Friday, December 24, 2004

Harapan tentang suatu pengabdian

Sangat sulit mengharapkan sesuatu yang bersifat pengabdian di jaman sekarang ini. Semuanya begitu berbeda.
Memang jaman sudah berubah, aku menyadarinya dengan amat sangat. Namun tidak bisakah kita mendapatkan sesuatu yang berbeda. Sekarang jamannya memang sudah bukan jaman feudal (begitu orang berumur bilang). Sudah modern. Orientasi nilai sudah bergeser. Nilai nilai dalam kehidupan banyak diasosiasikan dengan angka.
Yah. Memang hidup ini berat dan sulit bagi sebagian orang.
Contoh mudah di depan mata. Tidak bisa kita berharap mendapatkan pembantu dengan nilai pengabdian pada saat ini. Sebaik baik kita memperlakukan mereka dengan standard diatas rata rata pun tidak akan memberikan dampak pengabdian pada sikap dan perilaku mereka. Sebesar apapun kita memberikan apa yang mereka butuhkan, itupun tidak menjadikan pengabdian jadi focus mereka dalam melakukan pekerjaan. Serela apapun yang telah kita korbankan untuk mereka, itupun tidak akan memunculkan factor pengabdian pada apa yang mereka lakukan. Seolah olah, mereka tidak mengenal apa kata balas budi atau hutang budi. Bahkan jika kita dengan repot memikirkan bekal apa yang harus mereka dapat untuk hidup di masa yang akan datang dengan mandiri. Itupun tidak menambah adanya factor pengabdian pada segala apa yang mereka kerjakan.
Semua tetep berdasar factor ekonomi. Factor nyaman atau tidak nyaman. Factor enak atau tidak enak. Factor bisa atau tidak bisa. Factor p[antas atau tidak pantas. Tidak ada factor pengabdian yang tulus dalam mereka melakukan pekerjaannya. Atau, apakah itu salah satu cara mereka menunjukkan bahwa mereka masih mempunyai eksistensi diri dan tempat dalam kehidupan ini. Sehingga jika factor pengabdian masuk dalam hidup mereka, seolah olah hidup mereka sudah diambil oleh majikan.
Tentu saja apa yang aku tulis masih dalam scope sempit, yaitu masalah dengan keberadaan pembantu rumah tangga di masa modern ini.

Ada beberapa kasus lain, dimana pengabdian masih mendapatkan tempat nomor satu dalam kehidupan ini. Namun, aku ingin memfokuskan pada satu hal saja untuk saat ini, yaitu pembantu rumah tangga. Obyek yang aku hadapi sehari hari, dan kadang menjadi masalah yang cukup penting dalam kegiatan harianku.

Kadang aku menjadi frustasi, apakah aku sebaiknya menjadi seorang nyonya rumah biasa saja. Seperti kebanyakan nyonya rumah yang menjadikan pembantu mereka adalah benar benar pembantu. Tanpa susah susah memikirkan apa yang akan menjadi bekal hidup mereka di masa mendatang. Mengingat kelakuan pembantu yang selalu membuat diriku susah. Menyesalkah aku karena aku pernah menyekolahkan mereka hingga tamat. Mengikutkan kursus mereka. Memberikan bekal materi yang cukup. Mencarikan mereka tempat kerja yang kemudian ditolak mentah mentah.
Kadang penyesalan cukup penting untuk mengurangi beban pikiran yang ada karena telah bertindak cukup manusiawi buat mereka, para pembantu. Yang kemudian akan berbuntut dengan pemikiran, ya sudahlah, biarlah aku memperlakukan mereka memang sebagai pembantu. Sebagaimana layaknya pembantu. Dan tidak perlu memberikan suatu yang dapat menjadi suatu ikatan batin di masa datang.
Perlakukan mereka sebagai pembantu. Itu saja. Daripada kemudian aku frustasi di masa datang karena seolah olah tidak ada gunanya aku memberikan begitu banyak bekal untuk mereka. Memang aku tidak berhak mengarahkan hidup mereka di masa depan. Memang tidak. Aku tidak punya hak atas masa depan mereka. Walaupun maksud baik ada dibalik semua itu. agar mereka tidak selamanya jadi pembantu rumah tangga.
Percuma aku selama beberapa tahun terakhir ini susah payah memikirkan bekal untuk masa depan mereka. Karena mereka sendiri tidak pernah memikirkan hal tersebut. Sekali lagi, tidak ada factor pengabdian dalam apa yang mereka kerjakan. Semuanya hanya berdasar factor pekerjaan. Pekerjaan. Dan pekerjaan.

