Wednesday, July 07, 2004

SEKULER, PRAGMATIS, RELIGIUS

Sekuler?
Berarti pandangan bahwa semua urusan adalah murni rasional.
Pragmatis?
Berarti kegunaan, kepratktisan, getting things done.

Sering kita dengar orang berkata,..” kita berpikir pragmatis aja deh..”
Apa maksudnya…. Mungkin maksudnya adalah… kita berpikir yang gampang aja deh, asal semua dapat dikerjakan, kerjakanlah. Just do it. (bukan just duit lho!!!)

Dulu pernah juga saya mendengar teman menjawab begini :” ah anakku sekolah di sekolah biasa aja lah… kan aku sekuler”… saat ditanya dimana anaknya akan disekolahkan.
Mungkin maksud dia adalah bahwa dia memasukkan anaknya ke sekolah yang umum saja, bukan sekolah dengan basis agama pada kurikulum pendidikannya.

Bila kita kita lihat, seseorang dapat dipandang sekuler jika (bisa saja) seseorang yang secara pribadi amat religius, akan tetapi memisahkan URUSAN dengan agamanya.
Pada kalimat diatas terdapat kata religius.

RELIGIUS ?
dapat merujuk pada pandangan “semua urusan mengandung nilai ketuhanan dan kemanusiaan”.

Sekuler dan religius sendiri.. bila kita tarik kembali ke belakang, kita akan ingat adanya dikotomi secara sosial dan budaya. Adanya istilah priyayi dan wong cilik, kemudian ada juga istilah santri dan abangan, sangat kental pada masa lalu. Dimana pembagian tersebut sangat jelas dalam pembagian kerja masayarakat.
Namun demikian pada saat ini kedua dikotomi itu sendiri sudah sepenuhnya mengabur dalam kehidupan yang sudah didasari industri dan globalisasi ini.

Saat ini pragmatisme lebih banyak dipakai sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan-keputusan dalam kehidupan. Karena memang pragmatisme itu ada dimaksudkan supaya manusia dapat menghadapi masalah yang kita rasakan semakin besar, yaitu industrialisasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Menjadikan sesuatu agar dapat dikerjakan adalah hal penting dari pragmatisme itu sendiri. Itu adalah criteria dari sebuah kebenaran.
Seseorang pernah berkata “ Kebenaran itu tidak terletak diluar dari dirinya, akan tetapi manusialah yang menciptakan kebenaran”. It is useful because it is true, it is true because it is useful.
Banyak orang yang mengkritik pemikiran pragmatis tersebut, karena hanya mendukung upaya bisnis dan politik amerika.
Diluar masalah amerika or bukan amerika, kalau kita mau jujur, pragmatisme sudah merambah keseluruh dunia. Pragmatisme telah mendorong individualisme dan materialisme menjadi tumbuh dengan subur. Unsur kesadaran tak terdapat di dalamnya.

Saya sendiri, sering juga cenderung berpikir pragmatis. Ah, udahlah.. yang penting dikerjakan saja, tidak usah berpikiran terlalu rumit. Bikin susah aja.
The point is…” jangan mempersulit apa yang bias dipermudah..” gitu kan?
(beda dong dengan istilah pegawai birokrasi pemerintahan yang berpendapat “untuk apa mempermudah apa yang bias dipersulit?”…..)

Dalam dunia bisnis dan bahkan juga dunia politik saat ini, pragmatisme sangat berpengaruh, sehingga melahirkan banyak praktik-praktik kotor di dalamnya. Itu juga yang menghasilkan istilah KKN di Indonesia. Pragmatisme menimbulkan budaya… “apapun dikerjakan asal menguntungkan”.

Namun demikian, tidak selamanya manusia akan selalu berpikir pragmatis… kadang dalam ketidaksadarannya, kesadaran religi itu muncul. Pragmatisme itu sangat bersifat relative. Selama pengalaman beragama itu berguna bagi yang bersangkutan, maka ia benar. Kerelatifan orang yang berpikir pragmatis dalam hal yang menyangkut keagamaan sangat berhubungan erat dengan kebenaran.
Tidak ada kebenaran abadi dan mutlak, segalanya tergantung pada apakah “kebenaran” itu berguna atau tidak.

Thus,… dalam hal ini sekuler sendiri berarti sudah tercakup dalam istilah pragmatisme, karena pragmatis sudah pasti sekuler.

Masalahnya sekarang… bisakah kita tekankan religi pada para pragmatis ini. Dalam hal ini maksudnya adalah.. bahwa bagaimanapun semua urusan mempunyai dimensi rasional, ketuhanan dan kemanusiaan”.

Saya sendiri? Termasuk golongan manakah? Saya yang pasti sekuler, berarti juga termasuk pragmatis dong. Salahkah itu? TIDAK. Bagaimanapun urusan religi masih mendapat tempat dengan prioritas utama dalam pemikiran saya, namun dalam sisi yang lain dari pemikiran itu sendiri. Jadi… mungkin benar itu… pragmatis yang religius.. menjadi hal yang bagus untuk dikaji lebih lanjut.

There are so many things in my mind that I can’t express.

To be continued

No comments: