini Tanya itu. Atau ibu bercerita tentang apa saja sambil membenarkan kembali sumbu sumbu yang ada di lobang. Rasanya kangen juga dengan masa masa tersebut.
Tangan ibu yang kotor, alas Koran yang hitam karena jelaga, lap lap kotor di sebelah ibu. Dan akhirnya, kompor menjadi bersih kembali. Senang rasanya melihat kompor bersih. Nyala api kemudian menjadi biru kembali di kompor yang bersih tersebut.
Pada perkembangannya, model kompor bersumbu kemudian berubah,menjadi kompor dengan sumbu dari asbes, dengan wadah minyak tanah berada di samping dari gelas bening. Jadi, ada dua kompor dengan satu wadah minyak tanah di bagian tengah. Kompor seperti ini mungkin sedikit lebih aman daripada kompor yang bersumbu panjang dan banyak tersebut.
Walaupun demikian, ibu tetap rutin membersihkan kompor asbes tersebut, terutama di bagian nyala api, karena sumbu asbes juga dapat habis lama kelamaan, dan harus diganti dengan yang baru.
Yang pasti, proses pembersihan kompor sudah berubah ritualnya, tidak seperti saat kompor bersumbu banyak.
Usia yang bertambah, tidak otomatis membuat saya jadi lebih senang membantu ibu di dapur. Proses pembersihan jadi terlewatkan oleh saya. Sepertinya dapur merupakan bagian yang paling jarang saya jamah. Sehingga urusan kompor mengompor ini saya jadi tidak mengikuti dengan baik.
Sekarang, ibu di rumah sudah memakai kompor gas. Saya ingat sekali, sekitar 20 tahun yang lalu ibu sudah memakai kompor gas. Namun proses pergantian dari kompor minyak tanah ke kompor gas ini melalui proses yang sangat sangat a lot.
Ibu bertahan dengan kompor minyak tanahnya, sedang bapak ingin ganti kompor gas, karena memang saat itu kompor gas sudah mulai banyak di pakai di kalangan rumah tangga.
Ibu khawatir dengan urusan ledak meledak kalau pakai kompor gas, apalagi proses penyalaannya yang sedikit mengkhawatirkan. Sedang bapak ingin supaya dapur bersih, karena bakalan tidak ada panci atau wajan dengan pantat hitam lagi, lagian kan memang kompor gas sudah memasyarakat saat itu.
Ya.. begitulah. Saya ingat sekali proses itu. Saya sendiri pro yang mana coba? Ya pro yang pakai kompor gas lah. Kan lebih modern. Dan tidak repot beli minyak tanah dengan rutin beberapa hari sekali.
Proses perubahan pemakain kompor tersebut tidak saya ikuti dengan baik, karena saat itu saya sudah jadi anak kost di ngayojakarta. Dan jadilah saya bertambah jauh dari urusan dapur.
Kompor gas sendiri juga sebenarnya berbahaya, jika pemakai masih takut takut saat menyalakan apinya. Saat menyalakan api, jika api tidak keluar, yang keluar malah gas nya saja to. Sehingga kadang menyebabkan bau gas menyebar di rumah jika kelamaan tombol api tersebut buka, namun tidak keluar apinya. Selang gas yang bocor juga riskan.
Ya begitulah.
Semua hal yang berurusan dengan api memang riskan.
Tiba tiba jadi teringat, beberapa saat lalu tetangga depan keluar dengan teriak an kebakaran kebakaran. Dan ribut menanyakan nomor telepon pemadam.
Saya panik, apa yang terbakar? Ternyata kompornya terbakar. Bukan kompor yang terbakar sih sebenernya. Namun, di atas kompor yang wajannya penuh minyak goring, menyala api karena loncatan api dari bawah wajan. Nah, berhubung wajan penuh minyak, jadilah apinya agak besar dan kemudian menyambar kitchen set di atasnya.
Berhubung panik, oleh mereka tadi, itu api ditutup oleh anduk basah. Entah sudah berapa handuk basah ditutupkan di kompor tersebut. Namun api tetap menyala.
Lah… ?
Satu hal penting saat terjadi hal seperti itu adalah, jangan panik. Dan copot selang gas dari tabungnya. Then, api pasti akan padam karena sudah tidak ada gas yang mengalir.
Satu hal. Jangan panik. Kemudian, copot selang gas. Itu penting.
Untunglah, ibu tetangga depan tidak terburu-buru memanggil pemadam kebakaran, masalah sudah dapat diatasi dengan kedatangan saya dan satpam.
Dari kejadian tersebut, satu hal lagi yang perlu dicatat. Jangan menaruh kompor di bawah kitchen set. Ya… jika kita bikin kitchen set, kan memang di atas kompor seharusnya tidak ada apa apa. Namun, kan ada itu ibu ibu yang memaksakan diri menaruh kitchen set di atas kompor. Hal tersebut sangat berbahaya. Sangat sangat berbahaya, sudah beberapa kasus yang saya lihat dengan mata kepala sendiri, kitchen cabinet di atas kompor terbakar hangus di dapur.
Dan dari masalah kitchen set terbakar tersebut, beberapa orang yang saya kenal (terutama laki laki), jadi takut menyalakan kompor gas. Sumpah. Beneran. Adik ipar saya sama sekali tidak berani menyalakan api kompor gas. Bahkan hanya untuk memasak air untuk membuat mi instan. Yang kasihan kan anak anaknya, kalau pas ibunya pergi, pengin bikin mi, jadi bengong. Adik ipar saya ini benar benar trauma.
Sedang bude saya di pondok kopi sana, walaupun rumahnya gede magrong magrong, sampai sekarang tetep memakai kompor minyak tanah. Takut katanya. Jadi, jika saya ke dapur di rumah bude, terlihat tiga kompor minyak tanah dari ukuran besar sampai ukuran kecil. Dengan lokasi dapur di ruang dengan area terbuka di sampingnya, membuat saya teringat kembali dapur rumah saya saat kecil.
Ah.. dari urusan kompor minyak tanah sampai ke kompor gas. Cukup panjang ya ceritanya. Sepanjang orang orang yang antri akan membeli minyak tanah seperti yang terlihat di berita berita televisi. Tragis ya.
Walau bagaimanapun, ibu di rumah masih menyimpan kompor minyak tanah lho. Jarang dipakai, hanya dipakai saat: gas sedang langka (tahu sendiri lah, kadang kadang ada masa disaat gas jarang di pasaran dan membutuhkan mobilitas tinggi untuk berburu gas), atau untuk membuat ketupat atau lontong saat lebaran.
Kata ibu, kalau membuat ketupat atau lontong pakai kompor gas, tidak enak. Tidak gempi (bhs.Jawa), dan kenampakan lontongnya jadi tidak hijau cantik begitu. Nah lho!!!
Labels:
hal lain yang menarik
Wednesday, November 08, 2006
Undangan Pernikahan ...... ????
Kemarin saya mendapat undangan pernikahan.
Bagus. Pilihan warnanya hitam putih dan abu abu. Desainnya,…. Lumayan. Cuma agak terlalu rame.
Ramenya dimana???
Foto pre-wedding nya ada 7 buah. Satu untuk cover depan, yang lain sisanya ada di bagian dalam. Tuh.. rame kan jadinya.
Dari segi jenis huruf yang dipakai.. juga terlalu rame juga. Ukurannya terlalu besar.
Dari segi seni fotografi,… ya.. dari skala 1 – 10, saya beri nilai 7 kali ya. Kalau nilai 6 kok sepertinya kasihan.
Jadi memang kemudian tampilan undangan tersebut jadinya ya…. Rame!
Namun.
Sekali lagi namun, bukan masalah tersebut yang jadi ganjelan buat saya.
Satu hal yang membuat saya kurang sreg adalah, pose pose pasangan yang akan menikah tersebut.
Si perempuan, mengenakan kebaya dan kain, rapi jali, pas di tubuh dan saya rasa tubuh si perempuan ini cukup semampai lah, dan di kepala bertengger kerudung yang menutup rambutnya rapat.
Si laki, tak usahlah saya gambarkan detail. Biasa aja. Apa sih model baju laki laki yang bisa dikomentarin.Paling cuma itu itu aja.
