Tuesday, November 11, 2014
Tuesday, October 28, 2014
JALAN SUNYI LEO KRISTI
Lahir di Surabaya pada 8 Agustus 1949, Imam Sukarno besar dalam keluarga priyayi. Karena berasi bintang Leo, ia biasa dipanggil Leo. Ayahnya, seorang birokrat pajak, suatu hari mewariskan sebuah gitar Ibanez hitam kepadanya. Leo yang iri melihat abangnya, Boni, diwariskan keris merajuk. “Gitar itu keris saktimu,” ujar ayahnya yang memahami bakat musik Leo. Keris sakti itulah yang kemudian disingkat menjadi nama keduanya: Kristi.
Kendati dibesarkan dalam lingkungan kelas menengah, Leo kecil biasa bermain dengan anak-anak kampung di dekat rumahnya. Mereka kerap bernyanyi bersama, sambil memainkan kecrekan yang terbuat dari tutup botol. Menginjak usia remaja, Leo mulai suka berkelana. Ia senang menumpang kereta sampai ke perbatasan kota Surabaya. Sementara ia bersekolah Katholik yang sering melibatkannya bersenandung dalam paduan suara gereja. Minat musik membuatnya belajar memetik gitar, antara lain, kepada Tino Kerdijk.
Bakat lainnya, menggambar, mendorong Leo muda kuliah di Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya. Tapi, ia ternyata lebih asyik bermusik, lalu meninggalkan kampusnya. Bersama mendiang Gombloh, Leo Kristi membentuk kelompok musik Lemon Trees pada akhir 1960-an. Ia juga sempat membentuk band dengan Harry Dharsono yang kini terkenal sebagai desainer. Berduet dengan Titi Ajeng dalam duo Leo Christy, ia kerap membawakan balada-balada Bob Dylan, Joan Baez, Nana Mouskouri, Cat Stevens, Simon and Garfunkel, Peter, Paul and Mary, serta lagu-lagu Latin.
Pada awal 1970-an, Leo Kristi menggubah lagu pertamanya, Serenada Pagi 1971. Bersama Naniel dan Mung Sriwiyana, ia akhirnya membentuk Konser Rakyat Leo Kristi pada 1975, dengan vokalis perempuan kakak beradik, Jilly dan Lita. Penampilan mereka berlima dalam Festival Folk Song di Gedung Merdeka, Bandung menarik perhatian majalah musik Aktuil untuk merekamnya. Kemudian lahirlah album pertama Konser Rakyat Leo Kristi, Nyanyian Fajar, pada 1975.
Tembang-tembang Leo Kristi yang merambah musik folk, Latin, etnik, hingga gambus, dengan lirik-lirik balada yang puitis, langsung menarik perhatian publik. Keseharian hidup nelayan yang penuh risiko dinyanyikan tidak dengan menghiba, tapi penuh semangat, dalam lagu Lenggang Lenggung Badai Lautku. Potret kereta ekonomi yang berjejalan dan seorang guru yang berjualan di stasiun untuk menambah penghasilannya terekam dalam Di Deretan Rel-rel. Optimisme petani ditembangkan dengan liris dan berderap dalam Nyanyian Fajar. Spiritualisme muncul mengharukan dalam Nyanyian Maria. Sebuah lagu cinta yang indah pun menyelinap dalam Nyanyian Musim.
Sebuah perusahaan rekaman di Jakarta, Irama Tara, tertarik merekam album kedua Konser Rakyat Leo Kristi, Nyanyian Malam, pada 1977. Religiositas, cinta, heroisme, catatan perjalanan, dan keseharian hidup rakyat kecil berkelindan apik. Lagu pembukanya, Nyanyian Malam, merekam jalan sunyi Leo Kristi dalam kehidupan pribadi dan sosialnya, namun diteguhkan spiritualitasnya: “hanya setitik sinar-Mu/ ketika kuberjalan/ di sisi terali-terali/ setinggi lima kaki/ yang membatasi diriku/ dengan dunia sekelilingku/ dengan cinta di hatimu/ dengan keagungan-Mu”.
Setahun kemudian lahir album ketiga, Nyanyian Tanah Merdeka, yang diakui Leo Kristi paling sukses di pasar. Gulagalugu Suara Nelayan yang menghadirkan melodi tembang Madura, Tanduk Majeng, menjadi hits dan “lagu kebangsaan” Konser Rakyat Leo Kristi yang selalu ditagih penggemarnya setiap manggung. Sederet karya Leo Kristi dalam album ini pun kemudian populer seperti Salam Dari Desa, Lewat Kiaracondong, Hitam Putih, Kereta Laju, Tepi Surabaya, dan Kaki Langit Cintaku Berlabuh.
Pada 1979, Suara Emas Record mengedarkan album keempat Konser Rakyat Leo Kristi, Nyanyian Cinta. Rekaman ini sangat personal. Lantunan azan dalam Anna Rebana bersahutan dengan lonceng gereja dalam Baptis Theresia. Vokal Leo Kristi disemberkan, suara tuts piano dihantam, dan cengceng berderak dalam Layar Asmara yang bernuansa musik eksperimental. Riuh kokok ayam membuka Siti Komariah, dilanjutkan dengan denting piano yang lincah. Seorang pengamen siter waria asal Banyuwangi diajak Leo masuk studio dalam Dimas Kajat Zulaikha. Sebuah nyanyian pujaan kepada tanah air, Mutiara Pertiwi, pun mengalir gagah.
Eksperimen musik Leo Kristi semakin kental dengan nuansa etnik dan bunyi dalam album kelima Konser Rakyat, Nyanyian Tambur Jalan, yang direkam Akurama Record pada 1980. Aroma musik Banyuwangi hingga Bali menyeruak riuh. Kritik sosial yang tajam dalam Komedi Badut Pasar Malam, berpadu dengan jalan hidup yang sederhana dalam Sayur Asam Kacang Panjang. Gelora cinta tanah air dalam Dirgahayu Indonesia Raya, berdampingan dengan kerinduan kekasih dalam Bra Bra Desember.
