Tiba tiba saya merasa
Capek.
Ingin istirahat sejenak ...
Menjauh dari segalanya...
Tuesday, March 31, 2009
Wednesday, March 25, 2009
Ke pengajian ibu ibu yuk!!!!
Di lingkungan tempat tinggal saya, sudah ada pengajian ibu-ibu. Menurut tetangga yang ikut kegiatan tersebut, katanya sudah dua tahun umurnya. Namun pesertanya ya itu itu aja, ndak nambah nambah.
Saya sendiri tidak begitu tertarik untuk ikut, untuk satu alasan dan lain hal.
Setahun ini, entah sudah beberapa orang mengundang saya untuk join perkumpulan tersebut. Dan beberapa kali pula saya beri alasan untuk tidak menghadirinya.
Ndilalah, kersaning Allah, juga beberapa kali pas diajak, saya selalu ada acara pas hari Jumat malem. Biasa....
Nah, akhirnya Jumat kemarin, ndak bisa berkelit, karena tetangga yang paling baik dengan saya, malem malem langsung datang dan mengajak. Walah...!! bener bener ndak bisa nolak. Ndak etis juga kalau nolak. Wong jelas jelas saya di rumah gitu.
Akhirnya, saya ikut lah, namun saya bilang ke tetangga yang mengajak, bahwa saya akan lihat lihat dulu, bagaimana model pengajiannya, jadi ndak janji akan setuju bergabung.
Kebetulan malam itu pembahasan tafsir surat al baqarah ayat 249 - ... (memang modelnya pembahasan tafsir alquran ayat per ayat)..
Selesai kan?... ada pertanyaan??? ada..
tak pikir yang muncul adalah pertanyaan soal topik tersebut...
dalam hati saya pikir, wah seru ini kalau model gini, bisa diskusi tiap pertemuan dengan berbeda topik... karena tiap ketemu kan ayat yang dibahas beda beda pastinya..
eh.....lha kok yang muncul adalah pertanyaan tentang menutup aurat...??? ada tiga orang ibu ibu.. kok tanyanya sama semua... tentang aurat, tentang aurat dan tentang aurat...
hayah..!!! jauh panggang dari api...
Dan... saya cuma diem aja mendengar ibu ibu pada ribut soal menutup aurat...
habis.. tak pikir dari sebelas orang hadir plus saya, 9 orang berjilbab... dua orang tidak berjilbab, yaitu satu laki laki ... dan satunya saya..
inti pertanyaannya berhubungan dengan poin:
menutup aurat = surga
terlihat aurat = neraka..
dengan bermacam tipe pertanyaannya yang berintikan pahala dan dosa yang berhubungan dengan aurat.. dan endingnya masuk neraka or masuk sorga....!!!
Saya yang jelas jelas satu satunya orang yang tidak berjilbab, sama sekali cuek dengan pertanyaan mereka. Ndak ngaruh lagi ke saya urusan seperti itu.... mau dibilang ndak menutup aurat masuk neraka ya silakan...
Wong.. walaupun sekarang banyak orang menutup aurat... tp juga penonjolan auratnya juga kenceng.....
sama aja bohong!
Sebenarnya, ndak usah ikut pengajian gitu.., tp banyak membaca buku-buku, kita dapat memperoleh banyak hal, yang lebih dalam dan lebih bermakna... dan lebih jelas...
Ada aksi reaksi yang saling tanggap jika kita rajin meng eksplore buku buku ke agama an... entah agama apapun itu....
Sebenernya saya berharap banyak terhadap satu kelompok pengajian dengan model pembahasan tafsir al qur an begitu...
Akan banyak input dan output yang dihasilkan dari diskusi base on topik per topik.
hmmm...
and now, what I think is..
Kalau saja saya ndak inget nasihat si mr indigo yang memaksa saya spy mau mencoba ikut pengajian tersebut, dengan wejangannya bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan pengajian itu... ada terkandung dua hal.. selain urusannya dengan hablumminallah... tp ada habluminannaas.. (**maaf kalau tulisannya salah..)
so, hubungan antara manusia.... itu penting...
biar ndak jadi orang AUTIS di lingkungan kompleks.. makanya saya ikutan lah..
walaupun dengan sedikit terpaksa..
Ingat bahwa pada dasarnya kita ini hidup sendirian. Jauh dari orang tua, jauh dari saudara kandung, jauh dari sepupu..
Semua yang tinggal di sekeliling kita adalah orang lain..
Jadi... kalau ndak baik dengan lingkungan tempat tinggal kita, apa yang akan terjadi nanti....
Walaupun teman kita di facebook ratusan jumlahnya.. tp... kalau ndak kenal dengan tetangga kompleks... kita bisa apa???? Sama aja boong kan???
Jadi bener bener autis deh... spt temen temen yang kumpul dalam satu meja panjang tp.. pegang blackberry masing masing... yang ada... kumpulan di satu meja.. tp masing masing asik dengan gadget nya sendiri..
ndak inget tujuan kumpul kumpul itu apa...
Then,...... what next?
Kita lihat minggu ini..... apakah masih akan ada yang dapat mendorong saya mengikuti kegiatan pengajian ibu-ibu tersebut. Wait and see.. tergantung yang mendorong ini, seberapa kuatnya...
Saya sendiri tidak begitu tertarik untuk ikut, untuk satu alasan dan lain hal.
Setahun ini, entah sudah beberapa orang mengundang saya untuk join perkumpulan tersebut. Dan beberapa kali pula saya beri alasan untuk tidak menghadirinya.
Ndilalah, kersaning Allah, juga beberapa kali pas diajak, saya selalu ada acara pas hari Jumat malem. Biasa....
Nah, akhirnya Jumat kemarin, ndak bisa berkelit, karena tetangga yang paling baik dengan saya, malem malem langsung datang dan mengajak. Walah...!! bener bener ndak bisa nolak. Ndak etis juga kalau nolak. Wong jelas jelas saya di rumah gitu.
Akhirnya, saya ikut lah, namun saya bilang ke tetangga yang mengajak, bahwa saya akan lihat lihat dulu, bagaimana model pengajiannya, jadi ndak janji akan setuju bergabung.
Kebetulan malam itu pembahasan tafsir surat al baqarah ayat 249 - ... (memang modelnya pembahasan tafsir alquran ayat per ayat)..
Selesai kan?... ada pertanyaan??? ada..
tak pikir yang muncul adalah pertanyaan soal topik tersebut...
dalam hati saya pikir, wah seru ini kalau model gini, bisa diskusi tiap pertemuan dengan berbeda topik... karena tiap ketemu kan ayat yang dibahas beda beda pastinya..
eh.....lha kok yang muncul adalah pertanyaan tentang menutup aurat...??? ada tiga orang ibu ibu.. kok tanyanya sama semua... tentang aurat, tentang aurat dan tentang aurat...
hayah..!!! jauh panggang dari api...