Nah. Posenya. Posenya itu lho. Kalau yang menerima saya, saya cuma bisa berkomentar gini.
“Lho, ini yang perempuan pake jilbab, kok pose nya di foto pake peluk peluk an pinggang sih sama si laki nya. Rangkulan, gandengan, pelukan, dan pandang memandang. Aneh. Niat ndak sih ini pake jilbab.”
Begitulah komentarku.
Entah apa komentar seorang kiai atau ustadz jika menerima undangan tersebut.
(sebenernya undangan pengin tak scan dan tak posting di sini, tapi kan harus minta ijin dulu kepada yang berwenang ya jika ingin memasang gambar orang lain??)
Lha yo aneh to. Sepengetahuan saya, memang ada perintah dalam agama Islam untuk para perempuan, agar menutup aurat. Begitu kan. Dengan harapan, agar mata laki laki tidak nyelonong ke mana mana, dan kemudian menimbulkan “….”. begitu kan?
Nah, kalau perempuan sudah menutup aurat, tapi dalam kehidupan sehari hari apa yang dilakukannya tidak menunjukkan azas kepatutan, perlukah aurat itu tetap ditutup.
Lha mending, biasa aja kan. Turutin aja standart dan norma yang berlaku di Indonesia. Budaya Indonesia yang begitu beragam, kan tidak perlu lagi ditambahi dengan satu budaya lagi yang asalnya nun jauh dari Arab sana. Ya kan?
Bagaimanapun, saya tetap berpendirian, jika seorang perempuan, sudah berani memakai jilbab, ia harus melakukan segala konsekuensinya. Harus!!!! Ya, setahu saya, dulu.... dulu nih, orang yang pakai jilbab itu orang yang sholatnya ndak pernah bolong dalam sehari, selalu santun baik dalam sikap dan ucapan. Biasanya bisa jadi teladan bagi orang lain. Mungkin juga, tiap hari mengaji… terus. Begitu.
Jangan setengah setengah. Jika hanya setengah setengah, mendingan tidak usah sama sekali, sehingga tidak menimbulkan gunjingan dan pandangan negatif dari orang lain.
Apalagi jika memakai jilbab, tapi buah dadanya menonjol jelas, pinggang dan pinggulnya juga tercetak sexy. Polah tingkahnya masih mencolok mata. Aduhai!!
Saya prihatin melihatnya. Jika memang masih pengin terlihat sexy, seharusnya jangan pakai jilbab dong.
Atau, memang budaya kita sudah berubah ya? Jilbab hanyalah sebuah asesories dari cara berpakaian. Jadi tidak ada konsekuensi yang mengikutinya…
Begitu kah? Jadi, walau sudah berjilbab, mau pacaran secara terbuka ya pacaran aja, mau gandengan ngalor ngidul, ya silakan. Mau cerita hal hal yang porno, santai aja. Begitu??
Jadi, budaya memakai jilbab yang dari sononya memang tidak mencerminkan apa apa (lha iya to? Di Arab sana, kan kerudung tidak mencerminkan muslim or non muslim, karena baju tersebut memang yang biasa di pakai di sana), di Indonesia berkembang dengan keadaan yang sama pula.
Ke-identik-an seorang yang memakai jilbab adalah muslimah yang santun sudah berubah.
Sehingga busana dilengkapi jilbab, sudah bukan menjadi busana muslimah lagi, namun hanya sekedar busana plus kerudung.
Dan kemudian, dalam perkembangannya, maka jilbab hanya akan menjadi salah satu asesories dalam berbusana dan bergaya, tidak ubahnya seperti topi, bando, jepit, pita, bros, sabuk dan lain lain.
Hanya merupakan tambahan asesori berbusana perempuan, yang selalu up to date mengikut fashion modelnya.
NB: Saya mohon maaf, jika tulisan tersebut di atas mungkin akan menyinggung teman teman yang berkerudung. Namun, tulisan di atas merupakan bentuk keprihatinan saya dengan tendensi busana berjilbab yang saat ini hanya merupakan gaya saja. Tanpa embel embel konsekwensi di balik alasan pemakaiannya.
Saya percaya teman teman blogfam pasti juga prihatin dengan perkembangan yang sekarang terjadi dan jelas di depan mata.