Periode Nyanyian dalam lima album, kemudian dilanjutkan dengan periode Lintasan. Pada 1983, muncul album keenam Konser Rakyat, Lintasan Hijau Hitam. Lirik-lirik Leo Kristi mendedahkan problem-problem makro: kritik pembangunan yang berpusat di ibukota dalam Sayang Disayang Oh Jakarta, modernisasi kota kelahirarnnya dalam Surabaya Bernyanyi, modal asing Jepang dalam Nippon Banzai Nippon, militerisme dalam Sepatu Larsa, pluralisme dalam Synagoga-synagoga, suka-duka negeri dalam Minna Minkum Nusantara, dan lain-lain.
Sayang, album ketujuh Konser Rakyat yang telah direkam, Lintasan Biru Emas, tidak jadi beredar pada 1985. Di sini ada sebuah lagu elok yang digubah Leo Kristi dalam perjalanannya di Sulawesi, Biru Emas Bintang Tani. Liriknya sebuah catatan perjalanan Nusantara dari zaman prasejarah di lembah megalit Besoa, pedalaman Sulawesi Tengah, sekitar 500 tahun Sebelum Masehi, hingga abad ke-20. Jika dalam album Lintasan Hijau Hitam nunsa musik gambang kromong dan gamelan terdengar, musik krambangan yang mengiringi suku Kaili menari bersama semalam suntuk (bedero) menjadi intro Biru Emas Bintang Tani. Album ini diperkuat personil baru Konser Rakyat Leo Kristi dari Palu, Sulawesi Tengah (Ote Teguh Abadi, Yana dan Nona Van Derkley) serta Komang Dawan dan Cok Bagus dari Bali.
Pada 1985 juga lahir album the best of Konser Rakyat Leo Kristi, Salam Dari Desa dan Di Deretan Rel-rel, yang banyak menggunakan teknologi baru seperti drum machine (Sukapura I), multisound keyboard (Nyanyian Fajar, Beludru Sutra Dusunku). Album ini menandai perubahan aransemen musik yang sebelumnya didominasi instrumen akustik, dengan memanfaatkan teknologi digital. Yang menarik, dalam Nyanyian Fajar, rekaman pidato dua presiden, Soekarno dan Soeharto, dikutip menjelang coda lengking tangisan bayi. Seperti menyambut kedatangan zaman baru, Indonesia yang merdeka dari cengkeraman rezim Orde Lama maupun Orde Baru.
Lima tahun kemudian, Leo Kristi tiba-tiba muncul dengan album kesembilan yang direkam di Bali, Diapenta Anak Merdeka. Berdua dengan seorang gadis remaja asal Surabaya, Cecilia, Leo bernyanyi dengan aransemen musik yang lebih ngepop, seperti Nafas Anak Merdeka dan Halte Remaja. Gitar elektrik bahkan melengking dalam Bra Bra Desember, sebuah lagu lama dari album Nyanyian Tanah Merdeka yang diaransemen rock. Biru Emas Bintang Tani juga bersalin rupa menjadi Nikah Lari Kertagosa, dengan beberapa baris puisi di awal dan akhir lagu. Seikar Mawar Eliza dari album Nyanyian Cinta pun di-repackage dengan riuh sound keyboard dan perkusi. Dua nyanyian cinta yang indah, Tembang Dia Hati dan Kata Hati Nikah, menghadirkan nuansa gamelan Bali, Melayu, serta Timor. Sebuah balada kematian, Bintang Pelangi, pun menyelusup apik selaksa requiem perpisahan.
Wajah Konser Rakyat Leo Kristi yang ngepop mencapai puncaknya pada 1993 dengan album kesepuluh, Catur Paramita, yang diaransemen Ian Antono. Sentuhan rock gitaris God Bless ini terasa dalam lagu Hitam, Putih, Hyang. Sahabat Leo di Surabaya yang kemudian juga menjadi pemusik balada, Franky Sahilatua, menjadi produser album yang hanya berisi dua lagu baru ini. Catur Paramita bahkan sempat menduduki tangga lagu teratas dalam sebuah program musik di SCTV yang dipenuhi anak-anak muda joged.
Dua tahun kemudian, Leo Kristi merekam sendiri album kesebelasnya, Tembang Lestari, di Surabaya. Album ini lahir dari kerjasamanya dengan Bentara Budaya Jakarta, namun tidak beredar luas. Leo menjualnya dari tangan ke tangan, dalam paket sepuluh cd bersama sembilan album Konser Rakyat sebelumnya, minus Lintasan Biru Emas yang tidak beredar walau sudah selesai direkam. Tembang Lestari pernah dinyanyikan Leo dalam peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1995 di lapangan Monas, Jakarta, yang dihadiri Presiden Soeharto dan ratusan ribu rakyat.
Setelah 15 tahun tidak rekaman, komunitas pecinta lagu Konser Rakyat Leo Kristi (LKer) berinisiatif patungan memproduksi album ke-12, Warm, Fresh and Healthy. Album yang direkam di Malang, Jawa Timur ini merambah berbagai genre musik, dari balada, jazz, blues, Latin, hingga etnik. Biola Liliek Jasqee dan sentuhan seorang pemusik kontemporer muda Malang, Redy Eko Prastyo, memperkaya aransemen musik Konser Rakyat. Dalam album ini, beberapa lagu lama Leo Kristi yang belum pernah direkam atau beredar, seperti Biru Emas Bintang Tani dan Isa Tani, akhirnya terdokumentasikan. Dua tahun sebelum produksi album yang beredar secara indie ini, Leo menggubah single, Mars KPC, yang dipesan PT Kaltim Prima Coal di Sangatta, Kalimantan Timur. Musik sampeq Dayak, gericik air sungai, riuh rimba raya terdengar dalam lagu ini.
Tepat pada ulang tahun Leo Kristi yang ke-65, 8 Agustus 2014, LKer kembali meluncurkan album ke-13 Konser Rakyat Leo Kristi, Hitam Putih Orche, di Yogyakarta. Album ini sangat unik karena merupakan kolaborasi Leo Kristi dengan komponis dan arranger, Singgih Sanjaya, serta orkestranya yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa dan dosen-dosen musik Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Empat bintang tamu pun memperkuat album ini: penyanyi sopran Berlian Hutauruk, vokalis jazz Trie Utami, gitaris jazz Wayan Balawan, serta pemusik kontemporer Wukir Suryadi. Sebelas lagu lama dan sebuah lagu baru Leo Kristi direkam dalam format orkestra bernuansa etnik. Dari pop, klasik, jazz, keroncong, tanjidor, gamelan, sampeq Dayak, hingga kuntulan Banyuwangi terdengar dalam album polifonik ini.
13 album Konser Rakyat merupakan dokumentasi rekaman seratus lebih lagu Leo Kristi. Dengan personil yang terus berubah dari waktu ke waktu, Leo pun telah 45 tahun konser dari panggung ke panggung. Dari Balai Muda di Surabaya, istana Wakil Presiden di Jakarta, peringatan 17 Agustus di Taman Ismail Marzuki, kampus-kampus, galeri-galeri, dan pusat-pusat kebudayaan di berbagai kota, situs megalit Gunung Padang di Cianjur, kafe di Yunani, hingga tepi danau Buaran di ibukota serta kampung buruh di gang Cempluk kota Malang. Dalam usianya yang tak lagi muda, ia pun masih berkelana untuk menggubah melodi dan lirik lagu-lagunya. Dari perkampungan kumuh di Surabaya, perkebunan tebu di pesisir Jawa Timur, perjalanan kereta di Yogyakarta dan Bandung, lembah megalit di pedalaman Sulawesi Tengah, desa nelayan di Bali, teater Acropolis di Yunani, riuh pasar di pinggiran Kairo – Mesir, sampai spiritualitas umroh di kota suci Makkah dan Madinah – Arab Saudi.
Selain menggubah musik beberapa film seperti Letnan Harahap serta Nyoman dan Presiden, Leo Kristi juga sempat berperan sebagai Bung Tomo dalam film Soerabaia 1945. Ia pun pernah beberapa kali memamerkan lukisannya, seperti di Bentara Budaya Jakarta, sambil konser akustik pada 2004. Pengelana, pemusik, penyair, pelukis, dan aktor ini terus berkarya hingga kini. Leo telah menempuh jalan sunyi yang ia pilih sebagai troubadour, pengembara yang mengisahkan catatan-catatan perjalanannya sehari-sehari dalam nyanyian. Ia hidup bersama rakyat jelata di stasiun-stasiun, terminal-terminal, hingga kampung-kampung dan desa-desa, kemudian baru menghasilkan karya. Bukan dari sebuah kamar ber-ac yang steril dari bau keringat pekerja atau harum padang ilalang di pegunungan. Karena itu lagu-lagunya terasa akrab dan tak berjarak dengan keseharian hidup kita. Leo tak memaki dan marah kepada absurditas hidup di sekelilingnya, tapi ia justru menerbitkan optimisme. Ia belajar keliatan hidup kepada petani, nelayan, pekerja, guru, pedagang kecil, tenaga kerja wanita, bahkan anak-anak – kaum marginal yang senantiasa dipolitisir dan diatasnamakan dalam sejarah perjalanan berbangsa kita. Karena itulah Leo Kristi langka dan istimewa dalam jagad seni kita.
Ramdan Malik (LKer – Jurnalis)
http://www.hitamputihorche.com/
#leokristi#hitamputihorche#
Kendati dibesarkan dalam lingkungan kelas menengah, Leo kecil biasa bermain dengan anak-anak kampung di dekat rumahnya. Mereka kerap bernyanyi bersama, sambil memainkan kecrekan yang terbuat dari tutup botol. Menginjak usia remaja, Leo mulai suka berkelana. Ia senang menumpang kereta sampai ke perbatasan kota Surabaya. Sementara ia bersekolah Katholik yang sering melibatkannya bersenandung dalam paduan suara gereja. Minat musik membuatnya belajar memetik gitar, antara lain, kepada Tino Kerdijk.
Bakat lainnya, menggambar, mendorong Leo muda kuliah di Jurusan Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya. Tapi, ia ternyata lebih asyik bermusik, lalu meninggalkan kampusnya. Bersama mendiang Gombloh, Leo Kristi membentuk kelompok musik Lemon Trees pada akhir 1960-an. Ia juga sempat membentuk band dengan Harry Dharsono yang kini terkenal sebagai desainer. Berduet dengan Titi Ajeng dalam duo Leo Christy, ia kerap membawakan balada-balada Bob Dylan, Joan Baez, Nana Mouskouri, Cat Stevens, Simon and Garfunkel, Peter, Paul and Mary, serta lagu-lagu Latin.
Pada awal 1970-an, Leo Kristi menggubah lagu pertamanya, Serenada Pagi 1971. Bersama Naniel dan Mung Sriwiyana, ia akhirnya membentuk Konser Rakyat Leo Kristi pada 1975, dengan vokalis perempuan kakak beradik, Jilly dan Lita. Penampilan mereka berlima dalam Festival Folk Song di Gedung Merdeka, Bandung menarik perhatian majalah musik Aktuil untuk merekamnya. Kemudian lahirlah album pertama Konser Rakyat Leo Kristi, Nyanyian Fajar, pada 1975.
