Monday, August 28, 2006

DIAM

Kala kamu sudah tidak dapat mengungkapkan apa yang segala apa yang ada di dalam pikiranmu.
Kala kamu sudah tidak boleh mengungkapkan apa yang menjadi tanya mu
Hal terbaik yang kamu lakukan adalah........

DIAM.

Wednesday, August 23, 2006

Yang paling bertanggungjawab

Di Makasar, ada seorang anak kecil (di bawah 13 tahun) dipukuli ramai ramai oleh orang orang (biadab) yang bisa dibilang dewasa, hanya karena si anak mengambil, atau boleh dibilang mencuri uang sebesar Rp.4.000,- (Empat ribu rupiah) milik seorang pedagang, dengan alasan disuruh oleh ayahnya untuk mencuri.

Siapa yang paling bertanggung jawab dalam hal ini???
....................
....................
NEGARA!!!!

Friday, August 18, 2006

Nasionalisme atawa Almamaterisme ???

Sambil berpikir dimana sekiranya aku harus memarkir kendaraan yang paling dekat untuk mendekati istana negara aku menjalankannya menuju arah monas dari jalan jenderal sudirman. Ternyata, jalan merdeka barat ditutup oleh petugas, otomatis mau tidak mau harus berbelok menuju merdeka selatan dan dengan pertimbangan bahwa khawatir parkiran penuh di stasiun gambir, aku berbelok ke tempat parkir monas di depan kantor gubernur dki.
Dengan cepat aku cari tempat parkir, dan memberitahu anak anak bahwa kita harus berjalan cepat, karena saat itu sudah pukul setengah lima. Aku mengajak anak anak berjalan agak cepat, karena terdengar suara terompet tanda upacara akan dimulai. Terburu-buru. Anak anak sampai mengeluh, mengapa jalanku cepat sekali.
Akhirnya setelah menyeberangi area monas yang cukup jauh juga untuk anak anak, sampailah kita ke depan istana negara. Sempat aku tanyakan apakah sudah ada marching band yang main, yang dijawab oleh petugas dengan penjelasan bahwa upacaranya baru saja dimulai.

Aku dan anak anak berjalan mendekat ke arah tempat paling depan dari kerumunan orang yang ada di istana negara, yang sedang mengikuti jalannya upacara penurunan bendera. Cukup banyak orang berdesakan di baris depan kerumunan tersebut. Hingga akhirnya sampai juga dibarisan terdepan dengan pagar polisi di depan kami semua.

Upacara masih berlangsung hingga akhir saat bendera pusaka diserahkan ke presiden SBY. Akhirnya aku menyuruh si sulung menanyakan kepada polisi di depannya, apakah unit marching band sudah main? Dan dijawab oleh polisi tersebut, bahwa sudah main dari tadi, sekitar jam 16.00 WIB.

Alamak! Lemaslah aku. Sudah bersusah payah menuju istana negara, ternyata unit marching band UGM sudah main.
Langsung, anak anak aku ajak pulang. Menyesal, kenapa tadi tidak minta informasi soal jam main adik adik tersebut ya?
Tapi, ya udahlah. Apa boleh buat. Tinggal komplain aja ke teman teman yang tidak memberi tahu jam main adik adik MB UGM tersebut. Hanya memberitahu tanggal dan event nya.

8 tahun tinggal di Jakarta, namun tidak sedikitpun ada keinginan untuk mengikuti acara yang diadakan di istana negara tiap tahun tersebut. Ada banyak alasan yang dapat dijadikan excuse. Dari alasan, jarak, repot, bisa lihat di televisi, males dan sebagainya, sehingga upacara di istana negara tersebut tidak masuk di agenda kegiatan ku untuk dilihat secara langsung.

Namun, mendengar unit marching band UGM diminta tampil di acara penurunan bendera tanggal 17 agustus 2006 kali ini di istana negara, ada keinginan kuat untuk datang ke istana negara dan menyaksikan unit band kebanggaan ini. Walaupun akhirnya gagal menyaksikannya secara langsung, namun cukup puas, karena akhirnya dapat menyaksikan secara langsung juga acara penurunan bendera di istana negara saat hari kemerdekaan RI tersebut, dan mungkin terakhir kali aku bisa melihat acara seperti itu.

Dalam perjalanan kembali ke tempat parkir, aku jadi tersadar, mengapa demi unit marching band almamater aku bersedia merepotkan diri untuk datang ke istana negara ini.
Apakah dengan demikian rasa nasionalisme ku berkurang? Apakah rasa almamaterisme ku lebih tinggi daripada rasa nasionalisme ku? (perlu dicatat, almamater disini bukan berarti UGM, tp untuk unit marching Band UGM, hehehe ini kata orang yang sudah keracunan darahnya dengan unit marching band ugm dan minum air dari sumber air di boulevard UGM).

Ah, entahlah.
Yang pasti sebagai seorang Ibu, setelah ini, sepertinya aku harus lebih mengenalkan rasa kebanggaan tentang Indonesia kepada anak anakku, walaupun carut marut masalah yang muncul di negara tercinta ini membuat rasa pesimis lebih besar daripada optimis.

Maksud tulisan "TANGAN"

Suatu hari, saya harus mengirim uang via rekening, tiba tiba teringat bahwa catatan no rekening masih ketinggalan di rumah. Akhirnya, karena sudah keburu di depan bank yang dimaksud, sayang lah kalau tidak jadi transfer, saya memutuskan untuk menelpon asisten domestik di rumah untuk menanyakan nomor rekening tersebut.

Saya : El, tolong kamu lihat tas yang di meja ibu, ada dua lembar kertas putih undangan. Coba kamu ambil dulu, nanti tak telpon lagi

Saya : Sudah ketemu?
Asisten : Sudah bu
Saya : coba kamu lihat, di salah satu undangan tersebut, ada tulisan tangan nya ndak?
Asisten : sebentar bu saya lihat
Saya : Ada kok kalau tidak di bagian bawah ya atas, di salah satu kertas itu
Asisten : tidak ada bu
Saya : ah, ndak mungkin, wong kemaren ibu inget banget mbak nya nulis di kertas itu
Asisten : tidak ada bu
Saya : coba kamu lihat lagi… tulisan tangan pakai pensil.. ada ndak?
Saya : tulisannya angka angka, kalau ndak 9 angka ya 10 angka
Asisten : tidak ada bu
Saya : mosok sih? Tulisan tangan pake pensil, deretan angka angka? Ada ndak?
Asisten : tidak ada

Karena asisten ini tetap bilang tidak ada akhirnya saya berpikir, kemungkinan dihapus anak anak, tp saya tetap tidak yakin anak anak main hapus tulisan di kertas tersebut. Bukan konsumsi mereka untuk menghapus tulisan di kertas yang ada di tas ibunya.
Namun, karena asisten ini tetap kekeh bilang ndak ada. Ya sudahlah, transfernya nanti malam saja setelah sampai rumah via atm dekat rumah saja.

Sesampai di rumah pada hari yang sama, saya langsung lihat kertas yang saya maksud tadi siang. Ternyata ada tuh, tulisan no rekening yang tak maksud tadi siang. Tetap ada tertulis di kertas yang diambil asisten saya tersebut.

Akhirnya, saya tunjukkan ke asisten saya lagi

Saya : lho el, ini ada tulisan yang tak maksud tadi siang
Asisten : oh, tulisan itu bu… tadinya saya juga sudah mikir yang dimaksud yang itu, tp takutnya salah.
Saya : lho, ibu kan bilang nya jelas kan? Tulisan tangan pake pensil, deretan angka angka? Ya kan. Lha ini kan jelas tulisan angka pake pensil di bawah ini. Dan bukan ketikan, tp pake tangan nulisnya
Asisten : iya bu. Benar
Saya : lha.. kalau gitu, td siang pas kamu bilang tidak ada itu, maksudmu, yang ndak ada yang mana?
Asisten : ya tulisan tangannya ndak ada
Saya : lho.. lha ini apa bukan tulisan tangan?
Asisten : bukan bu, kan tulisannya bukan “tangan”
Saya : ha?.. lho… oalah.