Bagus. Pilihan warnanya hitam putih dan abu abu. Desainnya,…. Lumayan. Cuma agak terlalu rame.
Ramenya dimana???
Foto pre-wedding nya ada 7 buah. Satu untuk cover depan, yang lain sisanya ada di bagian dalam. Tuh.. rame kan jadinya.
Dari segi jenis huruf yang dipakai.. juga terlalu rame juga. Ukurannya terlalu besar.
Dari segi seni fotografi,… ya.. dari skala 1 – 10, saya beri nilai 7 kali ya. Kalau nilai 6 kok sepertinya kasihan.
Jadi memang kemudian tampilan undangan tersebut jadinya ya…. Rame!
Namun.
Sekali lagi namun, bukan masalah tersebut yang jadi ganjelan buat saya.
Satu hal yang membuat saya kurang sreg adalah, pose pose pasangan yang akan menikah tersebut.
Si perempuan, mengenakan kebaya dan kain, rapi jali, pas di tubuh dan saya rasa tubuh si perempuan ini cukup semampai lah, dan di kepala bertengger kerudung yang menutup rambutnya rapat.
Si laki, tak usahlah saya gambarkan detail. Biasa aja. Apa sih model baju laki laki yang bisa dikomentarin.Paling cuma itu itu aja.
Nah. Posenya. Posenya itu lho. Kalau yang menerima saya, saya cuma bisa berkomentar gini.
“Lho, ini yang perempuan pake jilbab, kok pose nya di foto pake peluk peluk an pinggang sih sama si laki nya. Rangkulan, gandengan, pelukan, dan pandang memandang. Aneh. Niat ndak sih ini pake jilbab.”
Begitulah komentarku.
Entah apa komentar seorang kiai atau ustadz jika menerima undangan tersebut.
(sebenernya undangan pengin tak scan dan tak posting di sini, tapi kan harus minta ijin dulu kepada yang berwenang ya jika ingin memasang gambar orang lain??)
Lha yo aneh to. Sepengetahuan saya, memang ada perintah dalam agama Islam untuk para perempuan, agar menutup aurat. Begitu kan. Dengan harapan, agar mata laki laki tidak nyelonong ke mana mana, dan kemudian menimbulkan “….”. begitu kan?
Nah, kalau perempuan sudah menutup aurat, tapi dalam kehidupan sehari hari apa yang dilakukannya tidak menunjukkan azas kepatutan, perlukah aurat itu tetap ditutup.
Lha mending, biasa aja kan. Turutin aja standart dan norma yang berlaku di Indonesia. Budaya Indonesia yang begitu beragam, kan tidak perlu lagi ditambahi dengan satu budaya lagi yang asalnya nun jauh dari Arab sana. Ya kan?
Bagaimanapun, saya tetap berpendirian, jika seorang perempuan, sudah berani memakai jilbab, ia harus melakukan segala konsekuensinya. Harus!!!! Ya, setahu saya, dulu.... dulu nih, orang yang pakai jilbab itu orang yang sholatnya ndak pernah bolong dalam sehari, selalu santun baik dalam sikap dan ucapan. Biasanya bisa jadi teladan bagi orang lain. Mungkin juga, tiap hari mengaji… terus. Begitu.
Jangan setengah setengah. Jika hanya setengah setengah, mendingan tidak usah sama sekali, sehingga tidak menimbulkan gunjingan dan pandangan negatif dari orang lain.
Apalagi jika memakai jilbab, tapi buah dadanya menonjol jelas, pinggang dan pinggulnya juga tercetak sexy. Polah tingkahnya masih mencolok mata. Aduhai!!
Saya prihatin melihatnya. Jika memang masih pengin terlihat sexy, seharusnya jangan pakai jilbab dong.
Atau, memang budaya kita sudah berubah ya? Jilbab hanyalah sebuah asesories dari cara berpakaian. Jadi tidak ada konsekuensi yang mengikutinya…
Begitu kah? Jadi, walau sudah berjilbab, mau pacaran secara terbuka ya pacaran aja, mau gandengan ngalor ngidul, ya silakan. Mau cerita hal hal yang porno, santai aja. Begitu??
Jadi, budaya memakai jilbab yang dari sononya memang tidak mencerminkan apa apa (lha iya to? Di Arab sana, kan kerudung tidak mencerminkan muslim or non muslim, karena baju tersebut memang yang biasa di pakai di sana), di Indonesia berkembang dengan keadaan yang sama pula.
Ke-identik-an seorang yang memakai jilbab adalah muslimah yang santun sudah berubah.
Sehingga busana dilengkapi jilbab, sudah bukan menjadi busana muslimah lagi, namun hanya sekedar busana plus kerudung.
Dan kemudian, dalam perkembangannya, maka jilbab hanya akan menjadi salah satu asesories dalam berbusana dan bergaya, tidak ubahnya seperti topi, bando, jepit, pita, bros, sabuk dan lain lain.
Hanya merupakan tambahan asesori berbusana perempuan, yang selalu up to date mengikut fashion modelnya.
NB: Saya mohon maaf, jika tulisan tersebut di atas mungkin akan menyinggung teman teman yang berkerudung. Namun, tulisan di atas merupakan bentuk keprihatinan saya dengan tendensi busana berjilbab yang saat ini hanya merupakan gaya saja. Tanpa embel embel konsekwensi di balik alasan pemakaiannya.
Saya percaya teman teman blogfam pasti juga prihatin dengan perkembangan yang sekarang terjadi dan jelas di depan mata.
Labels:
rerasan
Tuesday, November 07, 2006
Album "Kekagumanku" by Chandra Darusman
Kadang kadang, hal hal kecil, sepele dan mungkin tidak begitu berharga dapat membuat seseorang terpekik girang.
Seperti yang terjadi minggu kemaren, lagi jalan jalan di ITC Kuningan, biasa nemenin temen temen yang berburu mp3 or cd bajakan itu… tiba tiba temenku menunjukkan album Chandra Darusman yang berjudul “Kekagumanku”..dalam format cd.. bajakan tentunya.. dia tahu aku cari cari kaset album itu udah kemana mana.
( Sebenernya agak nyesel, kenapa ada dalam format cd bajakan… tp ada ndak sih cd original nya? Belum sempat ke Duta Suara soalnya.)
Walah! Aku langsung terpekik girang seperti anak kecil dapat mainan yang diimpikannya.
Lha aku itu kan udah cari kaset nya Chandra Darusman yang lama itu baik yang album “Indahnya Sepi” maupun “Kekagumanku” di tempat pedagang kaset bekas di Jalan Surabaya, bahkan sampai tempat kaset bekas di kota kota lain, sampai sekarang belum nemu. Sampai nitip nitip pesen dan no telpon ke si tukang kaset loak itu supaya ditelpon kalau ada barang tersebut.
Bagi yang usianya seumuran aku.. pasti kenal deh dengan nama Chandra Darusman dan album solo maupun grupnya baik yang dengan Chaseiro atawa dengan Karimata nya…
Jaman jaman awal SMA sekitar tahun 83-84 an, lagu lagunya cukup terkenal. Dan dulu sempet punya kasetnya.. tp karena pernah ada peristiwa kebakaran kecil jadilah.. ilang semua koleksi kasetku… then, sekarang kalau ada kesempatan kerjanya berburu kaset kaset bekas jaman dulu.
Wah.. yang pasti.. aku seneng banget nemuin album “Kekagumanku” Chandra Darusman tersebut. Buat yang belum tahu, Chandra Darusman saat ini adalah bekas aktivis Yayasan Karya Cipta Indonesia, dia sempat ngurusin urusan hak cipta karya orang Indonesia, sebelum saat ini entah dia melanglang buana ke luar negeri.
Seperti yang terjadi minggu kemaren, lagi jalan jalan di ITC Kuningan, biasa nemenin temen temen yang berburu mp3 or cd bajakan itu… tiba tiba temenku menunjukkan album Chandra Darusman yang berjudul “Kekagumanku”..dalam format cd.. bajakan tentunya.. dia tahu aku cari cari kaset album itu udah kemana mana.
( Sebenernya agak nyesel, kenapa ada dalam format cd bajakan… tp ada ndak sih cd original nya? Belum sempat ke Duta Suara soalnya.)
