Saturday, February 21, 2009

Am i a good woman and a good mom???


Perempuan, dari sejak jaman baheula selalu dibedakan oleh kondisi yang ada, maupun dikondisikan begitu oleh pria dan sistem yang berlaku pada setiap jamannya.
Dikotomi yang terlahir dengan adanya interaksi antara perempuan dengan lingkungannya menimbulkan berbagai kontroversi hingga saat ini. Walaupun dengan catatan, saat ini perempuan sudah lebih mengalami permakluman sejalan dengan meningkatnya kesadaran akan feminisme pada tiap tiap perempuan dalam masing masing komuniti.

Tadi pagi, saya diskusi dengan mr.indigo igo, teman berantem saya tiap hari. Menurutnya, sebagai laki laki yang masih sedikit konvesional pemikirannya, kadang kadang dia heran berhadapan dengan perempuan perempuan yang dikenalnya (maksudnya saya tentu saja). Buat dia, seorang perempuan, seorang istri dan seorang ibu adalah seseorang yang tidak boleh pulang malam. Seorang ibu bertanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya. Seorang ibu bertanggungjawab atas keadaan rumahnya.
Dengan kondisi yang sudah modern saat ini menurutnya tidak seharusnya perempuan pulang lebih dari jam 9 malam.
Kalau jaman dulu malah lebih ketat kan? Saya ingat sekali dulu waktu kecil, kakek saya selalu bilang, pulang tidak boleh lebih dari maghrib. Ora elok wong wedok ada diluar rumah setelah maghrib.

Menghadapi saya, dia geleng geleng? Bagaimana mungkin saya, seorang perempuan, bisa kadang kadang pulang tengah malam, bahkan kadang pulang subuh, atau lebih tragisnya nginep di kantor. Atau, melihat saya pulang jam 12 malam sendiri hanya karena nonton pertunjukan, atau kumpul-kumpul dengan teman-teman.
Dia juga masih belum bisa menerima, teman teman perempuannya yang tiap hari pulang malam untuk berbagai kegiatan yang menurutnya masih bisa dijadikan jawaban pilihan ganda, dengan jawaban tidak.

Saya cuma bisa mengcounter dengan kalimat,
"Hei, tidak setiap hari dalam setahun saya pulang tengah malam. Selalu ada alasan yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan."

Tidak. Tidak. Mr.Indigo igo tidak mengkritik, atau mengkomplain ataupun menegur saya. Dia hanya heran, karena buat dia istri adalah seseorang yang ada di rumah saat suami pulang, ibu adalah seseorang yang selalu ada di saat anak-anaknya akan pergi tidur, dan perempuan adalah seseorang yang bisa merawat dan menjaga rumah agar menjadi tempat yang nyaman.

Hmm... mendengar pandangannya, saya sih membayangkan, wah... alangkah nyamannya jadi perempuan seperti itu. Menata rumah, menjaga anak-anak, memasak, menyulam (halah!!!), membawakan tas suami yang pulang kerja (alamak!!!), yah begitulah seperti gambar gambar perempuan masa lalu. Wow!!!
Gambaran seperti itu, sudah jauh jauh tertutup dalam pikiran saya. Bukannya saya menolak atau menantang kondisi tersebut, namun karena saya yakin, saya tidak dapat melakukan hal hal ideal tersebut.

Jadi, adalah selalu membuat dia geleng geleng kepala, jika dia tahu saya bersama teman teman perempuan pada pulang malem sendirian. Entah urusan kerjaan ataupun bukan. What can I say?

Dan kemudian, jadi perempuan dalam kategori "tidak benar" kah saya????
Bisa jadi!! behind the eye of beholder.

Entah kenapa, saya adalah penganut paham, tidak seharusnya perempuan harus membatasi diri dalam kegiatannya. Baik itu perempuan yang bekerja maupun yang tidak bekerja. Baik ibu rumah tangga maupun ibu rumah tangga yang nyambi kerja. Tiap perempuan punya hak untuk mengekspresikan apa apa yang diinginkannya. Apalagi jamannya sudah berubah jauh gini.
Tidak seharusnya seorang perempuan terbelenggu oleh statusnya. Perempuan punya hak kok, tentu setelah segala KEWAJIBANNYA terpenuhi semua.

