Beberapa hari lalu sempat nonton film di TV, film dari argentina, judulnya “VALENTIN”. Dan untuk film ini, aku angkat jempol. Bagus.
Ceritanya tentang anak berusia 9 atau 10 tahun yang tinggal bersama neneknya, sedangkan kedua orang tuanya sudah bercerai. Bagaimana si Valentin menghadapi kehidupan sehari harinya, itu yang menarik. Sederhana sih ceritanya, tapi bagaimana ide ceritanya bisa berkembang dengan sangat bagus. Dengan setting keluarga sederhana. Lingkungan yang sederhana pula. Kehidupan yang berjalan terasa begitu wajar, tanpa ada yang diperlihatkan dengan ekstrem. Namun, dari cerita tersebut dapat di tangkap bagaimana seorang anak kecil memandang kehidupan dari kacamata dia. Ternyata begitu jenius. Hal hal yang bagi kita sekedar anak kecil, kalau dilihat dari kacamata dia, ternyata mengagumkan. Endingnya? Juga tidak terlalu dipaksakan untuk menjadi happy ending. Biasa saja, yang seharusnya terjadi. Begitulah.
Film ini mengingatkan aku pada salah satu film produksi dari Iran, tentang seorang anak dari keluarga miskin, yang bahkan untuk sepatunya, ia harus bergantian dengan adik perempuannya. Dan bagaimana ia berusaha untuk dapat diikutsertakan dalam lomba lari yang hadiah ke dua nya adalah sepasang sepatu. Ia hanya ingin mendapat juara ke dua, bukan juara pertama. Apakah yang terjadi saat ia malah menjadi juara pertama, dimana hadiahnya hanya trophy kejuaraan? Ia sedih, karena tidak mendapatkan sepatu tersebut. sementara semua orang mengelu elukannya karena ia menjadi juara pertama dalam pertandingan tersebut.
Sederhana kan tema film nya. Namun buatku, itulah yang seharusnya. Suatu film harus dapat menggambarkan situasi nyata pada masanya. Real life. Selain itu latar belakang suatu peristiwa yang menjadi tema film tersebut dapat juga dijadikan data pendukung untuk mendapatkan gambaran senyatanya, bagaimana kehidupan yang sebenarnya berlangsung pada masa tersebut, bagaimana keadaan suatu kota pada masa tersebut. Hal lain yang membuat suatu film menjadi bagus adalah pengambilan gambar. Faktor tersebut dapat menjadi menjadi hal penting untuk dilihat, selain tema film itu sendiri tentunya.
Bagaimanapun satu hal yang terpenting adalah tidak ada yang dipaksakan “ada”, untuk sesuatu yang seharusnya “tidak perlu ada”.
Kapan ya film Indonesia dapat berwujud seperti film film tersebut. tak perlulah membuat film yang begitu banyak pernik perniknya, dan apalagi jika menjadikan biaya produksi sebuah film menjadi mahal. Yang penting tema cerita dan alur ceritanya tidak membosankan. Dan yang paling penting lagi adalah, ada makna yang tidak dipaksakan dari film tersebut, namun kita secara tidak langsung bisa kita dapatkan setelah menonton suatu film.
Ya.. ada sih beberapa film yang menurutku cukup bagus, namun kebanyakan masih tetap terpoles dengan wajah cantik dan ganteng, kehidupan kelas atas, rumah yang bagus, dapur yang bagus, baju yang wah. Ending yang terlalu dipaksa untuk berakhir dengan baik dan bahagia.
Jujur, aku pribadi sebenarnya senang dengan perkembangan film Indonesia yang saat ini cukup bergerak maju. Setelah cukup lama kosong melompong.
Namun, mengapa kebanyakan film tersebut sepertinya hanya mengikuti selera pasar. Untuk kualitas? Masih jauh.
Mungkin pasar menuntut begitu. Buatku sendiri itu tidak terlalu penting. Toh, aku sendiri tidak tertarik untuk menonton film film tersebut.
Yang pasti aku termasuk orang yang ikut senang karena ada poster film Indonesia yang sering dipasang berdampingan dengan poster film asing di bioskop jaringan 21.
1 comment:
film iran itu judulnya "Children of Heaven" mbak hehehe..
Post a Comment