Walah! Aku langsung terpekik girang seperti anak kecil dapat mainan yang diimpikannya.
Lha aku itu kan udah cari kaset nya Chandra Darusman yang lama itu baik yang album “Indahnya Sepi” maupun “Kekagumanku” di tempat pedagang kaset bekas di Jalan Surabaya, bahkan sampai tempat kaset bekas di kota kota lain, sampai sekarang belum nemu. Sampai nitip nitip pesen dan no telpon ke si tukang kaset loak itu supaya ditelpon kalau ada barang tersebut.
Bagi yang usianya seumuran aku.. pasti kenal deh dengan nama Chandra Darusman dan album solo maupun grupnya baik yang dengan Chaseiro atawa dengan Karimata nya…
Jaman jaman awal SMA sekitar tahun 83-84 an, lagu lagunya cukup terkenal. Dan dulu sempet punya kasetnya.. tp karena pernah ada peristiwa kebakaran kecil jadilah.. ilang semua koleksi kasetku… then, sekarang kalau ada kesempatan kerjanya berburu kaset kaset bekas jaman dulu.
Wah.. yang pasti.. aku seneng banget nemuin album “Kekagumanku” Chandra Darusman tersebut. Buat yang belum tahu, Chandra Darusman saat ini adalah bekas aktivis Yayasan Karya Cipta Indonesia, dia sempat ngurusin urusan hak cipta karya orang Indonesia, sebelum saat ini entah dia melanglang buana ke luar negeri.
Labels:
hal lain yang menarik
Wednesday, November 01, 2006
Sebelum Majapahit dan Setelah Majapahit ....
Membaca buku Arus Balik karya Pramoedya Ananta Toer ini, saya seolah olah terseret lagi ke masa lalu. Sebagaimana saya membaca buku Senopati Pamungkas nya Arswendo beberapa tahun lalu.
Begitu membuka bab pertama, serasa tak ingin berhenti untuk menyelesaikannya. Akhirnya dengan kadar paksaan yang cukup tinggi, selesai juga buku setebal… halaman tersebut kurang dari dua minggu.
Isinya? Sangat menarik dan seru. Namun kala kita membaca buku tersebut, memori kita akan sejarah harus dipisahkan secara jelas dengan kemampuan kita menyerap cerita fiksi dari om pram ini. kalau tidak, bakalan puyeng deh, karena bolak balik kita jadi memeras memori kita tentang pengetahuan sejarah Indonesia. Bener.
Bisa confuse bener bener deh. Atau bahkan kita bisa jadi tendensius dan memandang alur cerita yang ada adalah hal yang benar benar terjadi dalam salah satu periode sejarah Indonesia kita.
Latar belakang ceritanya berkisa antara akhir abad 15 menuju awal abad 16 saat kerajaan Majapahit sudah runtuh dan menjadi kadipaten atau kerajaan kecil kecil.
Saat dimana portugis mulai meraja lela melanglang buana ingin melebarkan dan memamerkan kemampuannya. Setting lokasi kadipaten Tuban, yang dahulu kala merupakan salah satu kota pelabuhan terkenal juga. Dari latar belakang cerita tersebut, jadi bisa dimengerti mengapa Tuban pada masa kemudian tidak menjadi Bandar pelabuhan besar lagi.
Kerajaan Demak, Pasundan dan beberapa kesultanan kecil kecil beriring berjalan bersama dalam cerita tersebut. Misalnya, Demak, Jepara, Lasem, Blambangan, dan beberapa wilayah lain di sekitar Tuban.
Disamping itu setting waktu yang menurut saya cukup penting adalah setting waktu saat Fatahilah menaklukkan Banten.
Wah.. cerita yang ada tentang fatahilah di banten, bisa bikin kita bingung deh. Berubah total kronologis sejarah Indonesia abad pertengahan.
Betapapun, perang dimanapun dan kapanpun di dunia ini, benar benar bukan hal yang bermanfaaat. Entah bagi yang diperangi maupun yang memerangi. Dibalik hal tersebut ada banyak orang tidak berdosa yang menjadi korban demi masalah politik dan kekuaaan belaka.
Satu hal yang penting dari buku ini menurutku adalah, seolah olah buku ini menggugat, mengapa kejayaan Majapahit tidak bisa dilanjutkan. Dahulu yang terjadi adalah ekspansi dari selatan ke utara, dari singosari ke melayu, ke campa, dan ke wilayah wilayah lain di sebelah utara.
Namun.. pada masa kemudian yang terjadi adalah.. ekspansi dari utara ke selatan. Dari negara Eropa ke Asia. Dari Portugis ke wilayah nusantara.
Itulah yang disebut arus balik.
Arus balik yang sudah jadi tidak terbendung lagi, bahkan sampai berlanjut dengan ekspansi Nederland yang jadi berurat berakar selama beratus ratus tahun tersebut.
Om Pram dengan kemampuan data sejarahnya yang kuat, dapat merangkai dengan bagus dan kuat dengan tokoh tokoh karakter fiksinya.
Sebagaimana buku cerita Senopati Pamungkas karangan Arswendo Atmowiloto yang tebelnya kurang lebih 20 cm karena terdiri dari dua jilid, cerita dengan latar belakang ambruknya raja kertanegara dan kemudian berlanjut dengan berdirinya kerajaan Majapahit oleh Raden Wijaya.
Arswendo juga piawai mengolah data sejarah yang cukup akurat dengan tokoh fiksi yang dia tempatkan. Iya lho, bener.. data sejarah bagus dan karakter fiksi yang bagus, dapat membuat kita jadi terhanyut antara mana yang nyata dan mana yang tidak nyata.
Tokoh Wiranggaleng di buku Arus Balik, adalah tokoh Upasara Wulung di Senopati Pamungkas.
Hebat. Saya jamin data sejarah yang tertulis sebagai setting pada kedua buku tersebut adalah akurat.
Jadi… memang kedua buku tersebut secara tidak langsung merupakan rangkaian cerita yang berlanjut walaupun mungkin kedua pengarang pengarang mungkin tidak bermaksud seperti itu.
Entah, mengapa bisa sama, siapa menginspirasikan siapa. Saya tidak tahu. Yang penting kedua buku tersebut…. Adalah buku yang bagus dan hebat menurut saya. Hanya orang pintar dengan kesadaran sejarah yang kuat yang dapat menulis buku buku tersebut.
Buat saya sendiri, buku Senopati Pamungkas adalah buku dengan isi yang sangat sangat membuat saya jadi sadar, bahwa hidup ini sangat murni jika kita dapat melewati batas batas tidak nyata yang dibikin oleh manusia itu sendiri.
Demikian juga buku Arus Balik, didalamnya banyak terkandung hal hal yang yang hampir sama, didalamnya Wiranggaleng dan Idayu banyak menggugat keberadaan batas batas tidak nyata yng dibikin oleh manusia dengan nama Tuhan.
Ada banyak gugatan dari hati nurani yang terdalam yang muncul jika kita membaca kedua buku tersebut di atas dengan mata dan hati sekaligus.
Begitu membuka bab pertama, serasa tak ingin berhenti untuk menyelesaikannya. Akhirnya dengan kadar paksaan yang cukup tinggi, selesai juga buku setebal… halaman tersebut kurang dari dua minggu.
Isinya? Sangat menarik dan seru. Namun kala kita membaca buku tersebut, memori kita akan sejarah harus dipisahkan secara jelas dengan kemampuan kita menyerap cerita fiksi dari om pram ini. kalau tidak, bakalan puyeng deh, karena bolak balik kita jadi memeras memori kita tentang pengetahuan sejarah Indonesia. Bener.
Bisa confuse bener bener deh. Atau bahkan kita bisa jadi tendensius dan memandang alur cerita yang ada adalah hal yang benar benar terjadi dalam salah satu periode sejarah Indonesia kita.
Latar belakang ceritanya berkisa antara akhir abad 15 menuju awal abad 16 saat kerajaan Majapahit sudah runtuh dan menjadi kadipaten atau kerajaan kecil kecil.
