Thursday, July 22, 2004

ANAK METROPOLITAN (komentar)



Fenomena jauhnya anak metropolitan dengan lingkungan adalah fenomena
umum kota besar, dan percayalah bahwa hal itu sangat alamiah, tidak ada
yang perlu disesalkan kok,  sebetulnya apabila anak2 kota besar memang
menjadi tidak akrab dengan lingkungannya, itu karena lingkungannya pun
tidak memberikan tempat dan peluang bagi para anak untuk bereksplorasi?
 
Coba, mari kita perinci dan pertanyakan hal tersebut?  Jakarta, di
kompleks perumahan elite, maupun dilingkungan padat yang lengkap dengan
gang-gang kecilnya,  apakah memberikan celah bagi anak anak untuk
bermain-main dengan kondisinya?  
Apakah para ibu akan membiarkan anak-anaknya main dipinggir jalan atau
trotoar yang penuh kepul asap knalpot kendaraan? Disini kadang kita
dihadapkan kepada pahitnya kenyataan bahwa pemerintah daerah ( dalam 
hal ini dinas tata kota ) sangat kurang memperhatikan kebutuhan taman
bermain bagi anak-anak? kalaupun ada taman yang cukup besar bagi anak
untuk bermain, pasti tak lama kemudian taman itu berubah fungsinya jadi
tempat parkir, mall baru atau mungkin tempat timbunan sampah!..
Karena itu apabila anak-anak metropolitan seperti jauh dari alam.. 
tidak usah ragu untuk mengatakan YA!, sangat benar bahwa mereka memang
jauh!...  Sekali lagi para orang tua diharapkan kesadarannya untuk
setidaknya menyisakan waktu untuk berjalan bersama anak,  melakukan
piknik ke kampung, ke pedesaan, atau jangan jauh2 lah, berlibur dirumah
simbahnya di desa sana? hal ini seperti juga apa yang telah kita alami,
akan memberikan bekas yang mendalam bagi sang anak.
Kalau dulu kita dirumah simbah teringat dan terkesan akan suara
jengkerik diwaktu malam atau suara gaduh orang menimba sumur di pagi
hari, maka anak2 metropolitan akan sangat terkesan dengan tidak adanya
Playstation dan komputer di rumah nenek mereka, hehehehe?. jaman memang
berubah? dan itulah kenyataan yang harus para orang tua hadapi bahwa
nilai dan norma ?normal? telah bergeser sesuai dengan kemajuan
teknologi?
Contoh lain : Handphone? lihat dan sadari, betapa anak-anak SD sekarang
sebagian besar memiliki sebuah handphone.. sebuah kebutuhan yang
seharusnya tidak terlalu penting bagi seorang anak SD, tapi itulah yang
terjadi, dengan pola konsumtif yang justru dianut oleh para 
orangtuanya? jadilah anak-anak SD itu menjadi sarana adu gengsi dan prestige bagi
kekayaaan orang tua?
 
Bagi seorang anak, Handphone tidak akan lebih dari sebuah sarana
mama/papa/sopir penjemput, untuk mencari mereka pada saat bubaran
sekolah? selain itu? hehehe, saat ini seharusnya justru anak yang tidak
memiliki handphone lah yang harus dipuji? kenapa? mereka punya 
disiplin,mereka tidak terpengaruh mode, merek dan adu gengsi.. mereka akan 
selalu ada di tempat yang telah ditentukan pada saat dijemput? betul gak? ya
betul, kalo gak tepat disitu.. nanti bisa ketinggalan kan?
Kembali ke pokok permasalahan, ada baiknya orang tua secara insidental
mengajak anaknya untuk bermain di tanah lapang, bermain dengan alam (
dan itu pasti dipinggir kota ! atau diluar kota ),  untuk memberikan
sedikit pengalaman bagi pelengkap unsur kejiwaan masa pertumbuhan
mereka?..
So!? next time kalau ada liburan sekolah, jangan anak diajak main ke
mall, tapi justru ajak bermain ke desa? biarlah mereka mengenal apa 
yang orang tua mereka rasakan sebelumnya yaitu.. bersatu dengan alam? 
Ajarkan kepada mereka cara menangkap capung, cara membuat mainan helikopter 
dari rumput alang-alang, atau ajaklah mereka membuat senapan pelepah pisang?
( itupun kalo anda masih inget cara bikinnya! )



(to be continued)

Wednesday, July 21, 2004

Watching Indonesia Indah show at Imax theatre while accompanying my
children during their holidays yesterday made my mind wander back
ironically.

Indonesia, the wonderland, that was potrayed beautifully in that movie,
but.. sad thing that its just only a movie?

This movie was produced back in 1984 by the order of madame Tien
Soeharto (The late first lady) as the originator, This Movie recalled
all my memories about what had happened in mid 80?s , The precise
depiction of Indonesia?s circumstances during my teenage years.

Its really touched my emotions and honestlydown deep inside my heart, I
did wish Indonesia now is as beautiful as they illustrated it.

On contrary, at present. We all realize the reality like : Indonesia?s
natural resources (forest, sea, agriculture, mining energy) are in
their critical points,
Its survival is merely depend on us, isnt it pathetic?

Can we recover and resurge?

Can you guess what if we filmed Indonesia in our present condition?
What will we see? deforestation due to Illegal logging, Trafficking
(the
illegal and highly profitable goods transport ), untrained women labor
abroads, bankrupt mining industry, Collution, nepotism ( not to mention
the act of comedy by some presidents after Suharto?s regime fallen ),
what else? . Corruption, poverty?

Should it be the portray of our next ?Indonesia Indah? movie? or shall
it be titled ?The Crying Nation? ?

Please forgive my un-patriotic cynicism about our suffering country? I
remember one quotes by Malcolm X : ? You're not to be so blind with
patriotism that you can't face reality. Wrong is wrong, no matter who
does it or says it.?

ANAK METRO

Pagi-pagi, di mobil, anak pertamaku Danang, bercerita kalau kemaren temannya bilang bahwa tasnya keren. Kak riski Tanya aku, beli dimana nang?. Kan beli di matahari ya bu?. Terus kata kak riski, wah mereknya Pierre cardin, pantes keren. Ini kan tasnya orang kaya.
Memang bener bu?, ini mahal?

Aku bener-bener heran, apa sih yang ada di benak mereka, anak-anak usia sekolah dasar jaman sekarang.
Seingatku dulu, saat di SD, tidak pernah aku memikirkan bahwa tas ini mahal or bagus or etc. masa kecilku dulu penuh dengan kegiatan belajar dan bermain.
Ah, memang jaman ini sudah berubah. Jaman kita dulu, kan belum ada supermarket or mal, kalau mau beli sesuatu harus ke took, dan biasanya orang tua yang berperan aktif. Anak-anak tinggal ditanyain mau atau nggak. Atau, lebih parah lagi, sudah dibelikan oleh mereka, dan anak-anak tinggal menerima.
Sekarang ini, di mana mal atau supermarket menjadi salah satu tempat refreshing keluarga, otomatis, pajangan barang-barang dagangan menjadi hiburan bagi mereka. Yang keren, yang lucu, yang mahal dan sebagainya. Anak-anak ini jadi tahu harga. Mereka jadi tahu merek. Media televise menjadi alat yang membentuk ide anak-anak, bahwa ada barang bagus, bermerek, bagi yang memiliki akan terlihat keren.

Ah aku merindukan, masa kecilku. Masa dimana kita dapat mengeksplorasi diri dengan apa yang ada di sekitar kita. Tanah yang masih lapang. Pepohonan yang masih banyak berdiri. Alang-alang di tanah kosong didekat rumah. Semuanya bisa menjadi tempat bermain yang menyenangkan. Liburan sekolah benar-benar masa keluar rumah, untuk bermain di tempat terbuka di sekeliling tempat tinggal. Bersepeda jauh ke wilayah lain bersama teman-teman sebaya. (namun sepengetahuan aku tempat-tempat tersebut bahkan sekarang sudah berubah jadi bangunan ).

Kapan anak-anakku dapat mengalami hal-hal seperti itu lagi. Saat dimana mereka tidak terganggu oleh bujukan acara televise, cd, game, dan lain sebagainya. Saat dimana mereka benar-benar menjadi anak-anak, yang bersatu dengan alam.
Menjadi anak alam. Menjadi anak bumi. Menjadi anak sang surya.

Tuesday, July 13, 2004

Perempuan sebenarnya adalah sesuatu makhluk yang hebat.

Pernahkah anda membaca or mendengar bahwa dibalik keberhasilan seorang laki-laki, ada seorang perempuan yang ada di sebaliknya. Dan demikian juga, kegagalan seorang laki-laki, biasanya karena seorang perempuan.

Tak tahulah aku, apakah itu benar atau tidak. Dan belum pernah mengalami pula aku, apakah aku termasuk salah satu dari perempuan-perempuan yang dapat menjadi faktor penentu dari nasih seorang laki-laki.

Akan tetapi, cerita dibawah ini benar adanya, bahwa seorang perempuan dapat menyebabkan dicairkannya suatu kredit yang seharusnya impossible untuk dicairkan.
Adalah seorang pimpinan sebuah bank X, yang cukup dikenal oleh semua rakyat di negeri antah berantah ini. Yang aku tahu, beberapa orang yang aku kenal, sangat sulit sekali mendapatkan kredit dari bank bersangkutan, walaupun semua data penunjang telah dilengkapi.
Namun dengan mudahnya, pimpinan tersebut mengucurkan ratusan milyar kredit kepada salah dua pengusaha yang terkenal dan masuk kelompok abu-abu (kalau hitam, berarti black list dong dan itu sudah otomatis nggak mungkin dapat kredit). Dan tahukah saudara-saudara, persetujuan kredit tersebut terlaksana, hanya karena seorang perempuan?... iya benar, karena pimpinan bank ini di black mail oleh pengusaha, bahwa affairnya dengan seorang perempuan akan dibuka jika tidak disetujui permohonan kreditnya. Padahal si pengusaha itu sendiri yang menyodorkan perempuan penggoda tersebut pada suatu acara. Dan ternyata umpan tersebut dimakan oleh pimpinan bank.
Sedemikian penakutnyakah pimpinan bank tersebut? Sehingga resiko yang lebih besar ia berani hadapi. (Dalam hal ini resiko kredit macet dong. Sudah pastilah.. kredit tersebut bakalan macet. Yakin ainul yakin deh.)
Jaman sekarang ini, mana ada sih kredit skala besar yang tidak termasuk kredit macet, dan diselimuti dengan istilah… re-scheduling. Wah.. basa-basi yang sudah basilah itu!!!]

Jadi, perempuan itu memang kuat. Begitu besar pengaruhnya terhadap kehidupan seorang pria. Baik itu pengaruh jelek, pengaruh baik, ataupun pengaruh abu-abu (dalam artian..bisa dikatakan baik, namun dapat dikatakan jelek juga, tergantung dari mana sudut pandangnya)
..
wallahu allam bisawab.

to be continued

Wednesday, July 07, 2004

SEKULER, PRAGMATIS, RELIGIUS

Sekuler?
Berarti pandangan bahwa semua urusan adalah murni rasional.
Pragmatis?
Berarti kegunaan, kepratktisan, getting things done.

Sering kita dengar orang berkata,..” kita berpikir pragmatis aja deh..”
Apa maksudnya…. Mungkin maksudnya adalah… kita berpikir yang gampang aja deh, asal semua dapat dikerjakan, kerjakanlah. Just do it. (bukan just duit lho!!!)

Dulu pernah juga saya mendengar teman menjawab begini :” ah anakku sekolah di sekolah biasa aja lah… kan aku sekuler”… saat ditanya dimana anaknya akan disekolahkan.
Mungkin maksud dia adalah bahwa dia memasukkan anaknya ke sekolah yang umum saja, bukan sekolah dengan basis agama pada kurikulum pendidikannya.

Bila kita kita lihat, seseorang dapat dipandang sekuler jika (bisa saja) seseorang yang secara pribadi amat religius, akan tetapi memisahkan URUSAN dengan agamanya.
Pada kalimat diatas terdapat kata religius.

RELIGIUS ?
dapat merujuk pada pandangan “semua urusan mengandung nilai ketuhanan dan kemanusiaan”.