Dan... saya cuma diem aja mendengar ibu ibu pada ribut soal menutup aurat...
habis.. tak pikir dari sebelas orang hadir plus saya, 9 orang berjilbab... dua orang tidak berjilbab, yaitu satu laki laki ... dan satunya saya..
inti pertanyaannya berhubungan dengan poin:
menutup aurat = surga
terlihat aurat = neraka..
dengan bermacam tipe pertanyaannya yang berintikan pahala dan dosa yang berhubungan dengan aurat.. dan endingnya masuk neraka or masuk sorga....!!!
Saya yang jelas jelas satu satunya orang yang tidak berjilbab, sama sekali cuek dengan pertanyaan mereka. Ndak ngaruh lagi ke saya urusan seperti itu.... mau dibilang ndak menutup aurat masuk neraka ya silakan...
Wong.. walaupun sekarang banyak orang menutup aurat... tp juga penonjolan auratnya juga kenceng.....
sama aja bohong!
Sebenarnya, ndak usah ikut pengajian gitu.., tp banyak membaca buku-buku, kita dapat memperoleh banyak hal, yang lebih dalam dan lebih bermakna... dan lebih jelas...
Ada aksi reaksi yang saling tanggap jika kita rajin meng eksplore buku buku ke agama an... entah agama apapun itu....
Sebenernya saya berharap banyak terhadap satu kelompok pengajian dengan model pembahasan tafsir al qur an begitu...
Akan banyak input dan output yang dihasilkan dari diskusi base on topik per topik.
hmmm...
and now, what I think is..
Kalau saja saya ndak inget nasihat si mr indigo yang memaksa saya spy mau mencoba ikut pengajian tersebut, dengan wejangannya bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan pengajian itu... ada terkandung dua hal.. selain urusannya dengan hablumminallah... tp ada habluminannaas.. (**maaf kalau tulisannya salah..)
so, hubungan antara manusia.... itu penting...
biar ndak jadi orang AUTIS di lingkungan kompleks.. makanya saya ikutan lah..
walaupun dengan sedikit terpaksa..
Ingat bahwa pada dasarnya kita ini hidup sendirian. Jauh dari orang tua, jauh dari saudara kandung, jauh dari sepupu..
Semua yang tinggal di sekeliling kita adalah orang lain..
Jadi... kalau ndak baik dengan lingkungan tempat tinggal kita, apa yang akan terjadi nanti....
Walaupun teman kita di facebook ratusan jumlahnya.. tp... kalau ndak kenal dengan tetangga kompleks... kita bisa apa???? Sama aja boong kan???
Jadi bener bener autis deh... spt temen temen yang kumpul dalam satu meja panjang tp.. pegang blackberry masing masing... yang ada... kumpulan di satu meja.. tp masing masing asik dengan gadget nya sendiri..
ndak inget tujuan kumpul kumpul itu apa...
Then,...... what next?
Kita lihat minggu ini..... apakah masih akan ada yang dapat mendorong saya mengikuti kegiatan pengajian ibu-ibu tersebut. Wait and see.. tergantung yang mendorong ini, seberapa kuatnya...
Labels:
hal lain yang menarik
Monday, March 23, 2009
Suatu sore di Taman Serayu, aku menunggu
Suatu sore pada suatu cafe bilangan taman serayu....menunggu ......
sambil minum kopi jahe... tape bakar coklat keju...
sendirian.... memandang rintik hujan...
Sore ini .............
Sendiri ...
Menunggu dan tetap menunggu...
walau tanpa secangkir kopi jahe.....
Namun tak pernah ada yang hadir kembali
Walau hanya sesaat..
Pada satu cafe di taman serayu.....
Akankah ada yang akan kembali??
Menjadi milikku lagi???
Ataukah penantianku akan sia sia
tidak akan ada yang akan kembali???
pada suatu tempat di taman serayu..
aku akan tetap menunggu....
walau cafe di tempat itu sudah lenyap...
walau hanya dengan secangkir teh pahit..
akan tetap ada penantian
di tanah priangan...
sambil minum kopi jahe... tape bakar coklat keju...
sendirian.... memandang rintik hujan...
Sore ini .............
Sendiri ...
Menunggu dan tetap menunggu...
walau tanpa secangkir kopi jahe.....
Namun tak pernah ada yang hadir kembali
Walau hanya sesaat..
Pada satu cafe di taman serayu.....
Akankah ada yang akan kembali??
Menjadi milikku lagi???
Ataukah penantianku akan sia sia
tidak akan ada yang akan kembali???
pada suatu tempat di taman serayu..
aku akan tetap menunggu....
walau cafe di tempat itu sudah lenyap...
walau hanya dengan secangkir teh pahit..
akan tetap ada penantian
di tanah priangan...
Labels:
fiksi
Friday, March 20, 2009
Si Mata Elang (5)
Membayangkan orang tua bakalan senang karena aku lolos sipenmaru membuat aku buru bur memacu kendaraan kembali ke rumah.
Sesampai di rumah, tidak ada hal lain yang aku ceritakan kecuali urusan sipenmaru. Hanya itu. Si mata elang tersimpan rapat dalam hati. Menjadi kegelisahan tersendiri setelah mengenalnya. Ingin jadi tahu lebih jauh soal dia.
Tiba-tiba, adikku melintas sepulang dia dari sekolah. Hah!! bodohnya aku. Adikku kan sekolah di SMA 1, wah bisa jadi agen untuk mengenal lebih jauh tentang si mata elang deh.
Kemudian berdua saya ngobrol dengan adik tentang si mata elang, namanya, fisiknya.
Halah, tidak perlu menunggu keesokan harinya, adik saya sudah tahu semua tentang dia. Ternyata dia cukup populer juga di SMA nya. Dan.. yang lebih parah, ternyata dia pacaran dengan teman sekelasnya.
Langsung aku mundur dengan teratur. Seperti tentara kalah perang. Hahahaha
Melihat kembali wajahnya via foto di facebook, membuat aku mengingat kembali mata elangnya, sikap kalemnya, hhhhh.....
Dan,... telah menjadi suami dari pacar SMA nya dulu..
Ah.. kenangan 23 tahun lalu yang tidak terlupakan.
(tamat)
Sesampai di rumah, tidak ada hal lain yang aku ceritakan kecuali urusan sipenmaru. Hanya itu. Si mata elang tersimpan rapat dalam hati. Menjadi kegelisahan tersendiri setelah mengenalnya. Ingin jadi tahu lebih jauh soal dia.
Tiba-tiba, adikku melintas sepulang dia dari sekolah. Hah!! bodohnya aku. Adikku kan sekolah di SMA 1, wah bisa jadi agen untuk mengenal lebih jauh tentang si mata elang deh.
Kemudian berdua saya ngobrol dengan adik tentang si mata elang, namanya, fisiknya.
Halah, tidak perlu menunggu keesokan harinya, adik saya sudah tahu semua tentang dia. Ternyata dia cukup populer juga di SMA nya. Dan.. yang lebih parah, ternyata dia pacaran dengan teman sekelasnya.
Langsung aku mundur dengan teratur. Seperti tentara kalah perang. Hahahaha
Melihat kembali wajahnya via foto di facebook, membuat aku mengingat kembali mata elangnya, sikap kalemnya, hhhhh.....
Dan,... telah menjadi suami dari pacar SMA nya dulu..
Ah.. kenangan 23 tahun lalu yang tidak terlupakan.
(tamat)
Labels:
cerita bersambung,
fiksi,
si mata elang
Thursday, March 19, 2009
Monday, March 16, 2009
Si Mata Elang (4)
Menunggu pengumuman Sipenmaru ternyata benar benar menjadi hal yang paling tidak mengenakkan buatku. Ndak enak makan, ndak enak tidur, ndak enak santai-santai, bahkan mau mau dolan dolan pun rasanya ndak enak. Seakan ada perasaan bersalah jika saya tidak prihatin selama proses menunggu itu.
Di rumah, di rumah dan dirumah.
Sehari sebelum pengumuman Sipenmaru, aku benar benar seperti orang stress. Harap-harap cemas. Apa yang akan aku lakukan kalau tidak lolos sipenmaru,.. adalah hal yang benar benar belum terpikir sama sekali.
Semalaman benar benar ndak bisa tidur.
Dan, begitu koran Suara Merdeka dateng pagi-pagi, aku langsung melompat dari tempat tidur dan mengambilnya dari teras rumah.
Lembar pengumuman langsung aku cari, dan.. lho...? kok begini model pengumumannya? pengumuman yang tertera hanya yang di terima di UNDIP dan IKIP Semarang. Dan tidak ada namaku di fakultas-fakultas yang aku pilih....
Lemas sudah. Tetangga sebelah kanan sudah ribut tanya aku, diterima atau ndak. Aku cuma bilang, ndak ada nomorku.
Namun aku ndak yakin, mosok iya, di pilihan kedua aku ndak diterima sama sekali... Iya Undip dan IKIP adalah pilihan kedua semua. Pilihan pertamaku ada di UGM semua.
Dan Suara Merdeka tidak melampirkan pengumuman peserta sipenmaru yang mengambil pilihan di universitas lain.
Akhirnya, aku putuskan melihat pengumuman di Undip saja. Biar lebih lega, kalau memang tidak diterima ya jelas.
Sekitar jam 9 pagi aku dengan bermotor menuju Undip. Sendirian, karena sedang tidak ingin berbagi kecemasan dengan teman-temanku.
Sampai di pelataran depan Undip, hanya tinggal kertas kertas pengumuman berserakan, kelihatannya kegiatan pembagian lembar pengumuman sudah dari pagi tadi. Hanya tinggal beberapa orang terlihat di area itu. Akhirnya, karena aku tidak mendapatkan lembar pengumuman nya, aku putuskan melihatnya di papan pengumuman.
Motor kubawa sekalian ke depan papan pengumuman, karena sudah sepi. Akhirnya, dengan mengurutkan nama dan nomor ujianku... Ah.. itu dia namaku. Thanks God.
Ternyata Suara Merdeka memang hanya mengumumkan orang orang yang diterima di Undip dan iKip. Tidak ada pengumuman bagi orang yang mengambil pilihan di tempat lain.
Lega. Aku telusuri lagi nama nama yang ada, mencari nama teman-teman. Hhhhh... kecil kecil banget nih. Harus lebih dekat nih lihatnya.
Saking seriusnya aku melihat nama-nama di papan pengumuman dengan mengurutkannya satu satu dengan ujung telunjukku, tidak sadar, aku menabrak orang di sebelahku yang juga sedang mengurutkan nama-nama di papan pengumuman.
Ah... begitu aku menengok ke orang tersebut untuk minta maaf, aku tercengang...
Tidak ada kata maaf terucap, hanya terkejut.
Dia, si mata elang. Ada di dekatku. Di sebelahku.
Untuk sejenak aku hanya berdiam diri. Sepertinya dia juga terkejut. Entah apa yang ada di benaknya. Aku dan dia hanya berpandangan, diam.
Namun yang pasti, apa yang ada di benakku adalah, hah.... bagaimana mungkin ini terjadi.
Hanya ucapan," eh kamu......" yang terucap dari mulutku. Si mata elang hanya tersenyum. Ini raut wajahnya sangat tegas. Alisnya tebal hitam rapi. Matanya, tajam dan dalam.
Deg deg an..
Kembali aku melihat ke papan pengumuman. Dia juga kembali menatap papan pengumuman.
Bergejolak hasrat di dada, ingin menyapa dan berbicara dengannya. Aku harus!. harus berani.
Akhirnya, setelah keheningan sesaat, aku beranikan diri bertanya.
"STAN, lolos ndak?"
Dia menjawab," Tidak. Kamu??"... aku jawab "tidak".
Akhirnya, karena aku juga ingin tahu, dia diterima sipenmaru atau ndak, aku tanya," sipenmaru? ada ?".....
jawabnya," ada... di teknik sipil. kamu?".... aku jawab," ada".
Diam dan hening datang lagi. Entah berapa lama keadaan itu terjadi. Namun tiba tiba aku sadar, tiba tiba hanya tinggal 4 atau 5 anak yang ada di sekitar papan pengumuman.
Ah. ya. Aku belum tahu namanya, namun dia tidak mengajak kenalan juga. Bagaimana mungkin dia tidak mengajak kenalan ? Aku sendiri? ngajak kenalan? ndak ah.... malu.
Dan tiba tiba, secara bersamaan, keluar kalimat sama terucap dari aku dan dia," mana namamu...??"
Dengan grogi, aku tunjukkan namaku dan dia juga tunjukkan namanya.
Akhirnya, aku bisa tahu namanya juga.....
Ah.. proses kenalan yang tidak wajar nih...
Setelah saling menunjukkan nama, keadaan jadi agak cair. Aku dan dia berbicara tentang tes masuk STAN dan AFS yang sama sama kita ikuti dulu.
Tiba-tiba datang temannya, mengajak pulang. Tidak sadar, sudah siang dan panas di pelataran pengumuman undip itu. Tapi aku dan dia ndak sadar, sudah lama ada di tempat itu.
Kita berpisah. Begitu saja. Hanya ucapan selamat atas keberhasilan lolos sipenmaru menjadi salam penutup kita.
Senyum menemani perjalananku pulang ke rumah. Bahagia bisa mengabarkan adanya namaku di pengumuman sipenmaru kali ini. Si mata elang juga membayangi langkahku. Senyuman dan pandangan matanya tidak lepas dari benakku.
(bersambung)
Di rumah, di rumah dan dirumah.