Tembang-tembang Leo Kristi yang merambah musik folk, Latin, etnik, hingga gambus, dengan lirik-lirik balada yang puitis, langsung menarik perhatian publik. Keseharian hidup nelayan yang penuh risiko dinyanyikan tidak dengan menghiba, tapi penuh semangat, dalam lagu Lenggang Lenggung Badai Lautku. Potret kereta ekonomi yang berjejalan dan seorang guru yang berjualan di stasiun untuk menambah penghasilannya terekam dalam Di Deretan Rel-rel. Optimisme petani ditembangkan dengan liris dan berderap dalam Nyanyian Fajar. Spiritualisme muncul mengharukan dalam Nyanyian Maria. Sebuah lagu cinta yang indah pun menyelinap dalam Nyanyian Musim.
Sebuah perusahaan rekaman di Jakarta, Irama Tara, tertarik merekam album kedua Konser Rakyat Leo Kristi, Nyanyian Malam, pada 1977. Religiositas, cinta, heroisme, catatan perjalanan, dan keseharian hidup rakyat kecil berkelindan apik. Lagu pembukanya, Nyanyian Malam, merekam jalan sunyi Leo Kristi dalam kehidupan pribadi dan sosialnya, namun diteguhkan spiritualitasnya: “hanya setitik sinar-Mu/ ketika kuberjalan/ di sisi terali-terali/ setinggi lima kaki/ yang membatasi diriku/ dengan dunia sekelilingku/ dengan cinta di hatimu/ dengan keagungan-Mu”.
Setahun kemudian lahir album ketiga, Nyanyian Tanah Merdeka, yang diakui Leo Kristi paling sukses di pasar. Gulagalugu Suara Nelayan yang menghadirkan melodi tembang Madura, Tanduk Majeng, menjadi hits dan “lagu kebangsaan” Konser Rakyat Leo Kristi yang selalu ditagih penggemarnya setiap manggung. Sederet karya Leo Kristi dalam album ini pun kemudian populer seperti Salam Dari Desa, Lewat Kiaracondong, Hitam Putih, Kereta Laju, Tepi Surabaya, dan Kaki Langit Cintaku Berlabuh.
Pada 1979, Suara Emas Record mengedarkan album keempat Konser Rakyat Leo Kristi, Nyanyian Cinta. Rekaman ini sangat personal. Lantunan azan dalam Anna Rebana bersahutan dengan lonceng gereja dalam Baptis Theresia. Vokal Leo Kristi disemberkan, suara tuts piano dihantam, dan cengceng berderak dalam Layar Asmara yang bernuansa musik eksperimental. Riuh kokok ayam membuka Siti Komariah, dilanjutkan dengan denting piano yang lincah. Seorang pengamen siter waria asal Banyuwangi diajak Leo masuk studio dalam Dimas Kajat Zulaikha. Sebuah nyanyian pujaan kepada tanah air, Mutiara Pertiwi, pun mengalir gagah.
Eksperimen musik Leo Kristi semakin kental dengan nuansa etnik dan bunyi dalam album kelima Konser Rakyat, Nyanyian Tambur Jalan, yang direkam Akurama Record pada 1980. Aroma musik Banyuwangi hingga Bali menyeruak riuh. Kritik sosial yang tajam dalam Komedi Badut Pasar Malam, berpadu dengan jalan hidup yang sederhana dalam Sayur Asam Kacang Panjang. Gelora cinta tanah air dalam Dirgahayu Indonesia Raya, berdampingan dengan kerinduan kekasih dalam Bra Bra Desember.
Periode Nyanyian dalam lima album, kemudian dilanjutkan dengan periode Lintasan. Pada 1983, muncul album keenam Konser Rakyat, Lintasan Hijau Hitam. Lirik-lirik Leo Kristi mendedahkan problem-problem makro: kritik pembangunan yang berpusat di ibukota dalam Sayang Disayang Oh Jakarta, modernisasi kota kelahirarnnya dalam Surabaya Bernyanyi, modal asing Jepang dalam Nippon Banzai Nippon, militerisme dalam Sepatu Larsa, pluralisme dalam Synagoga-synagoga, suka-duka negeri dalam Minna Minkum Nusantara, dan lain-lain.
Sayang, album ketujuh Konser Rakyat yang telah direkam, Lintasan Biru Emas, tidak jadi beredar pada 1985. Di sini ada sebuah lagu elok yang digubah Leo Kristi dalam perjalanannya di Sulawesi, Biru Emas Bintang Tani. Liriknya sebuah catatan perjalanan Nusantara dari zaman prasejarah di lembah megalit Besoa, pedalaman Sulawesi Tengah, sekitar 500 tahun Sebelum Masehi, hingga abad ke-20. Jika dalam album Lintasan Hijau Hitam nunsa musik gambang kromong dan gamelan terdengar, musik krambangan yang mengiringi suku Kaili menari bersama semalam suntuk (bedero) menjadi intro Biru Emas Bintang Tani. Album ini diperkuat personil baru Konser Rakyat Leo Kristi dari Palu, Sulawesi Tengah (Ote Teguh Abadi, Yana dan Nona Van Derkley) serta Komang Dawan dan Cok Bagus dari Bali.
Pada 1985 juga lahir album the best of Konser Rakyat Leo Kristi, Salam Dari Desa dan Di Deretan Rel-rel, yang banyak menggunakan teknologi baru seperti drum machine (Sukapura I), multisound keyboard (Nyanyian Fajar, Beludru Sutra Dusunku). Album ini menandai perubahan aransemen musik yang sebelumnya didominasi instrumen akustik, dengan memanfaatkan teknologi digital. Yang menarik, dalam Nyanyian Fajar, rekaman pidato dua presiden, Soekarno dan Soeharto, dikutip menjelang coda lengking tangisan bayi. Seperti menyambut kedatangan zaman baru, Indonesia yang merdeka dari cengkeraman rezim Orde Lama maupun Orde Baru.
Lima tahun kemudian, Leo Kristi tiba-tiba muncul dengan album kesembilan yang direkam di Bali, Diapenta Anak Merdeka. Berdua dengan seorang gadis remaja asal Surabaya, Cecilia, Leo bernyanyi dengan aransemen musik yang lebih ngepop, seperti Nafas Anak Merdeka dan Halte Remaja. Gitar elektrik bahkan melengking dalam Bra Bra Desember, sebuah lagu lama dari album Nyanyian Tanah Merdeka yang diaransemen rock. Biru Emas Bintang Tani juga bersalin rupa menjadi Nikah Lari Kertagosa, dengan beberapa baris puisi di awal dan akhir lagu. Seikar Mawar Eliza dari album Nyanyian Cinta pun di-repackage dengan riuh sound keyboard dan perkusi. Dua nyanyian cinta yang indah, Tembang Dia Hati dan Kata Hati Nikah, menghadirkan nuansa gamelan Bali, Melayu, serta Timor. Sebuah balada kematian, Bintang Pelangi, pun menyelusup apik selaksa requiem perpisahan.
Wajah Konser Rakyat Leo Kristi yang ngepop mencapai puncaknya pada 1993 dengan album kesepuluh, Catur Paramita, yang diaransemen Ian Antono. Sentuhan rock gitaris God Bless ini terasa dalam lagu Hitam, Putih, Hyang. Sahabat Leo di Surabaya yang kemudian juga menjadi pemusik balada, Franky Sahilatua, menjadi produser album yang hanya berisi dua lagu baru ini. Catur Paramita bahkan sempat menduduki tangga lagu teratas dalam sebuah program musik di SCTV yang dipenuhi anak-anak muda joged.
Dua tahun kemudian, Leo Kristi merekam sendiri album kesebelasnya, Tembang Lestari, di Surabaya. Album ini lahir dari kerjasamanya dengan Bentara Budaya Jakarta, namun tidak beredar luas. Leo menjualnya dari tangan ke tangan, dalam paket sepuluh cd bersama sembilan album Konser Rakyat sebelumnya, minus Lintasan Biru Emas yang tidak beredar walau sudah selesai direkam. Tembang Lestari pernah dinyanyikan Leo dalam peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1995 di lapangan Monas, Jakarta, yang dihadiri Presiden Soeharto dan ratusan ribu rakyat.
Setelah 15 tahun tidak rekaman, komunitas pecinta lagu Konser Rakyat Leo Kristi (LKer) berinisiatif patungan memproduksi album ke-12, Warm, Fresh and Healthy. Album yang direkam di Malang, Jawa Timur ini merambah berbagai genre musik, dari balada, jazz, blues, Latin, hingga etnik. Biola Liliek Jasqee dan sentuhan seorang pemusik kontemporer muda Malang, Redy Eko Prastyo, memperkaya aransemen musik Konser Rakyat. Dalam album ini, beberapa lagu lama Leo Kristi yang belum pernah direkam atau beredar, seperti Biru Emas Bintang Tani dan Isa Tani, akhirnya terdokumentasikan. Dua tahun sebelum produksi album yang beredar secara indie ini, Leo menggubah single, Mars KPC, yang dipesan PT Kaltim Prima Coal di Sangatta, Kalimantan Timur. Musik sampeq Dayak, gericik air sungai, riuh rimba raya terdengar dalam lagu ini.
Tepat pada ulang tahun Leo Kristi yang ke-65, 8 Agustus 2014, LKer kembali meluncurkan album ke-13 Konser Rakyat Leo Kristi, Hitam Putih Orche, di Yogyakarta. Album ini sangat unik karena merupakan kolaborasi Leo Kristi dengan komponis dan arranger, Singgih Sanjaya, serta orkestranya yang terdiri dari mahasiswa-mahasiswa dan dosen-dosen musik Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta. Empat bintang tamu pun memperkuat album ini: penyanyi sopran Berlian Hutauruk, vokalis jazz Trie Utami, gitaris jazz Wayan Balawan, serta pemusik kontemporer Wukir Suryadi. Sebelas lagu lama dan sebuah lagu baru Leo Kristi direkam dalam format orkestra bernuansa etnik. Dari pop, klasik, jazz, keroncong, tanjidor, gamelan, sampeq Dayak, hingga kuntulan Banyuwangi terdengar dalam album polifonik ini.
13 album Konser Rakyat merupakan dokumentasi rekaman seratus lebih lagu Leo Kristi. Dengan personil yang terus berubah dari waktu ke waktu, Leo pun telah 45 tahun konser dari panggung ke panggung. Dari Balai Muda di Surabaya, istana Wakil Presiden di Jakarta, peringatan 17 Agustus di Taman Ismail Marzuki, kampus-kampus, galeri-galeri, dan pusat-pusat kebudayaan di berbagai kota, situs megalit Gunung Padang di Cianjur, kafe di Yunani, hingga tepi danau Buaran di ibukota serta kampung buruh di gang Cempluk kota Malang. Dalam usianya yang tak lagi muda, ia pun masih berkelana untuk menggubah melodi dan lirik lagu-lagunya. Dari perkampungan kumuh di Surabaya, perkebunan tebu di pesisir Jawa Timur, perjalanan kereta di Yogyakarta dan Bandung, lembah megalit di pedalaman Sulawesi Tengah, desa nelayan di Bali, teater Acropolis di Yunani, riuh pasar di pinggiran Kairo – Mesir, sampai spiritualitas umroh di kota suci Makkah dan Madinah – Arab Saudi.
Selain menggubah musik beberapa film seperti Letnan Harahap serta Nyoman dan Presiden, Leo Kristi juga sempat berperan sebagai Bung Tomo dalam film Soerabaia 1945. Ia pun pernah beberapa kali memamerkan lukisannya, seperti di Bentara Budaya Jakarta, sambil konser akustik pada 2004. Pengelana, pemusik, penyair, pelukis, dan aktor ini terus berkarya hingga kini. Leo telah menempuh jalan sunyi yang ia pilih sebagai troubadour, pengembara yang mengisahkan catatan-catatan perjalanannya sehari-sehari dalam nyanyian. Ia hidup bersama rakyat jelata di stasiun-stasiun, terminal-terminal, hingga kampung-kampung dan desa-desa, kemudian baru menghasilkan karya. Bukan dari sebuah kamar ber-ac yang steril dari bau keringat pekerja atau harum padang ilalang di pegunungan. Karena itu lagu-lagunya terasa akrab dan tak berjarak dengan keseharian hidup kita. Leo tak memaki dan marah kepada absurditas hidup di sekelilingnya, tapi ia justru menerbitkan optimisme. Ia belajar keliatan hidup kepada petani, nelayan, pekerja, guru, pedagang kecil, tenaga kerja wanita, bahkan anak-anak – kaum marginal yang senantiasa dipolitisir dan diatasnamakan dalam sejarah perjalanan berbangsa kita. Karena itulah Leo Kristi langka dan istimewa dalam jagad seni kita.
Ramdan Malik (LKer – Jurnalis)
http://www.hitamputihorche.com/
#leokristi#hitamputihorche#
Labels:
renungan
Sunday, August 17, 2014
Monday, July 21, 2014
Kawal Suara Pilpres 2014
H-1 sebelum tanggal 22 Juli 2014, di media sosial masih ramai berseliweran link link tentang proses rekapitulasi KPU yang akan dihentikan oleh tim prahara, atau, link tentang permintaan pilpres ulang, dan sebagainya, tuduhan kecurangan, dan lain-lain.
Sebenarnya sah sah saja pihak prahara menuntut hal tersebut, namun dengan adanya transparansi KPU yang dengan terbuka memposting hasil-hasil C1 di website mereka, harusnya mereka tahu, bahwa sudah bukan waktunya mengganggu kerja KPU saat ini. Proses kecurangan kan dimulai dari TPS. Seharusnya, sejak dari TPS lah agen agen tim nya itu bekerja. Kalau mau bilang kecurangan, bukannya lembar C1 yang curang. kebanyakan malah memenangkan dirinya?
Atau jangan jangan, lembar curangnya kurang banyak ya?
#kawalpemilu.org yang menurut saya pribadi bekerja secara obyektif dan fair pun tak lepas dari tuduhan timses prahara. Bukannya mendukung upaya anak anak muda yang dengan suka rela mencoba mengawal suara pemilu agar tidak melenceng dari data dari TPS, malah dianggap dibiayai pihak jokowi.
Saya yakin kok, bahkan bila kawal pemilu dalam rekapitulasinya prahara yang menang, mereka juga pasti tetap memunculkannya, karena yang dihitung kan hasil C1 aktual, bukan angka karang mengarang. Betapa timses prahara sudah melukai perasaan anak muda yang seharusnya didukung untuk lebih maju dan bekerja demi NKRI. Alih alih mendukung, mereka malah mematikan rasa tersebut.
Efeknya?...semakin kelihatan, timses prahara menjadi tidak simpatik dimata saya, yang tadinya golput.
Banyak hal hal terutama pernyataan-pernyataan tim prahara yang menurut akal sehat dan perasaan saya tidak simpatik. Tidak menunjukkan sikap intelektual dan posisi mereka yang seharusnya lebih tinggi dari rakyat biasa. Tidak menunjukkan harga diri yang patut dihargai.
Saat ini, yang terbersit dalam benak saya, apakah para pendukung prahara juga masih bersimpatik terhadap calon mereka? Karena sikap arogansi, tidak ada penghargaan terhadap rakyat Indonesia, merasa paling berharga sendiri, merendahkan orang lain yang berseberangan,.....ah dari tatanan etika normal pun sudah tidak masuk. Apalagi dari tatanan politik, dan apalagi jika jadi presiden. Bisa bisa semua yang tidak sesuai dengan keinginannya di pithes, diinjak, dan jika mungkin di dor sekalian.
...
Semoga Gusti Allah memberikan rahmat dan berkah kepadanya, diberikan pikiran yang cemerlang, agar menghargai orang lain yang secara fisik (mungkin) lebih jelek dari dirinya. Disadarkan pula bahwa, ada hal hal logis berdasar data dan fakta yang tidak bisa di eliminasi demi kepuasan pribadi.
Dan tidak manja lagi, selalu ingin mendapatkan sesuatu yang diinginkan, walau dengan jalan apapun dan resiko apapun.
Ini negara, ini rakyat, ini masa depan Indonesia, jangan dikorbankan demi ambisi pribadi menjadi presiden !!!
Sebenarnya sah sah saja pihak prahara menuntut hal tersebut, namun dengan adanya transparansi KPU yang dengan terbuka memposting hasil-hasil C1 di website mereka, harusnya mereka tahu, bahwa sudah bukan waktunya mengganggu kerja KPU saat ini. Proses kecurangan kan dimulai dari TPS. Seharusnya, sejak dari TPS lah agen agen tim nya itu bekerja. Kalau mau bilang kecurangan, bukannya lembar C1 yang curang. kebanyakan malah memenangkan dirinya?
Atau jangan jangan, lembar curangnya kurang banyak ya?
#kawalpemilu.org yang menurut saya pribadi bekerja secara obyektif dan fair pun tak lepas dari tuduhan timses prahara. Bukannya mendukung upaya anak anak muda yang dengan suka rela mencoba mengawal suara pemilu agar tidak melenceng dari data dari TPS, malah dianggap dibiayai pihak jokowi.
Saya yakin kok, bahkan bila kawal pemilu dalam rekapitulasinya prahara yang menang, mereka juga pasti tetap memunculkannya, karena yang dihitung kan hasil C1 aktual, bukan angka karang mengarang. Betapa timses prahara sudah melukai perasaan anak muda yang seharusnya didukung untuk lebih maju dan bekerja demi NKRI. Alih alih mendukung, mereka malah mematikan rasa tersebut.
Efeknya?...semakin kelihatan, timses prahara menjadi tidak simpatik dimata saya, yang tadinya golput.
Banyak hal hal terutama pernyataan-pernyataan tim prahara yang menurut akal sehat dan perasaan saya tidak simpatik. Tidak menunjukkan sikap intelektual dan posisi mereka yang seharusnya lebih tinggi dari rakyat biasa. Tidak menunjukkan harga diri yang patut dihargai.
Saat ini, yang terbersit dalam benak saya, apakah para pendukung prahara juga masih bersimpatik terhadap calon mereka? Karena sikap arogansi, tidak ada penghargaan terhadap rakyat Indonesia, merasa paling berharga sendiri, merendahkan orang lain yang berseberangan,.....ah dari tatanan etika normal pun sudah tidak masuk. Apalagi dari tatanan politik, dan apalagi jika jadi presiden. Bisa bisa semua yang tidak sesuai dengan keinginannya di pithes, diinjak, dan jika mungkin di dor sekalian.
...
Semoga Gusti Allah memberikan rahmat dan berkah kepadanya, diberikan pikiran yang cemerlang, agar menghargai orang lain yang secara fisik (mungkin) lebih jelek dari dirinya. Disadarkan pula bahwa, ada hal hal logis berdasar data dan fakta yang tidak bisa di eliminasi demi kepuasan pribadi.
Dan tidak manja lagi, selalu ingin mendapatkan sesuatu yang diinginkan, walau dengan jalan apapun dan resiko apapun.
Ini negara, ini rakyat, ini masa depan Indonesia, jangan dikorbankan demi ambisi pribadi menjadi presiden !!!
Labels:
rerasan
Sunday, July 06, 2014
SALAM DUA JARI
Kemarin, Sabtu tanggal 5 Juli 2014, dengan penuh kegembiraan sejak pagi sudah bersiap akan join di acara konser salam dua jari di GBK Senayan.
Harap-harap cemas dengan acara tersebut, karena saya tidak memiliki teman ke GBK, hanya berbekal informasi, kalau alumni kumpul di PS sebelum menuju GBK.
Begitu sampai meeting point, tak seorangpun saya kenal, namun membaca spanduk yang dipajang, inilah meeting point tersebut.
Ah, selintas wajah lewat, ya... saya ingat wajah tersebut, aha!.... saya sapa dia, hai sering di gelanggang kan, saya ingat sekali wajahmu, dan bertukar sapa lah kita, karena saya termasuk mahasiswa yang sering nongkrong di gelanggang dulu.
Lega, sudah ada satu teman, dan satu per satu saling berkenalan, sebagai sesama alumni. Cerah hari itu rasanya.
Kemudian kami bersama sama menuju GBK berjalan kaki berombongan. Wajah teman teman begitu gembira, seolah olah apa yang akan kita datangi ini akan memberikan kegembiraan dan kebahagiaan.
Saya sendiri, pribadi, merasakan kegembiraan, bisa ikut serta dalam event ini. Walaupun bertajuk konser musik, namun saya tahu, ada Jokowi di dalamnya, mau gak mau dibilang kampanye juga silakan. Ndak papa.
Wiiih.... tak pernah se exciting ini terhadap peristiwa politik di Indonesia. GOLPUT abis saya ini sejak jaman SMA partai cuma tiga itu. Baru kali ini dengan suka rela, bersama sama mereka masyarakat yang juga ingin menjadi bagian dari peristiwa bersejarah itu.
Dan, Duh Gusti, itu orang segitu banyaknya di GBK, entah apa yang dapat menggerakkan begitu banyak orang kemari. Magnet apa kah itu?.... ya.. aura kebaikan Jokowi menyebar ke seluruh pencintanya. Bersukarela menuju GBK. Mencatat sejarah. Berharap babak baru Indonesia lahir, setelah sejak tahun 1998 Indonesia tidak lebih baik dari jaman ORBA.
Besar harapan bertumpu pada Jokowi, kalau JK ya harap maklum, beliau sudah lanjut usia. Tetap mendukung sih, tapi kerja Jokowi kan jadi lebih besar porsinya nanti kalo jadi presiden.
sekarang ini, keyakinan penuh sebagian rakyat akan memilih jokowi, tinggal proses pemilihannya nanti. Ada banyak jalan menuju ke roma.
mudah mudahan pengamanan di TPS solid. walaupun tetap khawatir terhadap proses pemilihan di wilayah pedalaman, dimana transportasi minim dan jarak jauh. Tidak dipungkiri akan banyak hal yang terjadi dalam proses distribusi tersebut.
Akhirnya, semoga semesta mendukung kebaikan, kejujuran dan ketulusan sosok seorang Jokowi, seorang pekerja untuk rakyat Indonesia.
Jika akhirnya tidak tercapai pengharapan ini, Tetaplah sosok Jokowi akan ada di hati rakyat yang mencintainya.
Salam dua jari
Harap-harap cemas dengan acara tersebut, karena saya tidak memiliki teman ke GBK, hanya berbekal informasi, kalau alumni kumpul di PS sebelum menuju GBK.
Begitu sampai meeting point, tak seorangpun saya kenal, namun membaca spanduk yang dipajang, inilah meeting point tersebut.