Sekarang ini, sepertinya aku ingin menghentikan semua perbuatanku dalam membantu orang orang kecil yang bersusah payah untuk membayar uang sekolah mereka. Percuma. Dan tidak berguna. Sepertinya aku akan menghentikan semua donasiku untuk uang sekolah anak anak tidak mampu. Mereka hanya akan menganggap aku seperti mesin uang yang memang sudah selayaknya mengucurkan uangnya. Mereka tidak berpikir bahwa aku dengan susah payah menyisihkan sebagian dana untuk hal hal seperti itu. bahwa aku bahkan merelakan hal hal lain yang seharusnya bisa aku dapatkan dari dana yang aku sisihkan tersebut. Bahwa jika uang tersebut aku kumpulkan sendiri saja sejak beberapa tahun lalu, pasti sudah lumayan simpanan uangku, daripada aku hambur hamburkan untuk mereka. Bahwa jika uang itu aku pergunakan untuk hal hal lain di keluarga, akan menampakkan wujud yang lebih bermanfaat. Sepertinya aku sekarang berada dalam batas titik nadir, dimana aku hanya seperti menaburkan garam di laut. Tidak ada gunanya. Tidak ada bekasnya. Percuma. Sia-sia.

Sejujurnya aku tidak pernah mengharapkan imbalan apapun dan dalam bentuk apapun untuk semua yang kulakukan. Tapi melihat kelakuan mereka semua, aku menyesal. Mungkin aku terlalu memasukkan perasaan “orang Jawa” dalam melihat orang lain. Sehinggal hal hal yang menurutku seharusnya begini seharusnya begitu juga aku terapkan kepada orang lain. Dan aku tidak menyadari bahwa setiap orang dari daerah yang berlainan sangat berbeda dalam memandang suatu tindakan.
Mungkin aku akan menjadi orang lain saja. Mungkin aku tidak usah menyusahkan diri sendiri demi membantu orang lain. Mungkin lebih baik aku pergunakan uangku untuk hal hal yang lebih berguna. Mungkin aku terlalu ambisius dalam membantu orang lain.

Namun, bisakah aku menghentikan begitu saja semua itu? mungkin aku harus memberitahukan secara perlahan, supaya mereka mencari orang lain dalam waktu dekat. Aku ingin menyenangkan diriku sendiri saat ini. Tidak mengalahkan hal hal kesenanganku hanya untuk orang lain. Yang bahkan mungkin orang lain tidak pernah memikirkan hal tersebut.
Aku ingin jadi orang yang tidak perduli dengan mereka. Toh semua orang sudah mendapat jalannya dan arahnya dari Tuhan. Jadi bukan hakku untuk membantu mengubah hidup mereka.
Aku ingin jadi orang biasa saja. Yang membantu orang sebisa aku. Yang membantu orang dikala aku bisa dan mau saja. Tanpa perlu bersusah payah mengalokasikan dana dana untuk pos lain dan mengalihkannya pada mereka.

Aku saat ini benar benar dalam keadaan menyesal menjadi orang yang terlalu sok baik hati. Hanya karena kelakuan para pembantu yang membuatku sedih. Karena mereka aku jadi ingin mengubah seluruh pandanganku terhadap orang kecil. Ternyata mereka semua memang mentalnya sudah terbentuk seperti itu. tidak akan pernah berubah.

No comments: