Semoga tulisan dibawah yang merupakan hasil pemikiran saya pribadi dan kutipan kutipan penting (dari diskusi masalah RUU APP di Jakarta), serta copy beberapa pasal tentang RUU APP, dapat membuka wawasan kita semua tentang RUU APP.
Menurut saya pribadi, saat ini bukan masalah mendukung atau menolak RUU APP yang harus ditonjolkan dalam wacana tersebut. Namun lebih kepada pemahaman mengapa harus ada RUU APP yang implikasinya bisa sangat serius di kemudian hari???
Jika kita hanya sekedar menolak atau mendukung… itu adalah jalan pintas paling gampang. Karena orang tinggal melakukan voting.. mendukung atau menolak. Dihitung.. dilihat mana yang lebih banyak. Beres.
Namun terdapat hal lain yang lebih penting.Lebih penting daripada sekedar mendukung atau menolak. Tolong lebih dipahami sebagai suatu hal yang terlalu diada adakan demi alasan politis belaka. Bukan demi kebaikan masyarakat Indonesia.
Terdapat hal yang lebih berbahaya dibalik perumusan RUU APP tersebut. Didalamnya terlihat pola relasi berstruktur kekuasaan yang dengan jelas jelas bermaksud melakukan dominasi dan pemaksaan kehendak kepada masyarakat yang beragam ini.
Berbahaya bagi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara Indonesia, yang terdiri dari berbagai macam dan ragam budaya dan etnis didalamnya.
Implikasi yang sangat serius dari terlihat dalam RUU APP terhadap kelangsungan hidup berbangsa di Indonesia. Apa yang didefinisikan di dalamnya bersifat sangat subyektif dan kabur. Bahkan hal tersebut dapat menjadi kontraproduktif, bisa mengancam keserasian dan keharmonisan dari keanekaragaman suku, agama, ras, golongan/kelompol dalam masyarakat Indonesia y ang multikultur.
Dapat dilihat contohnya pada pasal 36 RUU APP, yang antara lain berbunyi : “… cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi kebiasaan menurut adat istiadat dan/atau budaya kesukuan, sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan ritus keagaamaan atau kepercayaan”.
Cobalah hubungkan pasal tersebut dengan kebiasaan mandi bersama di sungai bagi sebagian penduduk di Indonesia yang masih sering melaksanakan mandi di sungai bersama sama. Dapat dilihat mandi bersama itu tidak berhubungan dengan ritus keagamaan atau kepercayaan. Nah.. berarti yang melakukan mandi bersama bisa masuk bui bersama sama pula ?
Beberapa istilah dalam RUU APP tersebut juga banyak yang sumir dan terlihat ketidak cermatan penyusunan RUU APP tersebut. Bahkan dari sudut tata bahasa, beberapa kata didalamnya mengandung arti yang tidak jelas.
Contohnya:
“… mengeksploitasi seksual, kecabulan, dan/atau erotica”.
Dari tata bahasa Indonesia, kata seksual itu bukan merupakan kata benda, dengan demikian seharusnya kalimat tersebut menjadi “.. mengeksploitas seksualitas,…”
Then, terlihat kan? kesembronoan penyusun RUU APP tersebut?
Erotika, sebagai kata yang netral, di dalam RUU APP diperlakukan seolah olah terkesan merupakan kata yang jorok.
Disamping itu, terdapat satu istilah yang masih dicari kata bakunya dalam bahasa Indonesia, yaitu PORNOAKSI. Dicari di kamus manapun, tak ada itu istilah PORNOAKSI. (coba rekan rekan cari deh …. Di kamus mana ada istilah pornoaksi???).
RUU APP ini memang semangatnya Cuma melarang, melarang serta mengintimidasi warga negaranya sendiri.
Tidak ada niat melindungi.
Bahkan jelas jelas RUU APP ini bertentangan dengan UUD 1945. Pasal 32 UUD 45 menyebutkan dengan sangat jelas “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia…”, namun ternyata dalam RUU APP mempunyai implikasi mematikan perkembangan kebudayaan nasional kita.
Sepertinya RUU APP ingin melakukan “revolusi kebudayaan” yang ingin mengintroduksikan dan memaksakan bentuk kebudayaan impor, kebudayaan yang bukan dari Indonesia (Gadis Arivia).
Jelas sekali kata kata dalam RUU APP ini mengandung atau memuat istilah istilah yang ambigu, tidak jelas, multi tafsir dan tidak ada perumusannya secara absolute. Atau memang sengaja dibuat demikian ya? Sehingga masyarakan dapat mentafsirkannya sendiri sendiri.. dan akhirnya akan membuat suatu pemaksaan kehendak dari suatu kelompok tertentu kepada warga yang tidak setuju dengan hal yang sama????
Contohnya: penafsiran aurat.
“… mengeksploitasi seksual, erotis, kecabulan, ketelanjangan, aurat, gerakan yang menyerupai hubungan seksual, gerakan menyerupai masturbasi, dan lain lain…”
Dalam kasus bahasa agama, aurat perempuan misalnya, bagaimana ia harus diberi batasan atau ditafsirkan dan diterjemahkan? Apakah itu berarti sama dengan ketelanjangan atau semi telanjang? Lalu parameter mana yang disepakati mengenai kedua kata tersebut?
Dalam hukum Islam kata aurat ditafsirkan oleh ulamanya sendiri secara berbeda-beda. Sebagian ulama menyatakan semua tubuh perempuan, sebagian lagi mengecualikan wajah dan telapak tangan, lainnya mengecualikan wajah , telapak tangan dan telapak kaki, dan lainnya lain lagi.
Dan bagaimana jika bukan pemeluk agama Islam… ????
So, mana batasan yang dipakai dalam RUU tersebut?
Ketidakjelasan subtansi RUU tersebut, tentu akan mudah ditafsirkan secara subyektif dan dapat dimanipulasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan baik secara individu maupun kelompok.
Seharusnya suatu Undang-undang, tidak memuat suatu subtansi yang tidak jelas.
Mengatasi problem pornografi dan pornoaksi (istilah perancang RUU), seharusnya ditempuh melalui upaya upaya pembangunan dan pengembangan moral atau akhlak yang luhur dan penciptaan konstruksi social yang adil dan menghargai martabat kemanusiaan termasuk terhadap perempuan dan anak. Kekerasan terhadap perempuan dan anak sejatinya lahir dari bangunan kemasyarakatan (struktur sosial) dan pandangan-pandangan yang tidak menghargai/menghormati integritas tubuh mereka, baik oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain.
Undang undang itu benar benar sangat primitive dan absurd, karena menjadikan seksualitas menjadi hal yang tabu. Antiseksualitas dan antierotika dari segi kebudayaan merupakan hal yang sangat berbahaya.
Di bawah ini saya kutip beberapa bentuk bentuk pelarangan yang ada dalam RUU Antipornografi dan pornoaksi (dari Kompas, 27 Feb 06)
Bab 2 Pasal 4
Eksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa
(catatan feminisme: Pasal ini melarang/meniadakan pakaian tradisional perempuan seperti kebaya, baju bodo, tradisi tari separuh telanjang di wamena, dsb)
Bab 2 Pasal 5
Mengeksploitasi daya tarik ketelanjangan tubuh orang dewasa
(catatan feminisme: estetika feminis melihat ketelanjangan tubuh perempuan bukan hitam/putih ataupun ketidakberdayaan, tetapi lebih pada konsep pemberdayaan, my body myself)
Bab 2 pasal 6
Mengeksploitasi daya tarik tubuh atau bagian bagian tubuh orang yang menari erotis bergoyang erotis
(catatan feminisme: pasal ini melarang perkembangan kesenian tradisional (jaipong, tayub, dan lain lain), serta dangdut
Bab 2 pasal 7
Mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang yang berciuman bibir
(catatan feminisme: afeksi sebagai bagian dari wujud emosi perempuan. Cium anak, suami dan pacar)
bab 2 pasal 9
Mengeksploitasi daya tarik aktivitas orang dalam berhubungan seks dan melakukan aktivitas mengarah pada hubungan seks dengan pasangan berlawanan jenis (dan juga termasuk sejenis, pasal 9 ayat 2)
(catatan feminisme: hubungan seks termasuk dalam wilayah pribadi yang menjadi hak individu untuk mengatur ruang privatnya sesuai dengan penghormatan pada HAM)
Bagian Kedua Pornoaksi,
Pasl 25 dan seterusnya
Setiap orang dewasa dilarang mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual, berciuman bibir, bergoyang erotis, gerakan tubuh menyerupai kegiatan hubungan seksual
(catatan feminisme: definisi pornoaksi tidak ditemukan dalam pemahaman feminism (bahkan mungkin di Negara manapun)
Bab III: Pengecualian dan Perizinan
Pengecualian dan perizinan materi pornografi diberikan hanya untuk kepentingan kesehatan, olahraga, ritual agama/tradisi, pendidikan
(catatan feminisme: definisi pornografi tidak pernah berlaku untuk bidang pendidikan, kesehatan, olahraga, agama/tradisi)
Bab IV : BAPPN
Sebuah badan pemerintah yang mengawasi pornografi dan pornoaksi dibiayai oleh APBN
(catatan feminisme: secara histories, budaya patriarki menginstitusionalisasikan kekuatannya lewat system legalnya. System hukum yang patriarkis mempunyai obsesi mengontrol tubuh dan seksualitas perempuan)
9 comments:
sabar ya bu..
sabar..
sabar.. :)
tapi..
TeTap SeMangAt..!!!
boleh comment lagi ya Sha, ...
....Mengatasi problem pornografi dan pornoaksi (istilah perancang RUU), seharusnya ditempuh melalui upaya upaya pembangunan dan pengembangan moral atau akhlak yang luhur dan penciptaan konstruksi social yang adil dan menghargai martabat kemanusiaan termasuk terhadap perempuan dan anak.
Untuk tulisan ini aku agak sedikit bingung Sha, sebab kamu sebenarnya setuju bahwa kita punya masalah pornografi dan pornoaksi... hanya saja jalan keluar yang kamu coba munculkan justru agak kabur , sebab upaya pembangunan dan pengembangan moral atau akhlak yang luhur dan penciptaan konstruksi social yang adil dan menghargai martabat kemanusiaan termasuk terhadap perempuan dan anak (sesuai dengan tulisan kamu)menurut saya hanya dapat di lakukan dengan kekuasaan, dalam hal ini tentunya sangat terkait dengan undang undang yang harus mengaturnya, tanpa semua itu saya yakin akan menjadi keinginan yang tidak akan pernah terlaksana.
Hanya saja saya melihat banyak orang yang cenderung amat sangat takut dengan sebuah perubahan (mungkin karena sudah demikian parahnya kita berada dalam suasana feodalisme) sehingga kadang produk produk yudikatif yang keluar dari lingkaran kekuasan menjadi sangat menakutkan dan diterima dengan rasa curiga.
Saya lebih kepada bagaimana kita bisa mempunyai sebuah undang undang yang mampu menjaga kita serta anak anak kita dari ancaman pornografi dan pornoaksi....
Pornoaksi.. kenapa 'gak "aksi porno" saja, ya? DM-MDnya jadi kebolak-balik. Sampe peraturan bahasa Indonesia pun mo dirubah. Walaahh..
Gimana ya dengan para tamu asing yg berjemur di pantai dengan bikini?
Gimana juga dengan koteka di Irian?
Sampai di titik mana sih pendidikan seks di Indonesia? Sebenarnya ada 'gak sih pendidikan seks di Indonesia? Baik dari dari pihak kelompok2 agama dan dari sekolah?
Hanya sebuah aturan dan larangan toch tidak menjamin lurusnya akhlak manusia. Justru malah membuat orang mencari-cari peluang untuk "mengetahui" buah terlarang itu.
ah ini persoalan mbulet. jadinya orang treak asal ndukung dan asal nolak tetapi lupa esensi yg ditolak apa yang didukung apa. yg terjadi pada latah..
ketika ditanya bagian yg ditolak apa? banyak yg gak tau. ketika ditanya bagian yg didukung apa? juga banyak gak tau.
nice posting sha. dikau teliti sekali mengamati UU sampe kata perkatanya . salut.
-maknyak-
http://serambirumahkita.blogspot.com
aku pokoknya ikutan MENOLAK RUU APP, mau orang bilang apa kek, mau ada argumen sebanyak apa, pokoknya menolak!!! hehehehe kadang lebih mudah dan lebih jernih jadi air putih saja, tanpa teh, gula dan kopi... ya gak sha?
hehehehe..
peace dulu...
coba kalau suami ibu yang berbuat tidak baik terhadap orang lain dikarenakan habis nonton adegan yang syur di kantor, atau coba kalau anak ibu pulang sekolah ramai-ramai nonton adegan syur kemudian berbuat tidak baik bersama-sama.....
dan ini fakta nyata yang sudah tidak bisa disangkal lagi.
makanya harus ada pirantinya...kalau piranti belum bagus...sambil di jalankan dan diperbaiki.....
mohon maaf ya bu
-peace-
oi oi !!! mas apa mbak anonymous! kenape mas/mbak? percuma kok anda nakut2in juga, aku sih yakin RUU APP sama aja nantinya kalo udah jadi UU kok! lihatlah Pancasila sama UUD45 kurang apa bagusnya sebagai piranti? tetep aja yang nyeleweng ya banyak? yang korupsi seabreg2 kan? kuncinya bukan piranti toh? MANUSIA nya!! percuma bikin piranti, wong pada dasarnya Kuncinya tetep MANUSIA nya!...
Ini nih orang indonesia kebiasaannya.. sok iya! kaya yang bener padahal tetep aja kalo gak bodoh ya mengakali, Liatlah kebiasaan kita... sekrup yang plus dibukanya pake obeng minus, ya kan? bisaaaaa! cuman kalo emang bisa, lalu kenapa dipasaran ada obeng PLUS? Coba sadari deh pelan2, orang Indonesia ini suka sok pinter, padahal prakteknya keminter.... alias akal2an....
Lah RUU APP kalo jadi UU ntarnya gak jauh2 kok, sama aja kok! diakal akalin juga nantinya pada proses dilapangan.. percuma dan mubazir!. Bukan piranti nya yang penting, tapi yang memakainya! kalo yang make tau aturan, sadar keselamatan, cinta ketertiban, baru itu piranti bener2 bisa dibilang bagus! jadi jelas toh? yang perlu dibenerin itu MANUSIA INDONESIA nyaaa!
Belom apa2 RUU itu udah menimbulkan keraguan dan menanamkan perpecahan janji sumpah pemuda yang jelas2 mengakomodir seluruh aspirasi berbagai suku dan agama yang ada di Indonesia..... apalagi nanti kalo JADI DITERAPKAN???
mau jadi negara dengan rekor demo massa nomer satu???
Ndak banyak yang sadar kalo RUU ini justru yang JADI BIANG KEROK perpecahan kesatuan kebangsaan kita nanti... ndak banyak...
Saat ini tarohan lah, banyak orang Indonesia yang sebenernya menangis melihat negara ini rusak pelan2, tapi sadar NDAK bisa berbuat apa2 menolong negara ini, lalu apa yang bisa dilakukan? MENCOBA menjalankan syariah agama!! kenapa? karena agama lah yang bisa mengatur semua orang agar berbuat baik!... ya kan? pemikiran inilah yang melandasi RUU APP... dan para pendukungnya! jadilah fanatisme agama mendorong sekularisme!
Padahal... Amerika, Swedia, Thailand, Perancis dll nya, TETEP JADI NEGARA MAJU! biarpun PORNOGRAFI besaaar pengaruhnya dalam kehidupan mereka!?, kenapa? ya karena MANUSIA nya sadar kalo pendidikan maju, intelektual maju, ekonomi maju... seiring sejalan tuh! PLUS pemerintahan yang bagus!.... bukan karena pornografi!
PORNOGRAFI dan PORNOLOGI itu adanya dikepala kita mas/mbak! biar dibalut kebaya apa baju gamis plus jilbab ke misalnya, tetep otak kita mampu kok menelanjangi nya! ITS ALL IN OUR HEAD!
*euh aku emosi ya? maaf deh, aku cuma gak suka orang cuma sudut pandang cuma satu sisi aja.. mbok ya multiview lah kalo menilai suatu fenomena itu... jangan asal percaya aja bahwa apa yang ada itu sekarang ya yang terbaik!....
BEGITUH MAS/MBAK ANONYMOUS yang kenapa juga ndak mau memberikan identitasnya? aku berani nih!? sapa takut????
mmmmmm....berat postingannya, aku sampai ragu2 sendiri..soalnya sambil mikir he
waduh..suamiku sering ngecup bibir nih kalo mau keluar or ngapa2xin. dutangkap gak ya....apa kasih ceban, aman ?
Post a Comment