Saturday, April 16, 2005

Hakim dalam pikiran

Mengapa kita selalu menghakimi sesuatu yang terlihat oleh mata. Tidak pernahkah bahwa apa yang terlihat itu kemungkinan besar berbeda dengan isinya. Bisa bersifat lebih jelek atau dapat juga bersifat lebih baik, dan bahkan mungkin berbeda sama sekali dari apa yang terlihat.
Orang tersadar, baru setelah kenal lebih jauh, atau kepentok (bhs Jawa) dengan yang bersangkutan. Barulah tersadar bahwa apa yang kita pikirkan selama ini ternyata berbeda.

Memang menghakimi jauh lebih gampang. Apalagi jika prose situ hanya berlangsung dalam area pikiran kita. Tidak akan ada sanksi dan protes dari yang bersangkutan.

1 comment:

Anonymous said...

Menghakimi itu syah, selama berbasis kebenaran dan objektifitas yang realistis..

Menghakimi dalam pikiran adalah produk pikiran dari salah satu sifat dasar manusia yaitu : prasangka, melihat struktur kata nya saja kita bisa memilah : pra, dan sangka, yang artinya menyangka sebelumnya...

Prasangka itu ada dua : yang baik dan buruk, dalam prosesnya kedua kata itu akan sangat mempengaruhi hasil akhir dari proses penghakiman kita, ayo coba kita lihat seperti apa sih sebenarnya prasangka baik dan buruk itu?

Menurut banyak teori, Prasangka buruk itu adalah sikap negatif terhadap individu atau kelompok tertentu yang muncul sebagai Penilaian yang tidak berdasar dan lebih merupakan pengambilan sikap, sebelum menilai dengan cermat. Akibatnya malah terjadi penyimpangan pandangan dari kenyataan sesungguhnya, dan terjadilah generalisasi.

Para akhli Psikologi di abad ini, mengajarkan bahwa prasangka buruk hanya akan melahirkan energi buruk. Jika seseorang senantiasa berpikir buruk, niscaya ia tak sekadar menciptakan energi buruk, tetapi lebih jauh lagi ia juga menuai keburukan.

Sedangkan prasangka baik kalau menurut Jalaludin Rumi, adalah pohon bunga mawar yang tumbuh di halaman pikiran kita... ia semerbak, indah menenangkan

Jadi sebelum menghakimi, di cek dulu deh, prasangka mana yang kita miliki sebelumnya?....

Salam buat si bontot :)