Sekuler dan religius sendiri.. bila kita tarik kembali ke belakang, kita akan ingat adanya dikotomi secara sosial dan budaya. Adanya istilah priyayi dan wong cilik, kemudian ada juga istilah santri dan abangan, sangat kental pada masa lalu. Dimana pembagian tersebut sangat jelas dalam pembagian kerja masayarakat.
Namun demikian pada saat ini kedua dikotomi itu sendiri sudah sepenuhnya mengabur dalam kehidupan yang sudah didasari industri dan globalisasi ini.

Saat ini pragmatisme lebih banyak dipakai sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan-keputusan dalam kehidupan. Karena memang pragmatisme itu ada dimaksudkan supaya manusia dapat menghadapi masalah yang kita rasakan semakin besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Menjadikan sesuatu agar dapat dikerjakan adalah hal penting dari pragmatisme itu sendiri. Itu adalah criteria dari sebuah kebenaran.
Seseorang pernah berkata “ Kebenaran itu tidak terletak diluar dari dirinya, akan tetapi manusialah yang menciptakan kebenaran”. It is useful because it is true, it is true because it is useful.
Banyak orang yang mengkritik pemikiran pragmatis tersebut, karena hanya mendukung upaya bisnis dan politik amerika.
Diluar masalah amerika or bukan amerika, kalau kita mau jujur, pragmatisme sudah merambah keseluruh dunia. Pragmatisme telah mendorong individualisme dan materialisme menjadi tumbuh dengan subur. Unsur kesadaran tak terdapat di dalamnya.

Saya sendiri, sering juga cenderung berpikir pragmatis. Ah, udahlah.. yang penting dikerjakan saja, tidak usah berpikiran terlalu rumit. Bikin susah aja.
The point is…” jangan mempersulit apa yang bias dipermudah..” gitu kan?
(beda dong dengan istilah pegawai birokrasi pemerintahan yang berpendapat “untuk apa mempermudah apa yang bias dipersulit?”…..)

Dalam dunia bisnis dan bahkan juga dunia politik saat ini, pragmatisme sangat berpengaruh, sehingga melahirkan banyak praktik-praktik kotor di dalamnya. Itu juga yang menghasilkan istilah KKN di Indonesia. Pragmatisme menimbulkan budaya… “apapun dikerjakan asal menguntungkan”.

Namun demikian, tidak selamanya manusia akan selalu berpikir pragmatis… kadang dalam ketidaksadarannya, kesadaran religi itu muncul. Pragmatisme itu sangat bersifat relative. Selama pengalaman beragama itu berguna bagi yang bersangkutan, maka ia benar. Kerelatifan orang yang berpikir pragmatis dalam hal yang menyangkut keagamaan sangat berhubungan erat dengan kebenaran.
Tidak ada kebenaran abadi dan mutlak, segalanya tergantung pada apakah “kebenaran” itu berguna atau tidak.

Thus,… dalam hal ini sekuler sendiri berarti sudah tercakup dalam istilah pragmatisme, karena pragmatis sudah pasti sekuler.

Masalahnya sekarang… bisakah kita tekankan religi pada para pragmatis ini. Dalam hal ini maksudnya adalah.. bahwa bagaimanapun semua urusan mempunyai dimensi rasional, ketuhanan dan kemanusiaan”.

Saya sendiri? Termasuk golongan manakah? Saya yang pasti sekuler, berarti juga termasuk pragmatis dong. Salahkah itu? TIDAK. Bagaimanapun urusan religi masih mendapat tempat dengan prioritas utama dalam pemikiran saya, namun dalam sisi yang lain dari pemikiran itu sendiri. Jadi… mungkin benar itu… pragmatis yang religius.. menjadi hal yang bagus untuk dikaji lebih lanjut.

There are so many things in my mind that I can’t express.

To be continued

Thursday, July 01, 2004

TANGGAPAN TENTANG FEODALISME DARI SEORANG TEMAN YANG MEMPUNYAI GELAR R DI AWAL NAMANYA.

Feodalisme adalah sebuah sistem pemerintahan di mana seorang pemimpin,
yang biasanya seorang bangsawan memiliki anak buah banyak yang juga
masih dari kalangan bangsawan juga tetapi lebih rendah dan biasa
disebut
vazal.

Para vazal ini wajib membayar upeti kepada tuan mereka. Sedangkan para
vazal pada gilirannya ini juga mempunyai anak buah dan abdi-abdi mereka
sendiri yang memberi mereka upeti. Dengan begitu muncul struktur
hirarkis berbentuk piramida.

Dalam penggunaan bahasa sehari-hari di Indonesia, seringkali kata ini
digunakan salah dalam arti "sombong", "gila hormat" atau "suka main
perintah" dan dengan begitu memiliki konotasi negatif. Arti ini sudah
banyak melenceng dari pengertian politiknya.

Feodalisme saat ini bukan saja sesuatu yang dianggap mencerminkan
romantisme patriotik masa lalu, nasionalisme sempit, pemanfaatan agama
sebagai kegiatan eskapis dan pemujaan tradisi kosong terhadap sebuah
ideologi semu, namun juga sebagai cermin perilaku yang enggan akan
perubahan yang kini terjadi di Indonesia.

Padahal?.. dari sejak jaman baheula? masyarakat Indonesia itu kan
majemuk atau plural society, Artinya : masyarakat yang sekarang ini
terwujud itu kan karena terjadi komunitas antar suku secara langsung
ataupun tidak langsung yang dipaksa untuk bersatu di bawah kekuasaan
sebuah sistem nasional, Nah entah lupa atau tidak, orang-orang itu
harusnya sadar bahwa feodalisme yang ada sekarang ini kan sebenernya
lebih cenderung muncul sebagai bentuk ikatan primordialisme
kesukubangsaan dan keagamaan kan?? bukan sebagai alat untuk melakukan
exploitation de la hoya? Lha disini lucunya kan?? sekarang semuaa pada
ribut masalah feodalisme? sembari definisi pastinya aja paling satu dua
orang aja yang bener2 ngerti? ?

Lha masalah diangkatnya KRT Wiranto apa KRM Akbar Tanjung itu kan
sebenernya cuma masalah penyelewengan demokrasi di Indonesia aja yang,
Gara gara mereka lah era Demokrasi jadi mengalami proses aristokrasi
atau pembangsawanan yang ditandai dengan upaya para elite politik untuk
mengaitkan dirinya dengan silsilah atau kekerabatan para bangsawan di
beberapa keraton.

Upaya itu kan memang disengaja dilakukan hanya untuk merebut pangsa
pasar dari masyarakat pemilih tradisional yang orientasi politiknya
masih berkiblat pada kraton. Padahal kita tau .. masih sangat banyak
yang berpola pikir gitu kan?

Lalu apa hubungannya antara Aristokrasi dengan pemerintahan? Sampe
Wiranto dan Akbar jadi pada pake gelar2 gitu? ?Aristokrasi itu
merupakan sistem kekuasaan yang terbaik? itu kata filsuf Aristoteles,
aritos berarti orang terbaik dan kratos berarti sistem kekuasaan.?.
Penyusun buku Politea ini ingin menyatakan bahwa sistem pemerintahan
terbaik adalah pemerintahan oleh warga terbaik untuk kepentingan semua
orang.

Di sana jelas ada standar moral tinggi. Karena memang dalam makna
otentiknya, kata aristokrasi bukan istilah yg negatif. Sayang,
belakangan ini sistem kekuasaan aristokrasi selalu ditempatkan
berpunggungan dengan demokrasi. Sementara itu aristokrasi menjadi
sistem
kekuasaan yang bersandarkan ukuran keturunan.

Feodalisme janganlah di identikkan dengan prinsip dasar Nobility atau
Kebangsawanan, dia sangat jauh berbeda.. yang satu adalah sikap
politis,
yang satunya adalah suatu prinsip pewarisan budaya dari nenek moyang
kepada keturunannya? ( well? setidaknya itulah yang kurasakan ).

Kembali pada Aristokrasi, pada dasarnya yang ditekankan pada makna
aristokrasi adalah kontinuasi etika prosedur dan kode etik para
bangsawan dalam menjalankan kesehariannya, seperti misal bagaimana kaum
aristokrat itu harus menjunjung tinggi perilaku dan azas tradisional
masyarakat yang terpelajar dan terhormat dan menjadi yang terbaik
didalam masyarakat. bukankah hal itu positif?

Seharusnya Indonesia ini dipenuhi oleh ARITOS-ARITOS yang DEDICATED
sehingga mampu mengangkat keterpurukan saat ini...

(*ter inspirasi sama tulisan kamu
keep on writing? I love your writing)