Sehari sebelum pengumuman Sipenmaru, aku benar benar seperti orang stress. Harap-harap cemas. Apa yang akan aku lakukan kalau tidak lolos sipenmaru,.. adalah hal yang benar benar belum terpikir sama sekali.
Semalaman benar benar ndak bisa tidur.
Dan, begitu koran Suara Merdeka dateng pagi-pagi, aku langsung melompat dari tempat tidur dan mengambilnya dari teras rumah.
Lembar pengumuman langsung aku cari, dan.. lho...? kok begini model pengumumannya? pengumuman yang tertera hanya yang di terima di UNDIP dan IKIP Semarang. Dan tidak ada namaku di fakultas-fakultas yang aku pilih....
Lemas sudah. Tetangga sebelah kanan sudah ribut tanya aku, diterima atau ndak. Aku cuma bilang, ndak ada nomorku.
Namun aku ndak yakin, mosok iya, di pilihan kedua aku ndak diterima sama sekali... Iya Undip dan IKIP adalah pilihan kedua semua. Pilihan pertamaku ada di UGM semua.
Dan Suara Merdeka tidak melampirkan pengumuman peserta sipenmaru yang mengambil pilihan di universitas lain.
Akhirnya, aku putuskan melihat pengumuman di Undip saja. Biar lebih lega, kalau memang tidak diterima ya jelas.
Sekitar jam 9 pagi aku dengan bermotor menuju Undip. Sendirian, karena sedang tidak ingin berbagi kecemasan dengan teman-temanku.
Sampai di pelataran depan Undip, hanya tinggal kertas kertas pengumuman berserakan, kelihatannya kegiatan pembagian lembar pengumuman sudah dari pagi tadi. Hanya tinggal beberapa orang terlihat di area itu. Akhirnya, karena aku tidak mendapatkan lembar pengumuman nya, aku putuskan melihatnya di papan pengumuman.
Motor kubawa sekalian ke depan papan pengumuman, karena sudah sepi. Akhirnya, dengan mengurutkan nama dan nomor ujianku... Ah.. itu dia namaku. Thanks God.
Ternyata Suara Merdeka memang hanya mengumumkan orang orang yang diterima di Undip dan iKip. Tidak ada pengumuman bagi orang yang mengambil pilihan di tempat lain.
Lega. Aku telusuri lagi nama nama yang ada, mencari nama teman-teman. Hhhhh... kecil kecil banget nih. Harus lebih dekat nih lihatnya.
Saking seriusnya aku melihat nama-nama di papan pengumuman dengan mengurutkannya satu satu dengan ujung telunjukku, tidak sadar, aku menabrak orang di sebelahku yang juga sedang mengurutkan nama-nama di papan pengumuman.
Ah... begitu aku menengok ke orang tersebut untuk minta maaf, aku tercengang...
Tidak ada kata maaf terucap, hanya terkejut.
Dia, si mata elang. Ada di dekatku. Di sebelahku.
Untuk sejenak aku hanya berdiam diri. Sepertinya dia juga terkejut. Entah apa yang ada di benaknya. Aku dan dia hanya berpandangan, diam.
Namun yang pasti, apa yang ada di benakku adalah, hah.... bagaimana mungkin ini terjadi.
Hanya ucapan," eh kamu......" yang terucap dari mulutku. Si mata elang hanya tersenyum. Ini raut wajahnya sangat tegas. Alisnya tebal hitam rapi. Matanya, tajam dan dalam.
Deg deg an..
Kembali aku melihat ke papan pengumuman. Dia juga kembali menatap papan pengumuman.
Bergejolak hasrat di dada, ingin menyapa dan berbicara dengannya. Aku harus!. harus berani.
Akhirnya, setelah keheningan sesaat, aku beranikan diri bertanya.
"STAN, lolos ndak?"
Dia menjawab," Tidak. Kamu??"... aku jawab "tidak".
Akhirnya, karena aku juga ingin tahu, dia diterima sipenmaru atau ndak, aku tanya," sipenmaru? ada ?".....
jawabnya," ada... di teknik sipil. kamu?".... aku jawab," ada".
Diam dan hening datang lagi. Entah berapa lama keadaan itu terjadi. Namun tiba tiba aku sadar, tiba tiba hanya tinggal 4 atau 5 anak yang ada di sekitar papan pengumuman.
Ah. ya. Aku belum tahu namanya, namun dia tidak mengajak kenalan juga. Bagaimana mungkin dia tidak mengajak kenalan ? Aku sendiri? ngajak kenalan? ndak ah.... malu.
Dan tiba tiba, secara bersamaan, keluar kalimat sama terucap dari aku dan dia," mana namamu...??"
Dengan grogi, aku tunjukkan namaku dan dia juga tunjukkan namanya.
Akhirnya, aku bisa tahu namanya juga.....
Ah.. proses kenalan yang tidak wajar nih...
Setelah saling menunjukkan nama, keadaan jadi agak cair. Aku dan dia berbicara tentang tes masuk STAN dan AFS yang sama sama kita ikuti dulu.
Tiba-tiba datang temannya, mengajak pulang. Tidak sadar, sudah siang dan panas di pelataran pengumuman undip itu. Tapi aku dan dia ndak sadar, sudah lama ada di tempat itu.
Kita berpisah. Begitu saja. Hanya ucapan selamat atas keberhasilan lolos sipenmaru menjadi salam penutup kita.
Senyum menemani perjalananku pulang ke rumah. Bahagia bisa mengabarkan adanya namaku di pengumuman sipenmaru kali ini. Si mata elang juga membayangi langkahku. Senyuman dan pandangan matanya tidak lepas dari benakku.
(bersambung)
Labels:
cerita bersambung,
fiksi,
si mata elang
Friday, March 13, 2009
SRIMULAT di Kick Andy
Habis nonton Kick Andy, lumayan bisa ketawa ngakak. Bintang tamunya orang orang Srimulat. Entah, baru hari ini bisa ketawa lepas gara gara lihat acara TV. Biasanya,... males banget, bahkan acara yang lucu pun sudah ndak bisa ketawa. Mati rasa.
Mungkin karena sudah lama sekali tidak pernah nonton Srimulat di TV ya, jadi malah bisa ketawa. Kalau tiap minggu nonton, seperti jaman di saluran Indosiar yang tiap minggu ada srimulat, kali malah sudah ndak bisa ketawa juga. Mati rasa juga.
Srimulat sendiri buat saya cukup fenomenal. Saya inget sekali, pertama kali saya nonton srimulat langsung di panggung, saat saya dolan ke Surabaya waktu kelas 6 SD. Saat itu, rasanya seru banget, masih SD tapi diajak nonton pertunjukan malam oleh kakak kakak sepupu saya.
Bahkan pada masa masa kemudian, nonton Srimulat adalah sesuatu yang istimewa dan membanggakan, karena masih dibawah umur tp boleh pulang malam. Demikian juga jika di ajak nonton wayang orang di Ngesti Pandowo ataupun Sri Wanito mesti saya pulang tengah malam, naik becak.
