Entah untuk keberapa kalinya dalam satu minggu ini, saya mendengar berita kebakaran di pemukiman lewat radio elsinta. Sepertinya lebih dari 3 kali kebakaran untuk kebakaran dalam satu pemukiman padat, dan mungkin beberapa kali lain kebakaran satuan dalam skala besar.
Wuih!! Prihatin saya mendengarnya, apalagi jika yang terbakar adalah pemukiman padat yang dihuni beratus ratus orang. Yang terbayang otomatis adalah, hari ini bakalan ada lagi orang orang yang kehilangan tempat bernaung dari panas terik, kasihan anak anaknya.
Bahan bangunan yang mudah terbakar pada area pemukiman padat tersebut menyebabkan, satu kebakaran kecil saja bisa dengan cepat melahap satu area yang cukup luas.
Berita tadi pagi yang saya dengar adalah kebakaran yang disebabkan oleh kompor meleduk. Iya kompor meleduk, bukan meledak.
Seharusnya jika pemilik kompor merupakan orang yang rajin dan selalu memeriksa keaadaan kompor, jangan sampai minyak tanah di wadah kompor tersebut habis sama sekali, sepertinya peristiwa kompor meleduk bakalan jarang terjadi.
Ah, kompor meleduk membawa ingatan saya kembali ke masa kecil.
Dulu, saat saya kecil, kompor bersumbu merupakan bagian dari dapur kecil dari rumah tempat tinggal saya yang juga kecil. Saya ingat sekali, dengan rutin ibu selalu membersihkan kompor tersebut, biasanya seminggu sekali atau dua minggu sekali, saya tidak begitu ingat. Namun, proses pembersihan kompor itu merupakan hal rutin yang saya lihat saat itu. Saya sendiri tidak ambil bagian dalam proses tersebut, maklum masih kecil, paling Cuma melihat prosesi tersebut.
Membersihkan kompor bersumbu merupakan hal penting jika kita memakai kompor model tersebut. Bagian jajaran sumbu yang melingkar, harus bersih dari arang arang kecil bekas sumbu yang terbakar. Sumbu yang sudah pendek harus diganti yang panjang. Kemudian sumbu tersebut harus memenuhi lubang sumbu dengan padat. Tidak boleh ada yang longgar, karena jika longgar, dikhawatirkan bisa terjatuh ke wadah minyak tanah, dan kemudian api dapat menyambar minyak tanah dari lobang sumbu tersebut.
Riskan sekali memakai kompor minyak tanah kalau tidak rajin membersihkannya.
Saya senang memperhatikan ibu kala proses pembersihan kompor berlangsung. Sambil berjongkok di sebelah ibu, Tanya ini Tanya itu. Atau ibu bercerita tentang apa saja sambil membenarkan kembali sumbu sumbu yang ada di lobang. Rasanya kangen juga dengan masa masa tersebut.
Tangan ibu yang kotor, alas Koran yang hitam karena jelaga, lap lap kotor di sebelah ibu. Dan akhirnya, kompor menjadi bersih kembali. Senang rasanya melihat kompor bersih. Nyala api kemudian menjadi biru kembali di kompor yang bersih tersebut.
Pada perkembangannya, model kompor bersumbu kemudian berubah,menjadi kompor dengan sumbu dari asbes, dengan wadah minyak tanah berada di samping dari gelas bening. Jadi, ada dua kompor dengan satu wadah minyak tanah di bagian tengah. Kompor seperti ini mungkin sedikit lebih aman daripada kompor yang bersumbu panjang dan banyak tersebut.
Walaupun demikian, ibu tetap rutin membersihkan kompor asbes tersebut, terutama di bagian nyala api, karena sumbu asbes juga dapat habis lama kelamaan, dan harus diganti dengan yang baru.
Yang pasti, proses pembersihan kompor sudah berubah ritualnya, tidak seperti saat kompor bersumbu banyak.
Usia yang bertambah, tidak otomatis membuat saya jadi lebih senang membantu ibu di dapur. Proses pembersihan jadi terlewatkan oleh saya. Sepertinya dapur merupakan bagian yang paling jarang saya jamah. Sehingga urusan kompor mengompor ini saya jadi tidak mengikuti dengan baik.
Sekarang, ibu di rumah sudah memakai kompor gas. Saya ingat sekali, sekitar 20 tahun yang lalu ibu sudah memakai kompor gas. Namun proses pergantian dari kompor minyak tanah ke kompor gas ini melalui proses yang sangat sangat a lot.
Ibu bertahan dengan kompor minyak tanahnya, sedang bapak ingin ganti kompor gas, karena memang saat itu kompor gas sudah mulai banyak di pakai di kalangan rumah tangga.
