Akhirnya, setelah beberapa minggu mencari cari, aku mendapatkan kembali teman setiaku dalam perjalanan di kala siang dan sore hari. Awalnya aku menemukannya karena seorang teman yang merasa itu menjadi channel radio favorit selama ia di Jakarta. Selama seminggu ia di Jakarta, itulah channel radio yang selalu menemani dikala kita sedang berkendara.
Namun, akibat kebijasanaan perubahan semua gelombang bagi semua stasiun radio di Jakarta beberapa waktu lalu (hampir 2 bulan lalu), aku kehilangan gelombang radio tersebut. Berkali kali aku eksplor semua channel radio yang ada, namun tidak ada yang match dengan stasiun favorit tersebut. Apalagi, bodohnya aku, nama stasiun radio tersebut juga aku tidak tahu, karena hampir dalam sepanjang hari siarannya, tidak ada seorang penyiarpun yang mengguide radio tersebut.
Akhirnya setelah cukup lama mengkutak kutik semua stasiun radio, menyerahlah aku, dan aku ingat,… pernah ada di milis seorang teman memberikan list perubahan gelombang. Bodohnya. Kenapa tidak dari awal menggunakan informasi tersebut.
Sekarang, sudah kutemukan kembali gelombang tersebut, dan aku juga jadi tahu nama stasiun radio tanpa iklan dan tanpa penyiar tersebut, yaitu DRABA FM. Dulu ada di 88,3 FM namun sekarang move to 99,9 FM.
Thanks God, ada lagu-lagu asyik yang setia menemani di tengah keribetan lalu lintas Jakarta.
Dan untukmu teman terbaikku , kalau kamu ke Jakarta lagi, kita bisa dengarkan lagi stasiun radio favorit kita.
Saturday, October 30, 2004
Tuesday, October 26, 2004
FASISME YANG SALAH KAPRAH
Apakah fasisme itu sebenarnya… maksudku.. arti yang sebenar benarnya.
Kebingungan itu menderaku untuk selalu mencari. Dan ternyata, memang banyak hal membingungkan pada konsep itu.
Keinginan untuk mengerti lebih dalam muncul setelah aku membaca “FONTAMARA” karya Ignazio Silone yang diterbitkan oleh yayasan Obor. Karya dengan setting wilayah Italia Selatan ini sangat mengusikku. Karena istilah fasis di buku tersebut agak berbeda dengan fasis yang ada dalam benakku selama ini.
Sepengetahuanku, fasisme adalah prinsip atau paham golongan nasionalis ekstrem yang menganjurkan pemerintahan otoriter. Berarti orang yang fasis adalah orang yang menganut paham fasisme tersebut.
Dalam benakku, militer sangat dominan dalam pemerintahan yang fasis. Namun ternyata, bisa juga tanpa militer orang menjadi sangat fasis. Memakai orang sipil untuk dijadikan milisi.
Sebenarnya dalam banyak hal, fasisme tidak hanya berbalut militer, namun, tanpa balutan militerpun seorang dapat dianggap fasis jika dalam hal cara berpikir dan cara pencapain tujuannya menggunakan cara yang otoriter.
Its mean.. saat presiden Suharto menjabat, boleh dibilang saat itu fasisme juga terjadi, namun dalam balutan demokrasi pancasila.
Seorang sahabat memberikan beberapa masukan tentang fasisme itu sendiri kepadaku. Dan menurutku masuk akal juga apa yang ditulisnya tersebut.
Ia membantuku mencari jawaban dengan mengirimkan beberapa catatan berikut:
14 Karakter Fasisme
Dr. Lawrence Britt seorang Pengamat politik, pada tahun 2003 menulis
artikel mengenai Fasisme pada majalah Free Inquiry, sebuah tabloid
kemanusiaan, Ia mempelajari beberapa rejim fasis dari tokoh2 seperti :
Hitler di Jerman, Mussolini di Itali, Franco di Spanyol, Suharto di
Indonesia dan Pinochet di Chili.
Dia berpendapat bahwa semua rejim memiliki 14 kesamaan dan menamakannya
sebagai karakter fasisme, dan inilah ke 14 Ciri rejim Fasisme :
1. Nasionalisme yang berlebihan, Fasisme cenderung memanfaatkan
slogan2 patriotik, motto, symbol dan lagu secara konstan, Lambang
partai
pada bendera, baju dan baliho di tempat2 umum.
2. Tidak menghargai dan memandang Hak Asazi Manusia ? Dikarenakan
rasa khawatir dan ketakutan akan digulingkan, pelaku Fasisme mencoba
meyakinkan bahwa HAM dapat diabaikan dalam beberapa kasus yang
?tertentu? sesuai kebutuhan,
3. Kebencian terhadap satu Golongan sebagai kambing hitam, Massa
dipersatukan dalam satu partai yang patriotik agar dapat meng-eliminir
ancaman2 terhadap perpecahan seperti : Rasial, kesukuan, Agama ( SARA
).
4. Pemberian kekuatan lebih pada Militer ? Tentara dan Militer
mendapat posri yang lebih dari pemerintah
5. Dominasi Gender ? Pemerintah atau Negara yang fasis akan
cenderung didominasi secara eksklusif oleh gender laki2, Disinilah (
terutama di Indonesia, sebagai negara yang mayoritas muslim ) peran
laki
laki menjadi sangat dominan dan kaku dalam berbagai aspek. Aborsi dan
Homoseksualitas mendapat tentangan keras dalam kebijaksanaan negara.
6. Kontrol terhadap Mass Media - Media dikontrol secara langsung
oleh Pemerintah, atau dikontrol secara tidak langsung melalui peraturan
pemerintah, atau lembaga sensor yang kuat.
7. Obsesi terhadap Keamanan Nasional yang berlebihan ? Rasa takut
dijadikan sebagai alat motivasi utama bagi masyarakat.
8. Agama dan Pemerintah sangat bertalian satu sama lain ?
Pemerintahan Fasis cenderung mempergunakan agama untuk memanipulasi
pendapat umum, Terminologi retorikal agama sering digunakan sebagai
pendukung keinginan dan tindakan pemerintah.
9. Perlindungan terhadap Corporate Power ? Aristrokasi Bisnis dan
Industri dari sebuah pemerintahan fasis adalah bisnis dan industri yang
menciptakan keuntungan mutual kepada para pelaku bisnis, pemerintah dan
elit politik.
10. Tekanan keras terhadap Kekuatan Buruh ? Buruh adalah musuh paling
besar bagi pemerintahan fasis oleh karena itu harus dilenyapkan, atau
ditekan sedemikian rupa agar tidak berdaya.
11. Kaum Intelektual and Seni tidak dihormati ? Negara fasis cenderung
menekan kaum intelektual di kalangan akademis, Kaum intelektual yang
dianggap membahayakan bisa disensor atau ditangkap, Demikian juga
dengan
Seniman.
12. Obsesi terhadap Kejahatan dan Hukuman ? Dibawah Rejim fasis, Polisi
diberikan wewenang khusus dalam aksi ?menegakkan? atau memaksakan
hukum,
sehingga ditakuti oleh masyarakat.
13. Korupsi dan KKN yang merajalela ? Rejim Fasis hampir selalu
merupakan kelompok sahabat, teman, saudara yang ditunjuk untuk
menempati
posisi2 strategis di pemerintahan yang saling melindungi satu sama
lain.
Sumber daya Nasional, Kekayaan negara dikorupsi atau bahkan dicuri oleh
mereka
14. Pemilihan Umum yang diatur ? Pada Negara Fasis, Pemilihan umum
adalah sandiwara besar yang selalu berakhir dengan bahagia, dimana para
pelaku fasisme akan selalu menjadi pemenang, kecurangan dan pemaksaan
menjadi hal yang biasa pada masa pemilihan umum, Lembaga2 legistasi
digunakan untuk mengontrol jumlah pemilih dan banyaknya suara, termasuk
pula didalamnya manipulasi media masa.
Terdengar tidak asing? ya itulah dia.. jadi Indonesia ini Fasis apa
ndak?
Gini, sebagai bahan perbandingan aja deh, kalau ditilik2 sama aku
sebenernya fasisme tidaklah selalu berkonotasi buruk.. sama seperti
marxisme, komunisme.. fasisme pun sebenarnya beranjak dari keinginan
untuk membangun suatu komunitas yang sempurna / baik, hanya saja pada
akhirnya selalu saja ada distorsi kekuasaan yang mengakibatkan lahirnya
konotasi2 buruk dan melahirkan suatu rejim yang mengerikan?
Coba bandingkan Konsep fasisme AWAL yang diciptakan oleh Mussolini
untuk
italia pada perang dunia kedua ( sorry pake bahasa inggris sesuai
aslinya ) :
? Not many people ever realize that Benito Mussolini and his Fascist
Party were against abortion, birth control, pornography, secret
societies, unnatural sex and a host of other spiritually debilitating
maladies that our liberal society now accepts as normal life in this
materialistic and hedonistic society.
Under Fascism the educational system of Italy had been entirely
remodelled. Before the "Fascist Era" schools emphasized the making of
clerks and 'white collar' workers, with a contempt for manual labor, to
that of making mechanics with a pride in craftmanship. Under Mussolini
the schools were defined as being "spiritual, intellectual, aesthetic
and practical". Students were taught that being a farmer or a mechanic
was everybit as noble an occupation as being a lawyer, doctor or
teacher.
Mussolini had looked upon the cinema with a critical eye and found it a
possible sourse of corruption and instituted a more rigid censorship of
films than any other country in Europe. And who did the censoring?
Mussolini? The Fascist Party? Neither one. Actually it was the Italian
mothers of the community. It was merely Fascism once again proving it's
knowledge of human nature: the mother is instinctively Puritan. Films
with any hint of lewdness were forbidden to all; to children in
addition
was denied, the sight of films which had a motif of passion or of
crime.
Romantic films were allowed but the content had to be kept clean and
decent.
Pornographic books, newspapers and pictures were banned and anything
which obviously sought to attract by lewdness alone. Children were
forbidden tobacco products before the age of fifteen. Gambling casinos
were also forbidden and the state instituted a lottery system to fulfil
a person's desire to gamble while at the same time providing a source
of
income to the nation for social services. Any bar knowingly serving
alcohol to minors had their establishment smashed and a little corporal
punishment administered to the offending proprietor and or bartender by
a squad of Black Shirts, as crude as it may sound, it kept court costs
down and the repetitive rate of offenses low. To top it off,
Mussolini's
Fascist regime was the first to eliminate organized crime (the mafia)
and the immorality it fostered. ?
Nah? ternyata ndak seperti yang kita sangka ya? haya sekali lagi..
hehehe orang indonesia itu suka pake kata2 yang terdengar ? wah! ?
dalam
mengekspresikan sesuatu ( hiperbolis ), sembari gak tau bener makna dan
definisi kata tersebut? so? be wise.. hati hati sama kata2 yang tidak
kita kenali
Kebingungan itu menderaku untuk selalu mencari. Dan ternyata, memang banyak hal membingungkan pada konsep itu.
Keinginan untuk mengerti lebih dalam muncul setelah aku membaca “FONTAMARA” karya Ignazio Silone yang diterbitkan oleh yayasan Obor. Karya dengan setting wilayah Italia Selatan ini sangat mengusikku. Karena istilah fasis di buku tersebut agak berbeda dengan fasis yang ada dalam benakku selama ini.
Sepengetahuanku, fasisme adalah prinsip atau paham golongan nasionalis ekstrem yang menganjurkan pemerintahan otoriter. Berarti orang yang fasis adalah orang yang menganut paham fasisme tersebut.
Dalam benakku, militer sangat dominan dalam pemerintahan yang fasis. Namun ternyata, bisa juga tanpa militer orang menjadi sangat fasis. Memakai orang sipil untuk dijadikan milisi.
Sebenarnya dalam banyak hal, fasisme tidak hanya berbalut militer, namun, tanpa balutan militerpun seorang dapat dianggap fasis jika dalam hal cara berpikir dan cara pencapain tujuannya menggunakan cara yang otoriter.
Its mean.. saat presiden Suharto menjabat, boleh dibilang saat itu fasisme juga terjadi, namun dalam balutan demokrasi pancasila.
Seorang sahabat memberikan beberapa masukan tentang fasisme itu sendiri kepadaku. Dan menurutku masuk akal juga apa yang ditulisnya tersebut.
Ia membantuku mencari jawaban dengan mengirimkan beberapa catatan berikut:
14 Karakter Fasisme
Dr. Lawrence Britt seorang Pengamat politik, pada tahun 2003 menulis
artikel mengenai Fasisme pada majalah Free Inquiry, sebuah tabloid
kemanusiaan, Ia mempelajari beberapa rejim fasis dari tokoh2 seperti :
Hitler di Jerman, Mussolini di Itali, Franco di Spanyol, Suharto di
Indonesia dan Pinochet di Chili.