Walah.. bangganya... bisa pulang malam... hahahaha!!! Walaupun kadang dijadikan kedok sebagai orang ketiga oleh om om dan bulik bulik saya yang tidak boleh pergi berdua karena dilarang kakek kalau hanya berduaan pergi malam. Tapi cuek aja. Pacaran pacaran sana, saya mah nonton pertunjukan aja.
Seingat saya, saat di Indosiar rutin ada acara srimulat tiap rabu malam (kalau tidak salah), saya juga sering rutin sengaja menunggu. Biar ngantuk ngantuk juga saya tunggu.
Namun dengan berjalannya waktu dan kedewasaan berpikir, saya lama lama tidak bisa ketawa lagi kalau nonton srimulat.
Itulah saat saya mulai tidak nonton srimulat lagi.
Nonton personil srimulat lagi saat ada acara Ketoprak Humor, yang notabene semua anggotanya eks pemain srimulat. Tadinya rutin tiap malem minggu nonton ketoprak humor.
Eh, lama lama urat ketawa saya mati juga. Ndak bisa ketawa lagi.
Karena lawakan mereka kalah bersaing dengan lawakan orang orang di dalam kehidupan yang sebenarnya. Pelawak kalah bersaing dengan anggota DPR, pejabat aneh, koruptor, bankir dan lain lain yang polah tingkahnya lucu dan ajaib.
Hmmmm
Rasanya fresh banget tadi, bisa ketawa ngakak lihat lawakan ala Srimulat lagi, walau cuma sepotong demi sepotong.
Jadi sadar, ternyata urat ketawaku masih belum putus.
Mungkin karena sudah lama sekali tidak pernah nonton Srimulat di TV ya, jadi malah bisa ketawa. Kalau tiap minggu nonton, seperti jaman di saluran Indosiar yang tiap minggu ada srimulat, kali malah sudah ndak bisa ketawa juga. Mati rasa juga.
Srimulat sendiri buat saya cukup fenomenal. Saya inget sekali, pertama kali saya nonton srimulat langsung di panggung, saat saya dolan ke Surabaya waktu kelas 6 SD. Saat itu, rasanya seru banget, masih SD tapi diajak nonton pertunjukan malam oleh kakak kakak sepupu saya.
Bahkan pada masa masa kemudian, nonton Srimulat adalah sesuatu yang istimewa dan membanggakan, karena masih dibawah umur tp boleh pulang malam. Demikian juga jika di ajak nonton wayang orang di Ngesti Pandowo ataupun Sri Wanito mesti saya pulang tengah malam, naik becak.
Walah.. bangganya... bisa pulang malam... hahahaha!!! Walaupun kadang dijadikan kedok sebagai orang ketiga oleh om om dan bulik bulik saya yang tidak boleh pergi berdua karena dilarang kakek kalau hanya berduaan pergi malam. Tapi cuek aja. Pacaran pacaran sana, saya mah nonton pertunjukan aja.
Seingat saya, saat di Indosiar rutin ada acara srimulat tiap rabu malam (kalau tidak salah), saya juga sering rutin sengaja menunggu. Biar ngantuk ngantuk juga saya tunggu.
Namun dengan berjalannya waktu dan kedewasaan berpikir, saya lama lama tidak bisa ketawa lagi kalau nonton srimulat.
Itulah saat saya mulai tidak nonton srimulat lagi.
Nonton personil srimulat lagi saat ada acara Ketoprak Humor, yang notabene semua anggotanya eks pemain srimulat. Tadinya rutin tiap malem minggu nonton ketoprak humor.
Eh, lama lama urat ketawa saya mati juga. Ndak bisa ketawa lagi.
Karena lawakan mereka kalah bersaing dengan lawakan orang orang di dalam kehidupan yang sebenarnya. Pelawak kalah bersaing dengan anggota DPR, pejabat aneh, koruptor, bankir dan lain lain yang polah tingkahnya lucu dan ajaib.
Hmmmm
Rasanya fresh banget tadi, bisa ketawa ngakak lihat lawakan ala Srimulat lagi, walau cuma sepotong demi sepotong.
Jadi sadar, ternyata urat ketawaku masih belum putus.
Labels:
acara televisi
Thursday, March 12, 2009
Si Mata Elang (3)
Hanya belajar dan belajar yang aku kerjakan di rumah. Puasa Senin Kamis, itu yang diajarkan ibu. Ibu sendiri juga ikut puasa senin kamis.....Menjelang Sipenmaru, kegiatanku ya hanya belajar soal soal terus menerus.
Mau main??? Ndak nyaman, belum dapat sekolahan kok mau seneng seneng.
Suatu siang, datang tukang pos, menyerahkan surat dari BPPT. Panggilan untuk tes lagi di Jakarta. Jadi inget, beberapa bulan lalu saat ada pengumuman dari BPPT tentang adanya program AFS. Hmmm, ternyata harus ke Jakarta lagi.
Belajar lagi, lagi dan lagi. Apalagi di surat itu tertulis, soal ujian dalam bentuk essay, bukan multiple choice.
Tiba saat keberangkatan ke Jakarta lagi. Sedikit khawatir, karena pastilah persaingan ujian akan ketat sekali, mengingat nilai rapor yang terkirim hanyalah nilai pas pas an.
Berangkat bersama bulik, karena ibu tidak dapat bolos terus menerus, dan kebetulan juga bulik ada urusan di Jakarta.
Dengan kereta bisnis seperti biasa aku ke Jakarta.
Dan... terpana aku melihat si mata elang, di peron Stasiun Tawang. Sendirian, tanpa teman.
Aku lihat dia juga memandangku.
Ingin aku menghampiri dan menyapanya. Namun, apa daya? kenal saja tidak.
Bagaimanapun, kontak yang terjadi hanyalah kontak mata, itupun sesaat. Namun, tiba tiba aku sadar, bisa jadi dia juga ikut tes yang sama.
Perasaan tersebut membuat aku nyaman. Ada rasa kebersamaan walaupun itu hanya datang dari sisiku.
Ujian tersebut dilakukan selama dua hari berturut-turut di tempat yang sama dengan ujian masuk STAN sebelumnya. Bedanya? peserta saat ini tidak sebanyak peserta ujian masuk STAN yang lalu.
Aku langsung tahu, bahwa hasil ujian ini pasti jelek, karena semua soal Fisika, Kimia, Biologi dan Matematika berupa essay.
Biarlah, namanya juga usaha. Tidak ada salahnya.
Kebetulan, sekitar sehari atau dua setelah tes tersebut adalah pengumuman hasil ujian STAN kemarin. Daripada bolak balik menghabiskan ongkos transport, maka aku sekalian nunggu pengumuman STAN tersebut.
Hasilnya??? tidak lolos.
Sedih? iya. Menangis? tidak.
Aku masih punya harapan dengan ujian Sipenmaru.
Untuk sesaat, lupa aku dengan hal-hal yang berkaitan dengan si mata elang. Lenyap seiring dengan masa penantianku akan Sipenmaru dan hasilnya. Sekolah lebih penting daripada urusan seperti itu. Toh, kenal pun tidak. Apalagi tahu namanya.
(bersambung)
Mau main??? Ndak nyaman, belum dapat sekolahan kok mau seneng seneng.
Suatu siang, datang tukang pos, menyerahkan surat dari BPPT. Panggilan untuk tes lagi di Jakarta. Jadi inget, beberapa bulan lalu saat ada pengumuman dari BPPT tentang adanya program AFS. Hmmm, ternyata harus ke Jakarta lagi.
Belajar lagi, lagi dan lagi. Apalagi di surat itu tertulis, soal ujian dalam bentuk essay, bukan multiple choice.
Tiba saat keberangkatan ke Jakarta lagi. Sedikit khawatir, karena pastilah persaingan ujian akan ketat sekali, mengingat nilai rapor yang terkirim hanyalah nilai pas pas an.
Berangkat bersama bulik, karena ibu tidak dapat bolos terus menerus, dan kebetulan juga bulik ada urusan di Jakarta.
Dengan kereta bisnis seperti biasa aku ke Jakarta.
Dan... terpana aku melihat si mata elang, di peron Stasiun Tawang. Sendirian, tanpa teman.
Aku lihat dia juga memandangku.
Ingin aku menghampiri dan menyapanya. Namun, apa daya? kenal saja tidak.
Bagaimanapun, kontak yang terjadi hanyalah kontak mata, itupun sesaat. Namun, tiba tiba aku sadar, bisa jadi dia juga ikut tes yang sama.
Perasaan tersebut membuat aku nyaman. Ada rasa kebersamaan walaupun itu hanya datang dari sisiku.
Ujian tersebut dilakukan selama dua hari berturut-turut di tempat yang sama dengan ujian masuk STAN sebelumnya. Bedanya? peserta saat ini tidak sebanyak peserta ujian masuk STAN yang lalu.
Aku langsung tahu, bahwa hasil ujian ini pasti jelek, karena semua soal Fisika, Kimia, Biologi dan Matematika berupa essay.
Biarlah, namanya juga usaha. Tidak ada salahnya.
Kebetulan, sekitar sehari atau dua setelah tes tersebut adalah pengumuman hasil ujian STAN kemarin. Daripada bolak balik menghabiskan ongkos transport, maka aku sekalian nunggu pengumuman STAN tersebut.
Hasilnya??? tidak lolos.
Sedih? iya. Menangis? tidak.
Aku masih punya harapan dengan ujian Sipenmaru.
Untuk sesaat, lupa aku dengan hal-hal yang berkaitan dengan si mata elang. Lenyap seiring dengan masa penantianku akan Sipenmaru dan hasilnya. Sekolah lebih penting daripada urusan seperti itu. Toh, kenal pun tidak. Apalagi tahu namanya.
(bersambung)
Labels:
cerita bersambung,
fiksi,
si mata elang
Memasak bagi anak, bukan hal yang berbahaya.
Semenjak anak anak saya berusia 7 tahun, saya sudah membiarkan mereka berada di sekitar saya saat saya di dapur. Mau membantu dalam bentuk apapun saya biarkan. Deket deket kompor juga oke oke aja. Bahkan saya ajari mereka menyalakan kompor dengan benar. Tidak pernah saya larang jika mereka ingin membantu menyalakan kompor saat saya memasak.
Saat mereka ingin memasak sendiri entah itu telur dadar, atau telur mata sapi saya dampingi dan saya arahkan bagaimana yang aman.
Bahkan mau bikin indomie sendiri pake telur juga saya ajari, buang air bekas rebusan mi, kuah mi pake air termos.
Sekarang saat si bontot juga sudah bisa masak telur sendiri, bahkan bikin pancake sendiri... sesuai resep standard.
alangkah indahnya hidup ini..
hahahha... tidak direwelin anak anak.....
Entah saya ini ibu yang males.. atau ibu yang senang anaknya bisa melakukan apa apa sendiri??
wakakakak... kelihatannya perpaduan dua duanya.
yang pasti.... mereka sekarang tidak pernah ribut jika pengin makan telur or mi???
Si bontot bisa bikin pancake sendiri, tanpa salah.
Si tengah masak air sendiri jika ingin mandi air hangat.
Si sulung.. nggoreng nuget dan csnya sendiri..
Jadi... ternyata kita sebagai ibu, tidak perlu melarang mereka jika ingin melakukan kegiatan di dapur. Diajari yang aman, diarahkan, didampingi... itu lebih memberikan keuntungan baik untuk mereka maupun bagi ibu, daripada dilarang deket deket kompor.
Akhirnya,... lega.. jika suatu hari si mbak ndak ada lagi.... semua dapat dikendalikan.
Asalkan semua bahan lengkap ada di dapur...
Labels:
kegiatan harian
Wednesday, March 11, 2009
Si Mata Elang (2)
Ujian masuk STAN di Istora Senayan, membuat aku sedikit bingung. Bagaimana bisa konsentrasi mengerjakan soal soal ujian langsung bersinggungan dengan panas matahari dan silaunya lapangan hijau?
Begitu mendapatkan pintu masuk sesuai yang tertera pada kartu ujian, aku pamitan pada ibu dan saudara sepupu yang mengantar kami. Sedikit grogi karena sendirian, namun tidak cukup mengerikan untuk membuat aku keder. Tidak ada satupun orang yang aku kenal di area sekitarku.
Soal dibagi dan langsung dikerjakan.
Sebagian besar dapat aku kerjakan dengan penuh keyakinan. Semuanya. Keluar dari stadion utama Senayan dengan penuh kepuasan. Usaha sudah dilakukan, hanya satu tangan yang akan menentukan apakah aku lulus atau tidak.
Menuju stasiun Gambir malam harinya, karena ini bukan kunjungan wisata, jadi begitu tujuan utama sudah dilakukan, langsung pulang ke Semarang. Apalagi ibu bukan pengangguran yang bisa meninggalkan tugasnya lama lama.
Lega, mendapatkan tempat duduk pada kereta bisnis Senja Utama walaupun tanpa pesan. Seperti biasa, koran adalah bawaan wajib waktu naik kereta. Jam awal perjalanan akan jadi teman yang baik menghabiskan waktu, dan mulai tengah malah akan jadi alas yang baik untuk mengistirahatkan kaki.
Tanda kereta akan berangkat sudah berbunyi, aku dan ibu yang memang sudah ada di dalam gerbong sejak tadi hanya melihat kesibukan orang orang yang saling berpamitan. Kereta berjalan lambat, dan... oooops!
Si mata elang terlihat memasuki gerbong keretaku dengan satu orang temannya. Mungkin dua temannya tinggal di Jakarta.
Mataku bertemu pandang dengan matanya, sejenak, kaget. Namun, aku tak berani melanjutkan pandangan yang sudah bertemu untuk sesaat untuk dijadikan pertemuan ucapan.
Aku turunkan pandanganku ke arah koran yang sedang aku pegang. Kubaca kalimat kalimat yang berbaris tanpa satupun masuk ke otakku.
Dia dan temannya pun lewat tempat dudukku tanpa kata, karena ku tutupi seluruh pandanganku dengan koran.
Sibuk bertanya-tanya dalam hati, kok bisa satu gerbong lagi ya?...
Namun sepertinya tempat duduknya berbeda jauh dengan tempat dudukku.
Ah....
sejenak gejolak jiwa remaja menggelora, tergoda untuk mencari dimana tempat duduknya....
namun... apa pentingnya buatku????
apakah dia juga memperhatikanku?...
belum tentu....
rasa minderku membuatku membuang jauh jauh keinginanku untuk mencari dan memperhatikan si mata elang.
Perjalanan Jakarta Semarang pun menjadi perjalanan yang panjang dan penuh usaha melirikkan ekor mataku, siapa tahu si mata elang duduk di jangkauan pandanganku.
Namun sia-sia, tidak terlihat sosoknya barang sebentar. Haruskah aku berdiri dan berpura pura ke toilet kereta agar tahu dimana tempat duduknya???
Sepertinya itu usaha terakhir untuk dapat mengetahui dimana si mata elang berada.
Saat kembali dari toilet kereta, berjalan di gang kereta, aku menangkap matanya. Untuk sesaat aku sakit jantung mendadak. Pandang mataku bertemu pandang dengan matanya.
Dia duduk beberapa baris di belakangku. Wajah laki laki yang berkarakter, mata yang tajam, namun dapat membuat aku tersihir untuk bisa jadi deg deg an ndak karuan.
Perjalanan dari toilet ke tempat dudukku yang hanya beberapa langkah, terasa lama dan mempesona. Tatapan tajam matanya masih lekat erat di benakku, sampai sekarang.
Sesampai di stasiuan Tawang, sia sia aku mencoba mencari sosoknya. Hilang dalam kerumunan penumpan yang sama sama ingin cepat sampai tujuan dan istirahat.
Siapa si mata elang itu ya? Mengapa dia tidak mengajak aku berkenalan? Apakah perasaan takutnya sama dengan perasaan takutku?
.......
(bersambung)
Begitu mendapatkan pintu masuk sesuai yang tertera pada kartu ujian, aku pamitan pada ibu dan saudara sepupu yang mengantar kami. Sedikit grogi karena sendirian, namun tidak cukup mengerikan untuk membuat aku keder. Tidak ada satupun orang yang aku kenal di area sekitarku.
Soal dibagi dan langsung dikerjakan.
Sebagian besar dapat aku kerjakan dengan penuh keyakinan. Semuanya. Keluar dari stadion utama Senayan dengan penuh kepuasan. Usaha sudah dilakukan, hanya satu tangan yang akan menentukan apakah aku lulus atau tidak.
Menuju stasiun Gambir malam harinya, karena ini bukan kunjungan wisata, jadi begitu tujuan utama sudah dilakukan, langsung pulang ke Semarang. Apalagi ibu bukan pengangguran yang bisa meninggalkan tugasnya lama lama.
Lega, mendapatkan tempat duduk pada kereta bisnis Senja Utama walaupun tanpa pesan. Seperti biasa, koran adalah bawaan wajib waktu naik kereta. Jam awal perjalanan akan jadi teman yang baik menghabiskan waktu, dan mulai tengah malah akan jadi alas yang baik untuk mengistirahatkan kaki.
Tanda kereta akan berangkat sudah berbunyi, aku dan ibu yang memang sudah ada di dalam gerbong sejak tadi hanya melihat kesibukan orang orang yang saling berpamitan. Kereta berjalan lambat, dan... oooops!
Si mata elang terlihat memasuki gerbong keretaku dengan satu orang temannya. Mungkin dua temannya tinggal di Jakarta.
Mataku bertemu pandang dengan matanya, sejenak, kaget. Namun, aku tak berani melanjutkan pandangan yang sudah bertemu untuk sesaat untuk dijadikan pertemuan ucapan.
Aku turunkan pandanganku ke arah koran yang sedang aku pegang. Kubaca kalimat kalimat yang berbaris tanpa satupun masuk ke otakku.
Dia dan temannya pun lewat tempat dudukku tanpa kata, karena ku tutupi seluruh pandanganku dengan koran.
Sibuk bertanya-tanya dalam hati, kok bisa satu gerbong lagi ya?...
Namun sepertinya tempat duduknya berbeda jauh dengan tempat dudukku.
Ah....
sejenak gejolak jiwa remaja menggelora, tergoda untuk mencari dimana tempat duduknya....
namun... apa pentingnya buatku????
apakah dia juga memperhatikanku?...
belum tentu....
rasa minderku membuatku membuang jauh jauh keinginanku untuk mencari dan memperhatikan si mata elang.
Perjalanan Jakarta Semarang pun menjadi perjalanan yang panjang dan penuh usaha melirikkan ekor mataku, siapa tahu si mata elang duduk di jangkauan pandanganku.
Namun sia-sia, tidak terlihat sosoknya barang sebentar. Haruskah aku berdiri dan berpura pura ke toilet kereta agar tahu dimana tempat duduknya???
Sepertinya itu usaha terakhir untuk dapat mengetahui dimana si mata elang berada.
Saat kembali dari toilet kereta, berjalan di gang kereta, aku menangkap matanya. Untuk sesaat aku sakit jantung mendadak. Pandang mataku bertemu pandang dengan matanya.
Dia duduk beberapa baris di belakangku. Wajah laki laki yang berkarakter, mata yang tajam, namun dapat membuat aku tersihir untuk bisa jadi deg deg an ndak karuan.
Perjalanan dari toilet ke tempat dudukku yang hanya beberapa langkah, terasa lama dan mempesona. Tatapan tajam matanya masih lekat erat di benakku, sampai sekarang.
Sesampai di stasiuan Tawang, sia sia aku mencoba mencari sosoknya. Hilang dalam kerumunan penumpan yang sama sama ingin cepat sampai tujuan dan istirahat.
Siapa si mata elang itu ya? Mengapa dia tidak mengajak aku berkenalan? Apakah perasaan takutnya sama dengan perasaan takutku?
.......
(bersambung)
Labels:
cerita bersambung,
fiksi,
si mata elang
Tuesday, March 10, 2009
Si Mata Elang (1)
Menemukan sebuah nama lewat facebook, membuatku kembali ke masa remajaku saat lulus SMA dan sedang sibuk mencari sekolahan ke sana kemari.