Ibu khawatir dengan urusan ledak meledak kalau pakai kompor gas, apalagi proses penyalaannya yang sedikit mengkhawatirkan. Sedang bapak ingin supaya dapur bersih, karena bakalan tidak ada panci atau wajan dengan pantat hitam lagi, lagian kan memang kompor gas sudah memasyarakat saat itu.
Ya.. begitulah. Saya ingat sekali proses itu. Saya sendiri pro yang mana coba? Ya pro yang pakai kompor gas lah. Kan lebih modern. Dan tidak repot beli minyak tanah dengan rutin beberapa hari sekali.
Proses perubahan pemakain kompor tersebut tidak saya ikuti dengan baik, karena saat itu saya sudah jadi anak kost di ngayojakarta. Dan jadilah saya bertambah jauh dari urusan dapur.
Kompor gas sendiri juga sebenarnya berbahaya, jika pemakai masih takut takut saat menyalakan apinya. Saat menyalakan api, jika api tidak keluar, yang keluar malah gas nya saja to. Sehingga kadang menyebabkan bau gas menyebar di rumah jika kelamaan tombol api tersebut buka, namun tidak keluar apinya. Selang gas yang bocor juga riskan.
Ya begitulah.
Semua hal yang berurusan dengan api memang riskan.
Tiba tiba jadi teringat, beberapa saat lalu tetangga depan keluar dengan teriak an kebakaran kebakaran. Dan ribut menanyakan nomor telepon pemadam.
Saya panik, apa yang terbakar? Ternyata kompornya terbakar. Bukan kompor yang terbakar sih sebenernya. Namun, di atas kompor yang wajannya penuh minyak goring, menyala api karena loncatan api dari bawah wajan. Nah, berhubung wajan penuh minyak, jadilah apinya agak besar dan kemudian menyambar kitchen set di atasnya.
Berhubung panik, oleh mereka tadi, itu api ditutup oleh anduk basah. Entah sudah berapa handuk basah ditutupkan di kompor tersebut. Namun api tetap menyala.
Lah… ?
Satu hal penting saat terjadi hal seperti itu adalah, jangan panik. Dan copot selang gas dari tabungnya. Then, api pasti akan padam karena sudah tidak ada gas yang mengalir.
Satu hal. Jangan panik. Kemudian, copot selang gas. Itu penting.
Untunglah, ibu tetangga depan tidak terburu-buru memanggil pemadam kebakaran, masalah sudah dapat diatasi dengan kedatangan saya dan satpam.
Dari kejadian tersebut, satu hal lagi yang perlu dicatat. Jangan menaruh kompor di bawah kitchen set. Ya… jika kita bikin kitchen set, kan memang di atas kompor seharusnya tidak ada apa apa. Namun, kan ada itu ibu ibu yang memaksakan diri menaruh kitchen set di atas kompor. Hal tersebut sangat berbahaya. Sangat sangat berbahaya, sudah beberapa kasus yang saya lihat dengan mata kepala sendiri, kitchen cabinet di atas kompor terbakar hangus di dapur.
Dan dari masalah kitchen set terbakar tersebut, beberapa orang yang saya kenal (terutama laki laki), jadi takut menyalakan kompor gas. Sumpah. Beneran. Adik ipar saya sama sekali tidak berani menyalakan api kompor gas. Bahkan hanya untuk memasak air untuk membuat mi instan. Yang kasihan kan anak anaknya, kalau pas ibunya pergi, pengin bikin mi, jadi bengong. Adik ipar saya ini benar benar trauma.
Sedang bude saya di pondok kopi sana, walaupun rumahnya gede magrong magrong, sampai sekarang tetep memakai kompor minyak tanah. Takut katanya. Jadi, jika saya ke dapur di rumah bude, terlihat tiga kompor minyak tanah dari ukuran besar sampai ukuran kecil. Dengan lokasi dapur di ruang dengan area terbuka di sampingnya, membuat saya teringat kembali dapur rumah saya saat kecil.
Ah.. dari urusan kompor minyak tanah sampai ke kompor gas. Cukup panjang ya ceritanya. Sepanjang orang orang yang antri akan membeli minyak tanah seperti yang terlihat di berita berita televisi. Tragis ya.
Walau bagaimanapun, ibu di rumah masih menyimpan kompor minyak tanah lho. Jarang dipakai, hanya dipakai saat: gas sedang langka (tahu sendiri lah, kadang kadang ada masa disaat gas jarang di pasaran dan membutuhkan mobilitas tinggi untuk berburu gas), atau untuk membuat ketupat atau lontong saat lebaran.
Kata ibu, kalau membuat ketupat atau lontong pakai kompor gas, tidak enak. Tidak gempi (bhs.Jawa), dan kenampakan lontongnya jadi tidak hijau cantik begitu. Nah lho!!!
1 comment:
ibu mertuaku juga ga mau pake kompor gas. alasannya takut meledak :)
Post a Comment