Sehari penuh saya di rumah, tanpa asisten, membawa ingatanku kepada salah satu teman terbaik saya waktu kos di yogyakarta. Sebenarnya saya sudah kenal dia sejak satu sekolah waktu SMP, namun baru mengenal dia dengan baik setelah kami sama sama satu kos waktu kuliah di Yogyakarta.
Satu ingatan yang tetap ada sampai sekarang adalah, dia benar benar seseorang yang teladan. Teladan dalam arti sepenuhnya. Waktu SMP dia sudah masuk 5 besar dari satu sekolah yang jumlahnya per angkatan sekitar 600 an anak. Kemudian waktu SMA saya dengar dengar pula, dia tetap jadi 5 besar pula di salah satu SMA favorit di Semarang.
Setelah satu kos dengan dia, saya akui, memang dia patut dijadikan teladan. Tekun. Baik hati. Ramah. Entah, saya belum dapat menemukan kekurangan dari dirinya. Sebagai seorang perempuan, dia memang benar benar seorang perempuan sejati.
Waktu kuliah, dia sempat jadi teladan juga di fakultasnya, dengan IP yang lumayan tinggi, dan kegiatan asistensi dia yang seabreg membuat saya hanya dapat angkat jempol untuk teman yang satu ini. Tidak tergoda sedikitpun untuk hal hal yang bersifat hura hura sebagaimana layaknya anak kuliahan.
Dan setahu aku pula, yang naksir ke dia itu lumayan banyak, dan biasanya anak pinter pinter juga. Namun dia lebih memilih anak ITB Bandung sejak tahun kedua kuliah.
..
sampai sekarang, setelah usia kita sama sama menuju ke kepala 4. saya tetap masih angkat jempol untuk dia. Belum berubah.
Dengan kapasitas dia yang lebih itu, sebenarnya pasti akan banyak kesempatan dia untuk berkarir. Namun dia lebih memilih untuk menjadi ibu rumah tangga. Salut. Dan sepertinya dia menikmatinya (entah benar atau tidak). Walaupun mamanya pernah sedikit komplain, karena merasa anaknya itu pandai, namun tidak mau memanfaatkan kepandaiannya dan apa yang telah didapatnya selama menuntut ilmu.
Mamanya, mungkin tidak menyadari, bahwa anak anak butuh suatu bekal yang bagus juga untuk masa depannya, dan seorang ibu yang pandai, pastilah akan mempersiapkannya dengan sebaik baiknya.
Mungkin banyak hal yang dia rencanakan untuk masa depannya bersama keluarganya. Mendidik anak anak untuk mendapatkan hal hal yang memang layak didapatkan. Dengan dua orang tua yang sama sama pintar, bukan tidak mungkin anaknya akan jadi jenius.
…
apa yang saya bayangkan adalah, bagaimana seseorang dengan kemampuan yang begitu lebih, mampu menghadapi dan menekan segala keinginannya demi sesuatu yang namanya KELUARGA. Sementara saya, dengan kemampuan yang pas pas an, namun merasa sok sok an, dengan merasa selalu tidak betah dengan kegiatan domestik rumah tangga. Merasa itu merupakan beban yang cukup menyita banyak emosi.
..
Sepertinya tetap saja, teman itu akan menjadi teladan bagiku. Untuk berusaha menikmati dan menghadapi kehidupan yang sesungguhnya. Tanpa selalu protes untuk hal hal yang seharusnya memang menjadi tanggung jawabku, bukannya job para asisten di rumah.
No comments:
Post a Comment