Saat dimana portugis mulai meraja lela melanglang buana ingin melebarkan dan memamerkan kemampuannya. Setting lokasi kadipaten Tuban, yang dahulu kala merupakan salah satu kota pelabuhan terkenal juga. Dari latar belakang cerita tersebut, jadi bisa dimengerti mengapa Tuban pada masa kemudian tidak menjadi Bandar pelabuhan besar lagi.
Kerajaan Demak, Pasundan dan beberapa kesultanan kecil kecil beriring berjalan bersama dalam cerita tersebut. Misalnya, Demak, Jepara, Lasem, Blambangan, dan beberapa wilayah lain di sekitar Tuban.
Disamping itu setting waktu yang menurut saya cukup penting adalah setting waktu saat Fatahilah menaklukkan Banten.
Wah.. cerita yang ada tentang fatahilah di banten, bisa bikin kita bingung deh. Berubah total kronologis sejarah Indonesia abad pertengahan.
Betapapun, perang dimanapun dan kapanpun di dunia ini, benar benar bukan hal yang bermanfaaat. Entah bagi yang diperangi maupun yang memerangi. Dibalik hal tersebut ada banyak orang tidak berdosa yang menjadi korban demi masalah politik dan kekuaaan belaka.
Satu hal yang penting dari buku ini menurutku adalah, seolah olah buku ini menggugat, mengapa kejayaan Majapahit tidak bisa dilanjutkan. Dahulu yang terjadi adalah ekspansi dari selatan ke utara, dari singosari ke melayu, ke campa, dan ke wilayah wilayah lain di sebelah utara.
Namun.. pada masa kemudian yang terjadi adalah.. ekspansi dari utara ke selatan. Dari negara Eropa ke Asia. Dari Portugis ke wilayah nusantara.
Itulah yang disebut arus balik.
Arus balik yang sudah jadi tidak terbendung lagi, bahkan sampai berlanjut dengan ekspansi Nederland yang jadi berurat berakar selama beratus ratus tahun tersebut.
Om Pram dengan kemampuan data sejarahnya yang kuat, dapat merangkai dengan bagus dan kuat dengan tokoh tokoh karakter fiksinya.
Sebagaimana buku cerita Senopati Pamungkas karangan Arswendo Atmowiloto yang tebelnya kurang lebih 20 cm karena terdiri dari dua jilid, cerita dengan latar belakang ambruknya raja kertanegara dan kemudian berlanjut dengan berdirinya kerajaan Majapahit oleh Raden Wijaya.
Arswendo juga piawai mengolah data sejarah yang cukup akurat dengan tokoh fiksi yang dia tempatkan. Iya lho, bener.. data sejarah bagus dan karakter fiksi yang bagus, dapat membuat kita jadi terhanyut antara mana yang nyata dan mana yang tidak nyata.
Tokoh Wiranggaleng di buku Arus Balik, adalah tokoh Upasara Wulung di Senopati Pamungkas.
Hebat. Saya jamin data sejarah yang tertulis sebagai setting pada kedua buku tersebut adalah akurat.
Jadi… memang kedua buku tersebut secara tidak langsung merupakan rangkaian cerita yang berlanjut walaupun mungkin kedua pengarang pengarang mungkin tidak bermaksud seperti itu.
Entah, mengapa bisa sama, siapa menginspirasikan siapa. Saya tidak tahu. Yang penting kedua buku tersebut…. Adalah buku yang bagus dan hebat menurut saya. Hanya orang pintar dengan kesadaran sejarah yang kuat yang dapat menulis buku buku tersebut.
Buat saya sendiri, buku Senopati Pamungkas adalah buku dengan isi yang sangat sangat membuat saya jadi sadar, bahwa hidup ini sangat murni jika kita dapat melewati batas batas tidak nyata yang dibikin oleh manusia itu sendiri.
Demikian juga buku Arus Balik, didalamnya banyak terkandung hal hal yang yang hampir sama, didalamnya Wiranggaleng dan Idayu banyak menggugat keberadaan batas batas tidak nyata yng dibikin oleh manusia dengan nama Tuhan.
Ada banyak gugatan dari hati nurani yang terdalam yang muncul jika kita membaca kedua buku tersebut di atas dengan mata dan hati sekaligus.
Labels:
hal lain yang menarik
Subscribe to:
Posts (Atom)