Friday, June 24, 2005

Prihatin........

Duh, miris hatiku melihat balita di NTB, NTT pada kekurangan gizi. Apa yang salah dengan system yang berjalan saat ini. bahkan di wilayah yang dekat dengan pusat kekuasaan pun masih ada bayi gizi buruk.
Gambar yang dulu aku bayangkan hanya ada di Ethiopia, ternyata sekarang melanda negeri sendiri.
Apa yang dapat kita lakukan?

Seingatku, posyandu itu sebenernya seharusnya sudah efektif, karena menjangkau sampai pelosok wilayah. Sekarang masih seperti jaman suharto dulu ndak ya jangkauan posyandu tersebut? tak usahlah jauh jauh, di tempat tinggalku yang di Jakarta timur ini, posyandu hanya ada di RW. Belum sampai ke RT. Kalau sampai batas RW, bisa saja ada penduduk di RT yang tidak membawa balitanya ke posyandu kan. Dan jika ada yang gizi buruk tidak terdata. Apalagi di kota yang namanya Jakarta ini. dimana satusama lain tidak saling peduli.

Nah, jaman aku KKN dulu, posyandu di pelosok desa itu benar benar efekti. Masing masing penduduk akan tahu, kalau ada orang tua yang belum datang dengan balitanya ke posyandu. Dan biasanya, disusul ke rumahnya. Bidan dari puskesmas juga selalu ada. Sepertinya dulu, dengan komando terpusat begitu, posyandu berjalan dengan efektif sampai ke pelosok. Dana? Dari pusat juga ditambah swadaya masyarakat.
Nah sekarang ini? Dana pusat tidak ada? Diminta masing masing daerah memberdayakan PAD nya dalam rangka otonomi daerah. Nah kalau PAD nya kecil, pos pos yang sekiranya tidak begitu urgent, ya tidak dapat danalah. Apalagi, posyandu ini memang cenderung kepada swadaya masyarakat untuk pelaksanaannya, plus dari puskesmas jika ada pelayanan yang dibutuhkan warga. Begitu kan?

Otonomi daerah. PAD dikejar supaya tinggi. Pilkada. Apalagi? Masyarakat yang kebingungan. Jalan sendiri juga. Akhirnya, beratus ratus balita kurang gizi.
Orang tua? Boleh disalahkan ndak? Mengapa punya anak tapi tidak bisa merawat? Hmmm.. bingung juga ya? Mereka kebanyakan keluarga berpenghasilan rendah. Atau yang buta kesehatan. Yang pasti mereka kurang informasi, dan tidak dijamah layanan informasi. Atau dibikin aturan, bagi yang sadar belum dapat memenuhi kebutuhan ekonominya secara cukup dan mandiri.. dilarang punya anak banyak banyak.
Wahhhh! Itu mah melanggar HAM.

Terus gimana ya?

1 comment:

Anonymous said...

waaaaaaa "dilarang punya anak banyak2?" hihi jangan dong. aku menunggu anak ketiga nih.
makasih ucapan selamat dan doa2 nya ya sha

-maknyak-