Saya heran. Bagaimana mungkin asisten ini menangkap maksud saya tulisan tangan itu dengan tulisan “tangan”.
Amit amit ah.
Mau ngomel gimana? Yang ada gueli setengah mati.
Ampun ampun.. ternyata cara berkomunikasi ku masih belum bagus. Karena masih belum dapat ditangkap orang lain dengan gampang.

Akhirnya saya mencoba tanya ke pihak ketiga.
Apakah cara bicaraku salah? Setelah saya ceritakan dengan detail bentuk percakapan tersebut diatas.
Yang ada, hanya tertawa saja. Mungkin memang harus mencoba bentuk komunikasi sederhana yang lebih diperjelas. Kalau perlu deskripsi visual dari maksud komunikasi tersebut dapat ditangkap dengan kata kata.

Setelah saya olah alih bentuk percakapan diatas, saya mendapat kesimpulan, mungkin kalimatnya harus diubah begini
“ada tulisan angka angka pakai pensil”
Bisa confuse lagi ndak kalau kalimatnya berubah seperti itu???


Tabik!

Thursday, August 10, 2006

Mana yang lebih lucu?

Dalam suatu pembicaraan dengan salah seorang officer bank untuk suatu kasus.

Debitur kredit bermasalah yang status penyelesaian kreditnya sudah diputuskan untuk diselesaikan dengan skema yang sudah ditentukan dan disetujui oleh bankir.
Namun karena suatu kondisi, si debitur mengajukan suatu usulan untuk mengubah tabungannya yang diblokir pokok dan bunganya untuk diubah menjadi deposito dan bunganya masuk ke rekening tabungan. Jadi yang diblokir depositonya saja.

Debitur : bagaimana pak, kalau tabungan dan bunga yang diblokir tersebut, saya ubah menjadi deposito dan bunganya dapat di tempatkan di rekening tabungan saya?

Bankir : ya.. bisa saja pak. Namun nanti skema penyelesaiannya harus diubah dan dirapatkan lagi oleh komite untuk mendapat persetujuan baru.

Debitur : Jadi saya harus mengajukan permohonan baru ya pak

Bankir : iya pak. Ya kalau bisa diberikan lagi jaminan baru untuk pengubahan status tabungan menjadi deposito tersebut.
Namun, jadinya ya lucu ya pak, kreditnya saja, bunganya sudah kita hentikan. Kok bunga simpanannya minta tetap dibayarkan.

Debitur : wah, kalau mau dibilang lucu. Yang lucu lucu lainnya kan banyak terjadi di negara ini pak. Ya kan? Lha itu koruptor yang jelas jelas koruptor saja mendapat kesempatan istimewa menghadap presiden. Ya kan pak?

Bankir : iya. Kalau saya sih, itu semua digantung saja semua. Para koruptor itu.

Debitur : lha iya pak.
Itu para debitur kelas super kakap saja malah bisa bersilaturahmi dengan presiden. Aneh to? Jadinya… lucu mana pak?

Bankir : Ini memang negara Srimulat

Thursday, August 03, 2006

Jamila dan Sang Presiden

Sahwat lelaki boleh meluap membanjiri setiap tempat dan waktu
Dan anak anak gadisku sah untuk diperkosa
Sah jadi bulan bulanan kemunafikan
Diludahi, diejek, dikejar-kejar, bahkan diundan-undangkan…

Lahir cantik…
Di usia balita Jamila digadaikan ayahnya pada seorang mucikari
Seperti melawan badai, ia terhempas-hempas
Sendirian, terjebak dan hanyut..

Jamila, adalah satu dari puluhan juta anak-anak senasib
Korban perdagangan seks anak anak di bawah umur
Korban kemunafikan, ketamakan dan kemiskinan tanpa akhir.

(dari tulisan pengantar pentas “Jamila dan Sang Presiden”)



Menonton pementasan karya Ratna Sarumpaet yang berjudul “Jamila dan Sang Presiden”, kembali membuat saya jadi ingat kembali beberapa topik yang sering dibahas bersama teman teman antropolog. Begitu banyak persoalan tentang perempuan, yang tidak pernah terselesaikan hingga akar akarnya. Hanya pembahasan pembahasan, penelitian-penelitian, dan berbagai topik diskusi yang sangat absurd, tidak memberikan jawaban atas masalah-masalah tersebut.

Karya Sarumpaet kali ini berfokus kepada perdagangan perempuan. Ya, perempuan dijadikan komoditi seks dan diperdagangkan. Bagaimana asal mula adanya kegiatan perdagangan perempuan ini sebenarnya?.
Perempuan yang dijadikan komoditi seks identik dengan pelacur. Dijaman Soeharto disebut wanita tuna susila, dan saat ini disebut pekerja seks komersial.
Apapun sebutannya, kegiatan yang dilakukannya adalah sama. Kegiatan yang ada karena adanya laki laki yang membutuhkan wadah untuk penyaluran hasrat biologis.

Kalau dirunut sejak awal keberadaan sejarah umat manusia ini, pelacuran (prostitusi) ini sudah ada sejak jaman baheula. Jikalau memang demikian, kegiatan ini merupakan kegiatan memang ada dan harus ada (kali ya??!) selama masih ada kehidupan di bumi ini. Kecuali…. Kalau laki laki petualang seks itu sudah pada sadar semua.. mungkin kegiatan prostitusi jadi hilang.

Ah, iya.. kembali ke pementasan Teater Satu Merah Panggung. Saya melihat penampilan mereka bagus. Sarat pesan moral. Penuh pesan penderitaan dari para perempuan yang menjadi pelacur karena keterpaksaan. Atau bahkan karena dijual oleh orang tua mereka sendiri, atau bahkan oleh suami mereka sendiri.
Perempuan-perempuan yang tidak berdaya untuk lari dari kondisi yang dipaksakan kepada mereka. Mungkin hanya kematian yang membuat mereka bias berhenti dari ketidak berdayaan tersebut.

Cerita tentang Jamila, seorang perempuan pelacur, yang sudah dijual oleh ayahnya sendiri saat dia berumur 2 tahun kepada mucikari, dan akibatnya sudah pasti, saat dia beranjak remaja, menjadi pelacur adalah imbalah yang harus dilakukannya kepada mucikari yang sudah memelihara dia sejak kecil.
Dalam rangkaian kehidupan yang penuh paksaan dan derita tersebut, Jamila membunuh beberapa orang laki laki yang menurutnya memang harus dibunuh. Ada ayah dan anak yang harus dibunuh karena mereka tidak henti hentinya menggaulinya di saat mana seharusnya mereka adalah tempat berlindung kala dia berlari dari tempat pelacuran.
Ada seorang menteri yang dibunuhnya, karena menurutnya memang dia harus membunuhnya.
Cerita yang berjalan 2 masa, masa sekarang adalah Jamila yang berada di penjara menunggu putusan pengadilan, dan masa lalu tentang latar belakang kehidupan Jamila, membuat cerita di panggung terasa tidak membosankan.
Dua Jamila, Jamila masa kini dan Jamila masa lalu, sama sama tampil dalam satu panggung, namun dalam sisi yang lain.
Di saat Jamila yang sedang di penjara bercerita, maka cahaya akan menyorot bilik penjara tempat Jamila berada, dan saat kehidupan Jamila yang lalu diceritakan, lighting akan berpindah ke sisi panggung yang lain.

Walaupun satu panggung dua penceritaan, hal tersebut tidak membuat alur cerita jadi membingungkan. Kedua masa tersebut dapat sambung menyambung dengan rapi, tanpa harus membuat penonton berkerut.

Akting ke dua pemeran Jamila cukup bagus. Namun acting Peggy Melati sebagai sipir, mungkin harus dipertegas lagi. Masih ndak pantes dia jadi seorang sipir penjara wanita. Masih terlihat wah dan… suaranya masih belum berkarakter sebagaimana seorang sipir. Entah ya, ataukah mungkin karena belum terbiasa jadi pemain teater mungkin ya.
Ya.. siapa tahu, pada pementasan pementasan berikutnya yang akan diadakan di beberapa kota lain, sudah jadi lebih bagus.

Harus diakui, terbiasa melihat pementasan teater koma, dengan segala macam property yang begitu lengkap. Pementasan kali ini, sangat sangat sepi property. Bisa dibilang hanya satu amben (bangku panjang dan lebar).

Selesai menonton pementasan tersebut, menyisakan banyak rasa sesak di dada, mengapa perempuan lagi lagi menjadi obyek dan jadi pesakitan yang seolah olah harus diberantas. Pelacur lah yang salah. Dalam hal ini, perempuan lagi perempuan lagi yang dijadikan kambing hitam.
Padahal, kalau dipikir pikir, karena apa dan siapa sih, pekerja seks komersial alias pelacuran itu ada dan selalu ada. Tak pernah dapat dilenyapkan? Bukankah nafsu birahi laki laki yang tak terkontrol yang membuat semuanya itu ada. Jadi pusat masalahnya adalah pemuasan birahi laki laki yang tidak mempunyai sarana dan prasarana, yang dalam prosesnya ternyata dapat menjadi komoditi yang menguntungkan. Apalagi modalnya sangat sangat gampang.
Hanya saja, masalahnya memang tidak sesederhana itu. Tidak lantas, kita tumpas habis laki laki yang tidak dapat mengontrol birahinya itu, lantas pelacuran akan terhenti dengan sendirinya. Tidak.

Sesungguhnya tak seorang pun perempuan di bumi ini punya cita cita jadi pelacur. Tidak ada. Namun ada banyak masalah yang membuat hal tersebut selalu ada terus menerus dalam setiap generasi kehidupan di bumi ini. Adanya lingkaran setan kemiskinan, pembodohan generasi yang jauh dari jangkauan pendidikan membuat semuanya terasa begitu sulit untuk mengurangi kegiatan perdagangan perempuan tersebut.

Pesan dari cerita tersebut terlihat bahwa, sebenarnya jika pemerintah memiliki political will yang kuat untuk memberantas, atau paling tidak mengurangi perdagangan anak (perempuan) untuk dijadikan komoditi seks, pasti akan dapat dilakukan. Karena pemerintah memiliki rangkaian komando yang jelas dalam melakukan suatu pembinaan dan pengawasan hal hal yang terjadi dari pusat hingga daerah.
Kecuali pemerintah memang hanya ingin menutup mata tentang hal tersebut, sebagai mana pemerintah menutup mata terhadap masalah masalah lain yang seharusnya terlihat gambling dan jelas, namun jadi susah dirunutnya. Seperti misalnya illegal logging, pencurian ikan di perairan Indonesia, pencurian harta karun di wilayah Indonesia, pengungkapan korupsi yang kelihatannya gampang, namun jadi terlihat susah untuk menjerat pelakukanya.

Ah begitu banyak hal yang harus dituntaskan oleh generasi kita. Kalau saja, pada saat nya nanti generasiku menjadi pengurus negara, tidak polusi pikirannya oleh senior seniornya, alangkah jelasnya masa depan Indonesia nanti. Akan lebih bersih dan tegas.
Namun jika mereka teracuni pikirannya oleh urusan materi dan kedudukan yang membuat silap mata, ya sudah pasti, Indonesia tidak akan berubah. Tetap saja seperti sekarang ini, dimana korupsi meraja lela.

Semoga.

NB:
Jamila dan Sang Presiden akan dipentaskan di Surabaya tgl 4-5 Agustus, Medan tgl 11-12 Agt, Bandung tgl 21-22 Agt dan Palembang tgl 25-26 Agt. 2006