Dia berpendapat bahwa semua rejim memiliki 14 kesamaan dan menamakannya
sebagai karakter fasisme, dan inilah ke 14 Ciri rejim Fasisme :
1. Nasionalisme yang berlebihan, Fasisme cenderung memanfaatkan
slogan2 patriotik, motto, symbol dan lagu secara konstan, Lambang
partai
pada bendera, baju dan baliho di tempat2 umum.
2. Tidak menghargai dan memandang Hak Asazi Manusia ? Dikarenakan
rasa khawatir dan ketakutan akan digulingkan, pelaku Fasisme mencoba
meyakinkan bahwa HAM dapat diabaikan dalam beberapa kasus yang
?tertentu? sesuai kebutuhan,
3. Kebencian terhadap satu Golongan sebagai kambing hitam, Massa
dipersatukan dalam satu partai yang patriotik agar dapat meng-eliminir
ancaman2 terhadap perpecahan seperti : Rasial, kesukuan, Agama ( SARA
).
4. Pemberian kekuatan lebih pada Militer ? Tentara dan Militer
mendapat posri yang lebih dari pemerintah
5. Dominasi Gender ? Pemerintah atau Negara yang fasis akan
cenderung didominasi secara eksklusif oleh gender laki2, Disinilah (
terutama di Indonesia, sebagai negara yang mayoritas muslim ) peran
laki
laki menjadi sangat dominan dan kaku dalam berbagai aspek. Aborsi dan
Homoseksualitas mendapat tentangan keras dalam kebijaksanaan negara.
6. Kontrol terhadap Mass Media - Media dikontrol secara langsung
oleh Pemerintah, atau dikontrol secara tidak langsung melalui peraturan
pemerintah, atau lembaga sensor yang kuat.
7. Obsesi terhadap Keamanan Nasional yang berlebihan ? Rasa takut
dijadikan sebagai alat motivasi utama bagi masyarakat.
8. Agama dan Pemerintah sangat bertalian satu sama lain ?
Pemerintahan Fasis cenderung mempergunakan agama untuk memanipulasi
pendapat umum, Terminologi retorikal agama sering digunakan sebagai
pendukung keinginan dan tindakan pemerintah.
9. Perlindungan terhadap Corporate Power ? Aristrokasi Bisnis dan
Industri dari sebuah pemerintahan fasis adalah bisnis dan industri yang
menciptakan keuntungan mutual kepada para pelaku bisnis, pemerintah dan
elit politik.
10. Tekanan keras terhadap Kekuatan Buruh ? Buruh adalah musuh paling
besar bagi pemerintahan fasis oleh karena itu harus dilenyapkan, atau
ditekan sedemikian rupa agar tidak berdaya.
11. Kaum Intelektual and Seni tidak dihormati ? Negara fasis cenderung
menekan kaum intelektual di kalangan akademis, Kaum intelektual yang
dianggap membahayakan bisa disensor atau ditangkap, Demikian juga
dengan
Seniman.
12. Obsesi terhadap Kejahatan dan Hukuman ? Dibawah Rejim fasis, Polisi
diberikan wewenang khusus dalam aksi ?menegakkan? atau memaksakan
hukum,
sehingga ditakuti oleh masyarakat.
13. Korupsi dan KKN yang merajalela ? Rejim Fasis hampir selalu
merupakan kelompok sahabat, teman, saudara yang ditunjuk untuk
menempati
posisi2 strategis di pemerintahan yang saling melindungi satu sama
lain.
Sumber daya Nasional, Kekayaan negara dikorupsi atau bahkan dicuri oleh
mereka
14. Pemilihan Umum yang diatur ? Pada Negara Fasis, Pemilihan umum
adalah sandiwara besar yang selalu berakhir dengan bahagia, dimana para
pelaku fasisme akan selalu menjadi pemenang, kecurangan dan pemaksaan
menjadi hal yang biasa pada masa pemilihan umum, Lembaga2 legistasi
digunakan untuk mengontrol jumlah pemilih dan banyaknya suara, termasuk
pula didalamnya manipulasi media masa.
Terdengar tidak asing? ya itulah dia.. jadi Indonesia ini Fasis apa
ndak?
Gini, sebagai bahan perbandingan aja deh, kalau ditilik2 sama aku
sebenernya fasisme tidaklah selalu berkonotasi buruk.. sama seperti
marxisme, komunisme.. fasisme pun sebenarnya beranjak dari keinginan
untuk membangun suatu komunitas yang sempurna / baik, hanya saja pada
akhirnya selalu saja ada distorsi kekuasaan yang mengakibatkan lahirnya
konotasi2 buruk dan melahirkan suatu rejim yang mengerikan?
