Terbayang, bagaimana tantangan saat menuju ke sana.
Pulau Taliabu, ada di gugusan Kepulauan Sula di wilayah Prov Maluku Utara.
Saya yang seminggu sebelumnya ada di Kalimantan Selatan, tidak punya waktu berlebih untuk explore lebih lanjut soal P. Taliabu ini. Padatnya jadwal kerja membuat saya hanya konsentrasi untuk hal hal yang kena tenggat waktu saja.
Dari Banjarmasin, saya menuju Bandara Sukarno Hatta, transit saja langsung menuju Ternate, dan diteruskan menuju Sanana. Sanana adalah ibu kota Kabupaten Kepulauan Sula. Sanana sendiri ada di Pulau Sulabesi
Sanana merupakan kota yang cukup kecil, bahkan saya sangsi, apakah sebagai kota, Sanana sudah siap untuk menjadi kota Kabupaten. Luasnya tidak seberapa, dari ujung ke ujung tidak akan sampai setengah jam, kota sudah habis.Sebagaimana di Ternate, jangan harap ada sinyal XL di kota ini. Hanya Satelindo dan Telkomsel yang masih eksis di sini.
Ada empat hotel (judulnya) di kota ini, namun dari bangunannya sepertinya berasal dari rumah berukuran besar yang kemudian dijadikan hotel.
Kotanya sepi, saat siang menjelang sore seperti kota tidur.
Toko toko di jalan utama tutup pada siang hari. Satu alasan yang kuat untuk menutup toko adalah, listrik selalu mati dari jam setengah dua siang sampai jam 6 sore.
Kota ini tepat berada di tepi pantai, walaupun begitu, sumur sumurnya tidak ada yang asin atau payau. Bening. padahal kadang-kadang sumurnya tidak lebih dari 10 meter dari bibir pantai.
Sorenya panjang di kota ini, maklum walaupun waktu nya masuk WIT, tp agak agak ke tengah, jadi ya gitu deh,... jam 6 sore masih terang benderang.
Akhirnya, tibalah saya siap siap menuju P.Taliabu. Perjalanan ke sana hanya dapat ditempuh melalui laut. Memakai speedboat, atau memakai kapal kayu. Pilih salah satu. Yang membedakan keduanya hanyalah lama jarak tempuh.
Akhirnya diputuskan menggunakan speedboat, jarak tempuh 10-12 jam tergantung kondisi di perjalanan.
Alamak!! 12 jam di atas laut, pake speedboat kecil pula, panas e..... ampun!!!
Dari Sanana sekitar jam 8 pagi, sampai di Desa Lede (kecamatan Lede) sekitar jam 18.30. Di sini kita memasuki WITA, jadi beda satu jam lebih lambat dari Sanana.
Bayang bayang kekhawatiran rada sirna, walaupun tidak ada sinyal GSM sama sekali, namun masih ada wartel telepon satelit di sini. Lumayan, masih dapat berhubungan dengan dunia luar, walau suara putus putus.
Dan satu yang pasti.. masih ada aliran PLN di sini.. syukurlah.. bisa agak melek deh, walau listrik menyala hanya dari jam 6 sore sampai jam 6 pagi, lumayan.
Desa Lede adalah desa di tepi pantai P.Taliabu di sebelah barat.
Perjalanan berlanjut ke beberapa desa lain di wilayah P.Taliabu Sebelah Barat dan Barat Laut.
Dari beberapa desa yang saya datangi, dapat dilihat adanya dua kelompok penduduk mayor, yaitu penduduk lokal, dan penduduk pendatan.
Penduduk lokal merupakan penduduk asli P.Taliabu bernama Suku Mange e. Mereka merupakan penduduk yang tadinya merupakan penduduk dengan kegiatan ladang berpindah. Namun seiring dengan perubahan jaman, mereka sebagian sudah mulai melakukan kegiatan pertanian menetap, dan tinggal menetap pula.
Seperti biasa dominasi pendatang sangat kentara di pulau ini. Dominasi penduduk dari Buton sangat besar, selain karena mereka adalah pedagang, kemampuan dan keuletan mereka dalam bekerja membuat mereka mendapatkan penghasilan yang lebih daripada penduduk lokal.
Tidak ada hal spesifik yang spesial yang dapat saya ceritakan tentang suku ini. Selain, minoritasnya dari suku pendatang. Ingin saya deskripsikan, namun,... di posting berikutnya saja ya....
Diluar semua itu, saya dapat gambar gambar indah dari pulau Taliabu. Mudah mudah an tetap indah sampai beberapa puluh tahun kedepan, walaupun saya ndak begitu yakin.
Masih ada cerita dan foto foto lain, berlanjut ke Taliabu II ya???
(BERSAMBUNG)