Ah, selintas wajah lewat, ya... saya ingat wajah tersebut, aha!.... saya sapa dia, hai sering di gelanggang kan, saya ingat sekali wajahmu, dan bertukar sapa lah kita, karena saya termasuk mahasiswa yang sering nongkrong di gelanggang dulu.
Lega, sudah ada satu teman, dan satu per satu saling berkenalan, sebagai sesama alumni. Cerah hari itu rasanya.
Kemudian kami bersama sama menuju GBK berjalan kaki berombongan. Wajah teman teman begitu gembira, seolah olah apa yang akan kita datangi ini akan memberikan kegembiraan dan kebahagiaan.
Saya sendiri, pribadi, merasakan kegembiraan, bisa ikut serta dalam event ini. Walaupun bertajuk konser musik, namun saya tahu, ada Jokowi di dalamnya, mau gak mau dibilang kampanye juga silakan. Ndak papa.
Wiiih.... tak pernah se exciting ini terhadap peristiwa politik di Indonesia. GOLPUT abis saya ini sejak jaman SMA partai cuma tiga itu. Baru kali ini dengan suka rela, bersama sama mereka masyarakat yang juga ingin menjadi bagian dari peristiwa bersejarah itu.
Dan, Duh Gusti, itu orang segitu banyaknya di GBK, entah apa yang dapat menggerakkan begitu banyak orang kemari. Magnet apa kah itu?.... ya.. aura kebaikan Jokowi menyebar ke seluruh pencintanya. Bersukarela menuju GBK. Mencatat sejarah. Berharap babak baru Indonesia lahir, setelah sejak tahun 1998 Indonesia tidak lebih baik dari jaman ORBA.
Besar harapan bertumpu pada Jokowi, kalau JK ya harap maklum, beliau sudah lanjut usia. Tetap mendukung sih, tapi kerja Jokowi kan jadi lebih besar porsinya nanti kalo jadi presiden.
sekarang ini, keyakinan penuh sebagian rakyat akan memilih jokowi, tinggal proses pemilihannya nanti. Ada banyak jalan menuju ke roma.
mudah mudahan pengamanan di TPS solid. walaupun tetap khawatir terhadap proses pemilihan di wilayah pedalaman, dimana transportasi minim dan jarak jauh. Tidak dipungkiri akan banyak hal yang terjadi dalam proses distribusi tersebut.
Akhirnya, semoga semesta mendukung kebaikan, kejujuran dan ketulusan sosok seorang Jokowi, seorang pekerja untuk rakyat Indonesia.
Jika akhirnya tidak tercapai pengharapan ini, Tetaplah sosok Jokowi akan ada di hati rakyat yang mencintainya.
Salam dua jari
Labels:
hal lain yang menarik
Monday, June 30, 2014
Tuesday, June 10, 2014
Ada doa di kertas kecil putih itu.
Hari ini, di sela sela ramainya postingan status di fesbuk tentang hasil debat capres dan cawapres semalam, ada satu postingan status teman yang membuatku langsung tersentuh dan terharu. Bikin menangis dalam hati, betapa benar sekali apa yang ditulisnya itu. Sementara tulisan yang lain begitu heboh dengan segala semangat memilih capres nomor 2.
Teman ini, Greg namanya, terkait kertas putih kecil yang dikantongi Jokowi saat debat semalam, dan ternyata berupa tulisan doa ibunda Jokowi untuk anaknya yang akan maju pilpres,...ia menulis begini,
"Dia hanya seorang anak yang lugu yang merasakan sebagian hidupnya penuh dg keprihatinan dan tahu artinya doa sbg bagian dari caranya bertahan hidup..
Seorang anak yang bila berada dalam situasi tidak menentu hanya mengingat satu nama..ibunya!
Ketabahan dan ketenangannya ada karena dia merasa damai dengan segenggam doa ibu terselip di dadanya...
Doa itu adalah juga doa ibu pertiwi untuknya!"
Menyentuh sangat ...!!
Teman ini, Greg namanya, terkait kertas putih kecil yang dikantongi Jokowi saat debat semalam, dan ternyata berupa tulisan doa ibunda Jokowi untuk anaknya yang akan maju pilpres,...ia menulis begini,
"Dia hanya seorang anak yang lugu yang merasakan sebagian hidupnya penuh dg keprihatinan dan tahu artinya doa sbg bagian dari caranya bertahan hidup..
Seorang anak yang bila berada dalam situasi tidak menentu hanya mengingat satu nama..ibunya!
Ketabahan dan ketenangannya ada karena dia merasa damai dengan segenggam doa ibu terselip di dadanya...
Doa itu adalah juga doa ibu pertiwi untuknya!"
Menyentuh sangat ...!!
Labels:
renungan
Sunday, June 08, 2014
Pemilihan Presiden 2014
Tak terasa sudah pilpres lagi tahun ini, setelah pilpres lima tahun lalu saya golput.
Tahun ini tidak akan golput, saya sudah punya pilihan sesuai hati nurani. Ya, dialah orangnya. Dia yang menyebarkan kebaikan, kerendahan hati, semangat kerja, dan sangat merakyat.
Berharap kebaikan itu menyebar dengan dukungan alam semesta. Diantara orang orang yang silap mata, dan menjadi pelupa semoga harapan saya terkabulkan.
Gusti memberkahi Indonesia!!!
Tahun ini tidak akan golput, saya sudah punya pilihan sesuai hati nurani. Ya, dialah orangnya. Dia yang menyebarkan kebaikan, kerendahan hati, semangat kerja, dan sangat merakyat.
Berharap kebaikan itu menyebar dengan dukungan alam semesta. Diantara orang orang yang silap mata, dan menjadi pelupa semoga harapan saya terkabulkan.
Gusti memberkahi Indonesia!!!
Subscribe to:
Posts (Atom)