Orang tua bilang, harus cari sekolah negeri, atau sekolah dengan ikatan dinas, karena mereka tidak mampu jika harus membiayai sekolahku ke perguruan tinggi swasta.
.......
Memasuki peron stasiun Tawang, siap dengan tas baju dan oleh oleh untuk saudara yang ada di Jakarta. Kereta bisnis Semarang Jakarta baru akan berangkat jam 7 malam nanti.
Mataku menangkap anak anak seusiaku, berempat, sepertinya akan ke Jakarta juga. Ah.. palingan juga anak-anak yang akan main ke Jakarta, demikian pikirku.
Pemberitahuan bahwa kereta akan segera berangkat membuat aku dan ibu bergegas memasuki gerbong kereta. Mencari nomor tempat duduk, menaruh barang dan kemudian duduk dengan nyamannya. Kereta bisnis saat itu lumayan bagus, karena belum ada kereta eksekutif seperti sekarang ini.
Begitu tepat kereta bergerak perlahan, tiba-tiba rombongan anak anak yang tadi sudah aku lihat di peron, memasuki gerbongku, dan.... ooops... duduk tepat di belakang kursiku....
Ada satu mata elang yang menarik perhatianku.
Mata yang tenang, tajam dan berkharisma.
Hmm.. mendengar celotehan mereka dari tempat dudukku, membuat aku tertawa sendiri. Dan daripada bengong, aku lebih memilih membaca buku soal latihan untuk masuk STAN yang dulu aku beli saat pendaftaran. Ibu lebih senang berdiam diri, karena anak anak itu sudah rame sendiri.
Sepertinya si mata elang tahu aku sedang mengerjakan soal soal STAN, mungkin waktu dia jalan di selasar melihat aku dan buku soalku tersebut. Kasak kusuk mereka membuat aku tahu, bahwa mereka juga kan mengikuti ujian masuk STAN. Dan dari celotehan mereka juga, aku tahu mereka anak SMA 1.
Capek membaca soal soal latihan yang sudah berkali kali aku bolak balik, akhirnya kuputuskan untuk membaca koran. Iseng.
Rupanya anak anak itu menunggu kesempatan tersebut, begitu aku terlihat memegang koran, si mata elang dengan sopan meminjam buku soal soal masuk STAN tersebut.
Ehm... dengan senang hati aku meminjamkan. Tanpa basa basi dan tanpa pendahuluan perkenalan lebih dulu sekalipun.
Kudengar mereka kemudian sibuk mengerjakan soal soal yang ada di buku tersebut.
Syukurlah... buku tersebut dapat berguna juga untuk orang lain.
Menjelang masuk stasiun Gambir, si mata elang mengembalikan buku tersebut dengan ucapan terima kasih dan senyuman yang kalem. Mau tanya nama, malu, karena si mata elang juga tidak menanyakan namaku. Sifat diam dan penutupku terhadap orang baru, membuat aku menjaga jarak dan tidak ingin beramah tamah dengan gerombolan anak laki laki tersebut.
Aku dan ibu turun di stasiun Gambir tanpa menoleh sedikitpun ke arah anak anak tersebut. Ibu juga tidak menyinggung sama sekali soal peminjaman buku soal tersebut.
.....
(bersambung)
Orang tua bilang, harus cari sekolah negeri, atau sekolah dengan ikatan dinas, karena mereka tidak mampu jika harus membiayai sekolahku ke perguruan tinggi swasta.
.......
Memasuki peron stasiun Tawang, siap dengan tas baju dan oleh oleh untuk saudara yang ada di Jakarta. Kereta bisnis Semarang Jakarta baru akan berangkat jam 7 malam nanti.
Mataku menangkap anak anak seusiaku, berempat, sepertinya akan ke Jakarta juga. Ah.. palingan juga anak-anak yang akan main ke Jakarta, demikian pikirku.
Pemberitahuan bahwa kereta akan segera berangkat membuat aku dan ibu bergegas memasuki gerbong kereta. Mencari nomor tempat duduk, menaruh barang dan kemudian duduk dengan nyamannya. Kereta bisnis saat itu lumayan bagus, karena belum ada kereta eksekutif seperti sekarang ini.
Begitu tepat kereta bergerak perlahan, tiba-tiba rombongan anak anak yang tadi sudah aku lihat di peron, memasuki gerbongku, dan.... ooops... duduk tepat di belakang kursiku....
Ada satu mata elang yang menarik perhatianku.
Mata yang tenang, tajam dan berkharisma.
Hmm.. mendengar celotehan mereka dari tempat dudukku, membuat aku tertawa sendiri. Dan daripada bengong, aku lebih memilih membaca buku soal latihan untuk masuk STAN yang dulu aku beli saat pendaftaran. Ibu lebih senang berdiam diri, karena anak anak itu sudah rame sendiri.
Sepertinya si mata elang tahu aku sedang mengerjakan soal soal STAN, mungkin waktu dia jalan di selasar melihat aku dan buku soalku tersebut. Kasak kusuk mereka membuat aku tahu, bahwa mereka juga kan mengikuti ujian masuk STAN. Dan dari celotehan mereka juga, aku tahu mereka anak SMA 1.
Capek membaca soal soal latihan yang sudah berkali kali aku bolak balik, akhirnya kuputuskan untuk membaca koran. Iseng.
Rupanya anak anak itu menunggu kesempatan tersebut, begitu aku terlihat memegang koran, si mata elang dengan sopan meminjam buku soal soal masuk STAN tersebut.
Ehm... dengan senang hati aku meminjamkan. Tanpa basa basi dan tanpa pendahuluan perkenalan lebih dulu sekalipun.
Kudengar mereka kemudian sibuk mengerjakan soal soal yang ada di buku tersebut.
Syukurlah... buku tersebut dapat berguna juga untuk orang lain.
Menjelang masuk stasiun Gambir, si mata elang mengembalikan buku tersebut dengan ucapan terima kasih dan senyuman yang kalem. Mau tanya nama, malu, karena si mata elang juga tidak menanyakan namaku. Sifat diam dan penutupku terhadap orang baru, membuat aku menjaga jarak dan tidak ingin beramah tamah dengan gerombolan anak laki laki tersebut.
Aku dan ibu turun di stasiun Gambir tanpa menoleh sedikitpun ke arah anak anak tersebut. Ibu juga tidak menyinggung sama sekali soal peminjaman buku soal tersebut.
.....
(bersambung)
Labels:
cerita bersambung,
fiksi,
si mata elang
Saturday, March 07, 2009
Kembang Kemboja pertamaku...
Bulan lalu dapat stek an kamboja jepang.... satu batang,... dua hari lalu mulai muncul kuncup... dan hari ini sudah mekar...
senengnya.......
Labels:
hal lain yang menarik
Subscribe to:
Posts (Atom)