Pusing juga saya mau membuat justifikasi yang disebut kewajiban perempuan yang sudah terpenuhi itu apa saja.

Mungkin bisa ambil contoh kasus, diri saya aja ya...
Karena anak-anak saya sudah besar semua, more than 7 years old, saya merasa saya dapat melepaskan mereka untuk lebih mandiri dalam kegiatan mereka sehari-hari. Ada si mbak yang membantu saya dalam mempersiapkan makanan dan menjaga keadaan rumah. Telpon tidak pernah berhenti berdering saat anak anak mulai masuk waktu membuat PR. Dari PR matematika, sampai tugas prakarya. Semua terkoordinasi lewat telpon jika saya masih tidak di rumah. Jadi, saya bisa pulang malam jika memang ada hal meng-HARUS kan saya berbuat begitu.

Saya bisa dengan nyaman nonton pertunjukan teater ataupun ketemu teman teman, meninggalkan anak anak di rumah, karena ada yang menjaga mereka.

Saya berani meninggalkan anak anak lebih seminggu saat keluar kota, dengan tenang karena saat akan pergi segala sesuatu sudah saya persiapkan.

Saya berani jalan naik gunung karena saya sudah mempersiapkan segala sesuatu sebelum mereka saya tinggal, dan ada di tangan yang tepat.

Hhhh,... jadinya saya harus bercermin lagi kepada cermin ajaib, seorang perempuan dan ibu yang baik kah saya?????
Atau sebenarnya didalam dasar hati yang paling dalam para laki laki memang menginginkan perempuan dan ibu yang "POMAHAN", alias yang betah dan baik baik di rumah saja??? bisa jadi...
sehingga karena kondisi sudah berubah dan mungkin juga karena tidak punya pilihan, mau ndak mau laki laki harus menerima perempuan sebagai istri dan ibu sesuai perkembangan jaman yang terjadi pada saat ini.



NB: postingan ke 500... sejak pertama kali ngeblogspot tahun 2004 (bravo!!!!)

3 comments:

astrid savitri said...

Saya sering berpikir, lelaki sebetulnya sedang kalah start..sebab gerakan feminisme yg dimulai sejak awal abad 20 tidak diikuti dgn gerakan male-isme (kalau kata ini memang ada).. jadi saat pemikiran perempuan lebih di depan, banyak lelaki yg gelagapan sebab memang mereka gak disiapkan buat berada di belakang atau bahkan sejajar..sedangkan buat menyusul kecepatan perkembangan perempuan, mereka pun gak tahu caranya sehingga yg keluar adalah sikap prejudis..

to me; you're not a good woman and a good mom

You're an excellent woman and a superb mom!

Bertiwikromo said...

Ketika "the fear of women" menjadi issue, orang nggak begitu percaya. Fear of women menunjuk pada kegamangan perempuan justru ketika berada di atas laki-laki dalam banyak aspek. Persoalannya, dunia ini telanjur patriarkal, udah ngintip lah (intip sega itu lho!), jadi kerak. Ketika perempuan sudah siap bersejajar dengan laki-laki, lha social construction-nya belum mengimbangi. maaf, termasuk ketidaksiapan banyak suami. Kekuasaan maskulinisme tetap bermain. sadar nggak sadar, perempuan sering mendukungnya juga. ungkapan "good mom" sebenarnya gender bias (accrd to me hehehe), dan jeng anik ini masih belum bisa lepas juga dari lingkaran itu. I don't care, anda good woman atau good mom. bukan di situ persoalannya. power sharing yang harus didiskusikan dengan lelaki. tiwikromo--jakarta

Anonymous said...

postingan ke 500 ? wow..selamat !!

imgar