Coba bandingkan Konsep fasisme AWAL yang diciptakan oleh Mussolini
untuk
italia pada perang dunia kedua ( sorry pake bahasa inggris sesuai
aslinya ) :
? Not many people ever realize that Benito Mussolini and his Fascist
Party were against abortion, birth control, pornography, secret
societies, unnatural sex and a host of other spiritually debilitating
maladies that our liberal society now accepts as normal life in this
materialistic and hedonistic society.
Under Fascism the educational system of Italy had been entirely
remodelled. Before the "Fascist Era" schools emphasized the making of
clerks and 'white collar' workers, with a contempt for manual labor, to
that of making mechanics with a pride in craftmanship. Under Mussolini
the schools were defined as being "spiritual, intellectual, aesthetic
and practical". Students were taught that being a farmer or a mechanic
was everybit as noble an occupation as being a lawyer, doctor or
teacher.
Mussolini had looked upon the cinema with a critical eye and found it a
possible sourse of corruption and instituted a more rigid censorship of
films than any other country in Europe. And who did the censoring?
Mussolini? The Fascist Party? Neither one. Actually it was the Italian
mothers of the community. It was merely Fascism once again proving it's
knowledge of human nature: the mother is instinctively Puritan. Films
with any hint of lewdness were forbidden to all; to children in
addition
was denied, the sight of films which had a motif of passion or of
crime.
Romantic films were allowed but the content had to be kept clean and
decent.
Pornographic books, newspapers and pictures were banned and anything
which obviously sought to attract by lewdness alone. Children were
forbidden tobacco products before the age of fifteen. Gambling casinos
were also forbidden and the state instituted a lottery system to fulfil
a person's desire to gamble while at the same time providing a source
of
income to the nation for social services. Any bar knowingly serving
alcohol to minors had their establishment smashed and a little corporal
punishment administered to the offending proprietor and or bartender by
a squad of Black Shirts, as crude as it may sound, it kept court costs
down and the repetitive rate of offenses low. To top it off,
Mussolini's
Fascist regime was the first to eliminate organized crime (the mafia)
and the immorality it fostered. ?
Nah? ternyata ndak seperti yang kita sangka ya? haya sekali lagi..
hehehe orang indonesia itu suka pake kata2 yang terdengar ? wah! ?
dalam
mengekspresikan sesuatu ( hiperbolis ), sembari gak tau bener makna dan
definisi kata tersebut? so? be wise.. hati hati sama kata2 yang tidak
kita kenali
Labels:
rerasan
TERBANGLAH TERBANG. KE LERENG GUNUNG SUMBING.
Gelap. Sunyi. Hening. Sesekali bunyi jengkerik mengusikku. “Ayo bangun! Bangun!.. sudah waktunya kita berangkat!”. Demikian ingatanku membawaku kembali ke lereng gunung Sumbing hampir 20 tahun yang lalu, saat aku melihat beberapa hasil karya fotografi tentang lereng sumbing di Kompas hari Minggu lalu (24/10/04).
Rinduku akan pendakian begitu memuncak. Sedih, karena rasanya hal itu seakan begitu jauh sekali dari diriku. Saat angka 25 mulai menjelang. Saat lembaga yang bernama ‘pernikahan’ mulai membelengguku. Saat …. Saat… saat… penyesalan sudah tidak berarti lagi.
Sesal. Kesal. Memuncak.
Teringat aku kembali… dalam gelap, menyusuri jalan setapak disela sela semak belukar. Pekat. Hanya hitam dan kelam. Ditemani secercah cahaya senter yang redup. Di sela sela pucuk pinus, cemara, ladang. Hmmm.. keringat dan capek yang mulai datang tidak terasa. Sesekali kantuk datang menyergap saat berhenti sejenak untuk mengatur nafas dan tenaga. Beriringan, seorang demi seorang, menapak. Makin jauh, makin tinggi, makin sesak. Mengejar waktu, supaya tidak terlambat menyongsong matahari pertama di atas gunung. Dan setelah pertemuan itu…. hanya ada rasa syukur. Mendapatkan karuniaNya untuk sempat melihat Ke Agung an yang begitu nyata. Diam kita membisu, menjejaki langkah kembali, ke dunia nyata yang penuh kepalsuan dan kemunafikan. Kembali turun gunung, untuk bergulat dengan dunia. Bertahan dari godaan. Mempertahankan prinsip. Mengejar prestasi duniawi. Memburu materi sebagai symbol prestasi.
Rindu aku akan ketenangan, kebisuan sang gunung. Diam membisu, dijejaki langkah langkah sang petualang remaja. Rindu aku akan edelweiss yang mungil dalam genggaman sang awan. Rindu aku akan awan yang mendekat, memaksa, supaya aku terbang bersamanya. Ingin kujejak awan dan hup.. terbang, bersama awan, tanpa tujuan, tanpa akhir, hanya kerinduan menyatu dengan alam.
Ya Tuhan, betapa aku rindu akan kebesaran dan keagungan Mu. Di gunung Sumbing kutemukan sosok kebesaran Mu. Tiada terlawan. Tangis tersimpan. Tak seorangpung tahu. Betapa aku ingin terbang, bebas, kemanapun aku ingin terbang, tanpa batas.
Ingin kuulangi lagi saat-saat yang menakjubkan itu kembali. Saat bersatu dengan alam. Bersatu dengan kebesaran Tuhan. Menyaksikan karya ciptaan Tuhan yang sangat agung.
Kapankah aku dapat mengulanginya kembali.
Saat ini, kerinduan itu begitu menyesak di dada. Terbanglah jiwaku ke Lereng Gunung Sumbing. Terbanglah terbang. Tinggalkan raga sendiri. Tak usah kau ragu. Karena keraguan hanyak akan membawa penyesalan nantinya. Terbanglah terbang. Tak usah kau ragu. Karena jiwa dan raga tak harus selalu bersatu. Terbanglah terbang. Tinggalkan raga. Penuhi rinduku, jelanglah puncak. Hingga tak menyesal nanti.
Rinduku akan pendakian begitu memuncak. Sedih, karena rasanya hal itu seakan begitu jauh sekali dari diriku. Saat angka 25 mulai menjelang. Saat lembaga yang bernama ‘pernikahan’ mulai membelengguku. Saat …. Saat… saat… penyesalan sudah tidak berarti lagi.
Sesal. Kesal. Memuncak.
Teringat aku kembali… dalam gelap, menyusuri jalan setapak disela sela semak belukar. Pekat. Hanya hitam dan kelam. Ditemani secercah cahaya senter yang redup. Di sela sela pucuk pinus, cemara, ladang. Hmmm.. keringat dan capek yang mulai datang tidak terasa. Sesekali kantuk datang menyergap saat berhenti sejenak untuk mengatur nafas dan tenaga. Beriringan, seorang demi seorang, menapak. Makin jauh, makin tinggi, makin sesak. Mengejar waktu, supaya tidak terlambat menyongsong matahari pertama di atas gunung. Dan setelah pertemuan itu…. hanya ada rasa syukur. Mendapatkan karuniaNya untuk sempat melihat Ke Agung an yang begitu nyata. Diam kita membisu, menjejaki langkah kembali, ke dunia nyata yang penuh kepalsuan dan kemunafikan. Kembali turun gunung, untuk bergulat dengan dunia. Bertahan dari godaan. Mempertahankan prinsip. Mengejar prestasi duniawi. Memburu materi sebagai symbol prestasi.
Rindu aku akan ketenangan, kebisuan sang gunung. Diam membisu, dijejaki langkah langkah sang petualang remaja. Rindu aku akan edelweiss yang mungil dalam genggaman sang awan. Rindu aku akan awan yang mendekat, memaksa, supaya aku terbang bersamanya. Ingin kujejak awan dan hup.. terbang, bersama awan, tanpa tujuan, tanpa akhir, hanya kerinduan menyatu dengan alam.
Ya Tuhan, betapa aku rindu akan kebesaran dan keagungan Mu. Di gunung Sumbing kutemukan sosok kebesaran Mu. Tiada terlawan. Tangis tersimpan. Tak seorangpung tahu. Betapa aku ingin terbang, bebas, kemanapun aku ingin terbang, tanpa batas.
Ingin kuulangi lagi saat-saat yang menakjubkan itu kembali. Saat bersatu dengan alam. Bersatu dengan kebesaran Tuhan. Menyaksikan karya ciptaan Tuhan yang sangat agung.
Kapankah aku dapat mengulanginya kembali.
Saat ini, kerinduan itu begitu menyesak di dada. Terbanglah jiwaku ke Lereng Gunung Sumbing. Terbanglah terbang. Tinggalkan raga sendiri. Tak usah kau ragu. Karena keraguan hanyak akan membawa penyesalan nantinya. Terbanglah terbang. Tak usah kau ragu. Karena jiwa dan raga tak harus selalu bersatu. Terbanglah terbang. Tinggalkan raga. Penuhi rinduku, jelanglah puncak. Hingga tak menyesal nanti.
Friday, October 22, 2004
BULAN PUASA, JAKARTA MAKIN PARAH
Sudah seminggu lebih bulan Ramadhan berjalan. Sepertinya, kemacetan tiap sore semakin parah. Aneh ya?
Heran. Bukankah seharusnya kemacetan berkurang, karena seharusnya orang orang melakukan buka puasa saat maghrib tiba?
Namun kenyataannya, tidak ada yang berubah. Saat maghrib tiba, tetap saja jalan-jalan macet, dan makin macet dari hari ke hari.
Berarti, semakin banyak orang buka puasa di jalan.
..
Mudah mudah an.. memasuki minggu ke 2 dan ke 3 agak longgar kalau sore tiba, kan itu saat orang sudah mulai bikin acara buka puasa bersama. Jadi.. jalan jalan jadi agak longgar.
...
Beratnya orang yang ingin berbuka puasa di rumah.
Jakarta oh Jakarta
Heran. Bukankah seharusnya kemacetan berkurang, karena seharusnya orang orang melakukan buka puasa saat maghrib tiba?
Namun kenyataannya, tidak ada yang berubah. Saat maghrib tiba, tetap saja jalan-jalan macet, dan makin macet dari hari ke hari.
Berarti, semakin banyak orang buka puasa di jalan.
..
Mudah mudah an.. memasuki minggu ke 2 dan ke 3 agak longgar kalau sore tiba, kan itu saat orang sudah mulai bikin acara buka puasa bersama. Jadi.. jalan jalan jadi agak longgar.
...
Beratnya orang yang ingin berbuka puasa di rumah.
Jakarta oh Jakarta
Wednesday, October 20, 2004
Living Single... or being Single
Hal tersebut diatas hanya akan tinggal jadi impian semata dalam hidupku.
Mungkin keinginan tersebut akan menjadi aneh di mata orang orang yang ada dalam kehidupan normal dan tradisional. Namun buat saya pribadi, itulah keinginan yang murni, yang muncul dari impian orang orang yang menginginkan suatu kebebasan, bebas dari ikatan ikatan primordial, bebas dari pagar pagar, bebas dari tatapan mata, bebas dari kata kata, bebas dari ucapan ucapan.
Tidak ada yang salah buatku dengan being single or living single. Itu adalah sebuah pilihan. Namun, mungkin ada juga yang karena keterpaksaan. Kalau memang keterpaksaan yang membuat seseorang menjadi sendiri. alangkah sedihnya.
Namun jika itu memang pilihan hidup.. alangkah merdekanya hidup ini. Indah nian rasanya.
Bukan manusia memang.. kalau sudah puas dengan apa yang didapatnya.
Manusia memang selalu tidak puas.
Mungkin ini tulisan orang yang sedang frustasi. Yang tidak tahu berterima kasih atas segala apa yang telah didapatnya. Tidak mensyukuri apa yang telah diterimanya selama ini.
Ah tidak. Bukan.
Ini cuma tulisan orang yang lagi menginginkan sesuatu, tapi tidak mendapatkannya...
Jadi.. keinginan tersembunyilah yang muncul.
Mungkin keinginan tersebut akan menjadi aneh di mata orang orang yang ada dalam kehidupan normal dan tradisional. Namun buat saya pribadi, itulah keinginan yang murni, yang muncul dari impian orang orang yang menginginkan suatu kebebasan, bebas dari ikatan ikatan primordial, bebas dari pagar pagar, bebas dari tatapan mata, bebas dari kata kata, bebas dari ucapan ucapan.
Tidak ada yang salah buatku dengan being single or living single. Itu adalah sebuah pilihan. Namun, mungkin ada juga yang karena keterpaksaan. Kalau memang keterpaksaan yang membuat seseorang menjadi sendiri. alangkah sedihnya.
Namun jika itu memang pilihan hidup.. alangkah merdekanya hidup ini. Indah nian rasanya.
Bukan manusia memang.. kalau sudah puas dengan apa yang didapatnya.
Manusia memang selalu tidak puas.
Mungkin ini tulisan orang yang sedang frustasi. Yang tidak tahu berterima kasih atas segala apa yang telah didapatnya. Tidak mensyukuri apa yang telah diterimanya selama ini.
Ah tidak. Bukan.
Ini cuma tulisan orang yang lagi menginginkan sesuatu, tapi tidak mendapatkannya...
Jadi.. keinginan tersembunyilah yang muncul.
Friday, October 15, 2004
BYE JAKNEWS FM
Sudah hampir satu setengah bulan saya tidak mendengar suara Mahindra Sutanto lagi dari Jaknews FM. Radio kesayangan yang selalu menyertai perjalanan di pagi hari.
Penyebabnya?.. mungkin dia terlalu kritis dalam memberikan pendapat atau pandangan. Sehingga saat mendekati dimulainya kampanye presiden putaran ke dua, dia persona non grata kan.
Asli, saya sangat kehilangan suaranya. Suaranya yang agak ngebass, dan sapaannya yang begitu ramah pada semua pendengar. Disamping itu cara berbicara dia yang mungkin enak buat didengar, menjadikan banyak orang yang kehilangan dia saat dia hengkang dari radio tersebut.
Sebenarnya, setelah dia hengkang masih terdapat satu acara lagi yang masih available untuk didengar. Yaitu acara Pojok Demokrasinya Fajroel Rahman di hari Rabu pagi, namun sejak Oktober juga dihilangkan acara tersebut. Sepertinya ada yang tidak suka dengan penyiar tersebut. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai provokator.
...
Sedih. Tidak ada yang enak untuk didengar setelah kedua penyiar itu tidak ada di Jaknews FM. Bukan masalah acaranya, tapi the way they talk itu sangat akrab dan terasa sangat familiar. Penggantinya setelah itu, tidak begitu membuat saya jadi ingin standby di Jaknews FM.
Jadilah sekarang, teman perjalananku ganti Radio Elsinta. Radio yang menurut saya tidak begitu menarik, namun sekarang jadi menarik setelah Jaknews menghilangkan kedua penyiar tersebut. (note: menghilangkan disini berarti benar benar menghilangkan, bukan kehilangan)
...
Jadilah sekarang saya jadi pendengar elsinta dengan ikrar nusa bakti sebagai narasumber tetapnya. Kadang-kadang bosan, karena tidak kesan kekeluargaan stylenya. Akan tetapi lumayanlah. Daripada tidak ada sama sekali.
...
Ada rasa kehilangan itu.
Penyebabnya?.. mungkin dia terlalu kritis dalam memberikan pendapat atau pandangan. Sehingga saat mendekati dimulainya kampanye presiden putaran ke dua, dia persona non grata kan.
Asli, saya sangat kehilangan suaranya. Suaranya yang agak ngebass, dan sapaannya yang begitu ramah pada semua pendengar. Disamping itu cara berbicara dia yang mungkin enak buat didengar, menjadikan banyak orang yang kehilangan dia saat dia hengkang dari radio tersebut.
Sebenarnya, setelah dia hengkang masih terdapat satu acara lagi yang masih available untuk didengar. Yaitu acara Pojok Demokrasinya Fajroel Rahman di hari Rabu pagi, namun sejak Oktober juga dihilangkan acara tersebut. Sepertinya ada yang tidak suka dengan penyiar tersebut. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai provokator.
...
Sedih. Tidak ada yang enak untuk didengar setelah kedua penyiar itu tidak ada di Jaknews FM. Bukan masalah acaranya, tapi the way they talk itu sangat akrab dan terasa sangat familiar. Penggantinya setelah itu, tidak begitu membuat saya jadi ingin standby di Jaknews FM.
Jadilah sekarang, teman perjalananku ganti Radio Elsinta. Radio yang menurut saya tidak begitu menarik, namun sekarang jadi menarik setelah Jaknews menghilangkan kedua penyiar tersebut. (note: menghilangkan disini berarti benar benar menghilangkan, bukan kehilangan)
...
Jadilah sekarang saya jadi pendengar elsinta dengan ikrar nusa bakti sebagai narasumber tetapnya. Kadang-kadang bosan, karena tidak kesan kekeluargaan stylenya. Akan tetapi lumayanlah. Daripada tidak ada sama sekali.
...
Ada rasa kehilangan itu.
Subscribe to:
Posts (Atom)